"Udah, Jay, muka kamu jangan digalak-galakin terus," ucap Wira dengan wajah lempengnya yang mengacak-acak rambut Ajay.
"Diam atuh, Wir. Saya lagi gak mau bercanda."
Wira hanya mangut-mangut dan melirik Pita yang saat ini sudah berdiri di samping mereka berdua.
"Jay, si Pita teh takut kalau kamu marah kayak gini."
"Kapan aku bilang begitu?" Celetuk Pita.
"Tadi." Wira menoleh ke Ajay, sudut bibirnya seketika tertarik melihat perubahan ekspresi yang ditunjukan sahabatnya itu.
"Hmm... beneran, Pit?" Tanya Ajay yang tak kuasa menahan rasa senangnya.
Pita menoleh ke Wira. Pita paham, itu hanyalah akal-akalan Wira saja. Padahal, Pita tidak pernah bilang seperti itu. Tapi, daripada harus melihat wajah mengerikan Ajay ketika sedang marah, lebih baik Pita mengikuti Wira saja.
"Iya Jay. Kamu seram kalau lagi marah. Udah ya, jangan marah lagi. Aku yakin mereka gak akan berani lagi ngomong kayak gitu." Pita menjeda kalimatnya dan menatap intens Ajay, "makasih, Jay. Kamu udah bantuin aku."
Sepertinya cara Wira berhasil, terbukti saat ini Ajay sudah tersenyum kembali setelah mendengar ucapan Pita.
"Gak perlu bilang makasih segala, Pit. Aku pasti bakal selalu lindungi kamu begitu juga dengan Wira, ya kan, Wir?"
"Iya."
***
"Sini, Pit, sepedanya biar aku tuntun sampai pemberhentian bus," ucap Ajay yang memegang stang sepeda putih milik Pita.
Pita, gadis yang murah senyum itu tentu menampilkan senyuman cantiknya kepada Ajay. "Dengan senang hati."
Dua sekawan dan Pita saat ini sedang menuju halte bus. Pita akan menggunakan sepedanya untuk ke rumah Ajay, sementara dua sekawan akan menaiki bus.
Setelah berjalan selama 3 menit, mereka bertiga tiba di halte. Tentunya di sana sudah banyak anak sekolah yang akan menaiki bus.
"Kamu sama Pita aja, Jay. Biar saya naik bus."
"Jangan! Kamu mau kabur, kan?"
Wira menghela nafasnya. "Kamu itu gak percaya bener ya sama saya?"
Pita memancingkan matanya menatap Wira yang sedang menenteng tasnya.
"Matanya biasa aja atuh, kamu bukannya seram malah ngegemesin," ucap Ajay yang mengusap gemas wajah Pita.
Sedangkan, Pita mempoutkan bibirnya menatap Ajay. Di sisi lain, Wira terus memperhatikan kedua temannya itu, lalu bibirnya terlihat sedikit tersinggung saat ia menoleh ke sembarang arah.
"Ya udah saya duluan! Nanti saya ke rumah Ajay," ucap Wira yang langsung naik ke dalam bus.
"Jangan kabur kamu, Wira!" Teriak Pita.
Mereka bertiga pun berpencar. Di dalam bus itu, banyak pasangan remaja yang sedang pulang bersama, Wira memilih untuk mengalihkan atensinya ke arah luar jendela. Di umurnya yang menginjak 17 tahun, berpacaran adalah hal yang sudah biasa. Tetapi, Wira sama sekali tidak tertarik. Baginya, dua wanita di kehidupannya sudah sangat membuat ia bahagia. Jadi, Wira tidak membutuhkan wanita lain.
Beda halnya dengan Ajay, kedua lesung pipinya terpancar sempurna saat ia menggonceng Pita. Kedua orang yang berstatus sebagai teman itu terlihat sangat dekat. Pita bahkan tidak canggung memeluk Ajay dari belakang.
Sikap Ajay yang selalu lemah lembut kepadanya yang membuat Pita nyaman, sedangkan Mahawira? Cowok berstatus temannya itu, tidak bisa bersikap baik sama sekali. Wira orangnya sangat ceplas-ceplos, tidak memandang gender, bahkan terkadang ucapannya bisa menyakiti hati orang lain. Jika Wira tidak suka dengan seorang wanita, maka ia tidak segan untuk melontarkan kata-kata pahitnya. Pita dan Ajay sudah menjadi saksi bisu, betapa teganya Mahawira yang sering menolak wanita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Senja
Fantasy"Wira, kenapa suka Senja?" "Karena cantik." "Ih! bukan Senja aku, tapi itu, Senja di langit!" "Iya. Kalian sama-sama cantik. Aku suka." Mahawira Samudra, cowok berhati batu yang sama sekali tidak tertarik soal asmara. Wira terkenal sebagai jagoan da...