24. Saran dari Junet

18 3 0
                                    

Siang itu, seperti biasa Warung Kabayan selalu dipenuhi oleh murid SMA. Beberapa orang terlihat sedang menyantap mie instan, ada yang sedang mengobrol santai sambil minum kopi, ada pula yang sedang bermain ular tangga. Di tengah kerumunan itu, terlihat beberapa orang sedang duduk melingkar. Mereka semua tampak serius berdiskusi.

"Katanya teh mereka bawa geng mahasiswa," ucap salah satu teman Junet yang duduk di samping Wira.

Kedua geng itu kumpul kembali, walaupun Wira dan Ajay sedang tidak saling tegor, tetapi mereka masih terlihat bersama di gengnya, tentunya karena Tatang dan Jalu yang memaksa dua sekawan.

"Salah satu dari mereka ngajak abang sepupunya, karena dia tau kalo lawan Mandala mereka pasti akan K.O," jelas Junet.

Wira menghembuskan asap rokoknya, dengan santainya ia berkata, "yaudah, hadepin aja."

"Mereka bukan tandingan kita, gila! Gue udah liat sendiri gimane bentukan sepupunya itu. Gede kayak preman pasar," protes Junet, ia menjeda kalimatnya, terlihat memikirkan sesuatu lalu kembali menoleh ke Wira. "Gimana kalo lu minta tolong ke kawan lu yang ketua geng motor itu?"

Wira berdecak, sepertinya Junet masih meremehkan keahliannya. "Logika aja, Net. Saya bisa ngalahin Bang Kus, berarti saya jauh lebih jago dari dia dong, terus ngapain minta tolong ke dia?"

"Wah.. bisa-bisanya lu masih pamer di situasi kayak gini!" Pekik Junet yang memanas seperti cacing kepanasan.

Wira sama Junet tuh emang nggak bisa akur, dah.

"Makan dulu tahu buntingnya, Net, biar nggak emosi," ucap Ajay mencairkan suasana dengan memberikan tahu bunting ke Junet.

"Cebe, Jay."

Ajay pun memberikan cabe ke pria kurus itu.

"Buat kesepakatan dulu atuh, abis itu baru kita bergerak." Tatang pun ikut mengeluarkan suaranya.

Sepanjang diskusi, Ajay hanya terdiam, mendengarkan, sambil mengetukkan jarinya di pelipis. Di saat seperti ini, Ajay selalu mengatur strategi yang baik. Ia tidak ingin bertindak gegabah seperti Wira yang menyelesaikan setiap masalah dengan emosinya.

"Jay! Jangan diam aja atuh, kamu teh ada ide nggak?" Protes Jalu yang melihat Ajay anteng, beda halnya dengan Wira dan Junet yang terlihat menggebu-gebu.

"Lebih baik kita cari Komar dulu, deh. Percuma kita diskusi di sini tanpa ada dia," ucap Ajay.

"Si Komar pasti lagi ngumpet! Ngeselin juga tuh anak! Bukannya datengin kita, malah kagak keliatan batang idungnya," geram Junet.

Atas solusi Ajay, Junet pun memerintahkan teman-temannya untuk mencari Komar. Ajay berdiri lalu beranjak keluar warung. Pria genter itu duduk di teras, ia menyenderkan pundak lebarnya, memejamkan matanya dan memijat pangkal hidungnya.

Junet menghela nafasnya ketika melihat Ajay seperti itu. Ia pun duduk di samping Ajay.

"Ademin dulu tuh kepala lu," ucap Junet yang meletakkan segelas es teh.

Mendengar itu, Ajay membuka matanya dan menoleh ke samping. "Makasih, Net."

Lagi, pria betawi itu menghela nafasnya kasar. "Kalian buat gue prustasi!"

"Frustasi."

"Iye, sama aje. Itu maksud gue."

Ajay tertawa. Setidaknya musuh sahabatnya itu ada gunanya juga.

"Sial! Padahal gue nggak suka ikut campur urusan orang laen."

"Hah? Kamu ngomong apa, Net?"

"Kagak."

Lentera Senja Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang