29. Hari Pernikahan & Kebenaran

26 5 0
                                    

Semua warga sudah hadir di lapangan desa. Wira menggunakan kemeja putih dengan dasi yang sudah bertengger di lehernya, dibalut jas hitam yang semakin menambah karismanya. Dan, Senja memakai gaun warna putih gading beraksen kerut di lengan dengan topi wedding veil panjang yang menghiasi kepalanya. Tak lupa sarung tangan putih yang ia gunakan.

Senja dengan membawa bunga yang senada dengan bajunya berjalan menuju Wira

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senja dengan membawa bunga yang senada dengan bajunya berjalan menuju Wira. Di depannya Wira menatap penuh haru. Air matanya bahkan sudah tidak bisa ia tahan, ketika melihat wanita yang sangat ia cintai perlahan maju mendekatinya. Tepat di hadapannya, Wira menangis yang membuat para warga ikut terharu. Akhirnya, Wira mendapatkan kebahagiaan seutuhnya.

Lalu, Wira menengadahkan satu tangan kanannya dan disambut oleh Senja. Keduanya pun berjalan menuju pelaminan, bersamaan dengan riuh tepuk tangan para tamu undangan yang meramaikan acara sakral itu.

Semua orang bergembira menyambut pengantin baru itu.

Berakhir sudah perjuangan Senjani untuk mendapatkan Wira.

Hari ini, Senja berhasil menjadi milik Samudra seutuhnya.

Di pelaminan itu, Senja tampak mencari sesuatu dan raut wajahnya berubah ketika ia tidak menemukan orang yang dicarinya. Melihat itu, Wira menggenggam tangan Senja.

"Mereka beneran nggak dateng," lirihnya.

"Enggak papa, jangan sedih, ya. Kan, di sini masih banyak yang sayang sama kamu. Liatlah, orang tuanya Pita bahkan mau berdiri di pelaminan ini untuk menyambut tamu kita, itu artinya mereka sayang sama kamu."

Senjani menampilkan senyumannya. Apa yang dikatakan Wira memang benar, tapi biar gimana pun ada rasa sedih di dirinya. Seharusnya yang ada di sampingnya adalah kedua orang tuanya, tapi mereka digantikan oleh orang tua Pita dan dari pihak Wira, ada Nek Esih dan Abah Dahlan yang mewakilkan abahnya.

Tak jarang pula mereka mendengar bisik-bisik yang membicarakan keluarga Senja, namun, Wira mah tidak ambil pusing, tetapi Senja selalu menundukkan kepalanya jika mendengar omongan orang lain. Senja merasa sudah mempermalukan keluarga Wira.

Acara pun berjalan lancar. Banyak tamu yang datang dan memberikan doanya pada pengantin baru itu.

"Andai Sari ada di sini, dia pasti terharu menyaksikan putranya menikah. Sari sangat menantikan hari ini, tapi dia--"

Ratna menjeda kalimatnya ketika buliran bening dari matanya terjatuh.

"Sudahlah, Bu. Tidak enak kalo didengar Wira atau Ambu Esih," ucap Dahlan.

"Aku juga udah berusaha melupakan hari itu, Bah, tapi, nggak bisa. Seharusnya Sari teh ada di disini, seharusnya dia yang ada di pelaminan menemani Wira." Ratri menyeka air matanya secara kasar, menatap sang suami yang saat ini sedang duduk di sampingnya. "Aku tidak bisa menyimpan rahasia ini lebih lama lagi. Ayo kita kasih tahu Wira."

"Kamu udah gila, Ratri. Jangan hancurkan hari kebahagiaannya!" Seru Dahlan.

"Siapa yang mau menghancurkan kebahagiaannya? Aku tahu, Wira pasti akan kecewa dan sakit hati, tapi dia harus tahu kebenaran dari kematian ibunya. Sari teh meninggal secara tidak adil, Bah! Kamu lupa bagaimana Pak Arsen saat itu? Dia sudah tahu menabrak Sari, tapi dia malah kabur begitu aja. Ayahnya Senja lah penyebab kematian Sari!" Pekik Ratri yang sudah terbawa emosi.

Lentera Senja Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang