7. Murid Pindahan

24 2 0
                                    

Motor berwarna hitam abu-abu dan hitam maroon berjalan beriringan membelah jalanan Bandung pagi itu. Seragam putih abu-abu yang mereka kenakan menandakan bahwa kedua pria itu sedang menuju sekolahnya.

Kedua remaja itu asik menikmati cuaca pagi yang begitu sejuk. Mereka berdua terlihat sangat gagah dengan jaket kesayangannya masing-masing, Wira dengan jaket denimnya dan Ajay dengan jaket kulit hitam.

Atensi murid SMU Mandala tertuju kepada dua sekawan, begitu mereka memasuki lingkungan sekolah. Tak jarang pula mereka membuat hati para wanita itu berdebar. Padahal, Wira dan Ajay tidak suka tebar pesona. Ya... Begitulah nasib memiliki wajah yang tampan.

"Wira tampan sekali, ya."

"Ajay juga tidak kalah tampan."

"Aku teh mau deketin dua sekawan, kumaha carana?"
*kumaha carana? : Gimana caranya?

"Hahaha... Kamu teh yakin? Wanita secantik Kinan saja tidak berhasil mendapatkan hati Wira. Dan Ajay? walaupun dia ramah kepada siapapun, tapi sepertinya dia sudah memiliki wanita di hatinya."

"Huh... Andai mereka bisa mudah untuk didekati."

"Jika itu terjadi, pasti aku maju paling depan untuk mendapatkan dua sekawan."

Seorang wanita terus saja mendengarkan obrolan beberapa wanita yang berada di depannya. Ia terlihat anggun dengan rambutnya yang terurai bebas, menampilkan aura feminim dan lembut dari wajah dan penampilannya.

Serasa tidak akan mendapatkan apa yang ia harapkan, wanita yang memiliki tahi lalat di hidung itu lantas berbelok ke kanan. Ia sejenak terdiam di posisinya, melihat sekeliling yang tampak sangat asing. Tetapi, ruangan yang dicarinya tak kunjung ia temukan.

"Aku tanya ke mereka aja deh.".

Baru juga melangkahkan kakinya, seseorang dari dalam kelas tiba-tiba menabrak dirinya. Untung saja, pria yang menabraknya itu memiliki refleks yang sangat baik, terbukti saat ini ia sudah menahan tubuh gadis itu agar tidak terjatuh.

Pandangan mereka saling menatap satu sama lainnya. Dan... dalam hitungan detik, tubuh pria itu tiba-tiba terjatuh.

"Kamu!" Gadis itu memundurkan langkahnya. Menatap tak suka kepada pria yang saat ini sedang dibantu berdiri oleh temannya, "ngapain kamu meluk-meluk aku?"

"Pede sekali! Denger ya, kalo saya nggak nahan kamu, kamu pasti udah jatuh. Bukannya bilang terima kasih, malah ngedorong orang."

"Dia kan pembully yang kemarin aku lihat. Ah... aku apes banget, sih. Kenapa juga harus satu sekolah sama dia? semoga aja deh gak satu kelas," batin gadis itu.

"Hey! Kenapa kamu melamun?" Tanya pria yang lebih jangkung.

Gadis itu menurunkan pandangannya ke sebuah nametag pria jangkung yang bertuliskan Adhi Wijaya.

"Kamu anak pindahan, ya?" Tanyanya, lagi.

Gadis itu mengangguk. "Iya, aku lagi cari ruang kepala sekolah."

"Oh.. kalau gitu kamu ikut kami aja, biar kami antar ke ruang Kepsek."

Pria yang terjatuh tak lain adalah Wira. Ia sejak tadi memperhatikan gadis itu. Matanya seketika berpaling ke sembarang arah begitu gadis pindahan itu melirik ke arahnya. Mereka bertiga beranjak menuju ruang kepala sekolah.

"Terima kasih udah mau mengantarkan aku."

"Iya, sama-sama. Kalo begitu kami pergi dulu," ucap Ajay.

Gadis itu menganggukkan kepalanya. Wira dan Ajay pun kembali ke kelasnya. Tidak lama dari itu, terdengar lonceng yang menandakan akan memasuki pelajaran pertama.

Lentera Senja Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang