"Perasaan aneh apa ini?"
Pandangan mereka berdua bertemu saat Senja tidak sengaja menoleh ke Wira. Senja tersenyum lebar dan melambaikan tangannya, tetapi tidak ada respon dari cowok bermata sipit itu. Wira masih memandangi Senja dengan wajah lempengnya.
Merasa diabaikan, Senja pun beranjak mendekati Wira dan menarik pelan lengan kirinya. "Kukang! Ayok ikutan."
Wira menggeleng, tanda tidak mau mengikuti ucapan gadis itu. Ketika ingin memaksa Wira, namun tiba-tiba saja Pita berteriak. Wira dan Senja kompak menoleh. Mereka melihat Ajay saat ini sudah terduduk di tepi sungai. Pita yang semula panik seketika berubah menertawai Ajay, setelah melihat ekspresi memelas cowok genter itu.
Wira dan Senja pun ikut menertawakan Ajay. Bahkan, Wira sempat-sempatnya mengejek sahabatnya itu.
"Makanya jangan petakilan! Kapok kan kamu, Jay!"
"Hahaha...."
Pita yang berdiri tidak jauh dari Ajay lantas mendekati pria itu dan membantunya berdiri.
"Aku teh tadi udah bilang hati-hati, kamu sih malah lari-larian." Pita masih terlihat tidak bisa menahan tawanya.
"Namanya juga bocah, Pit," sahut Wira yang lalu turun dari batu besar itu. "Mending kita pulang, udah sore."
"Siapa juga yang bocah, Wira teh anak edan! nggak bisa bedain bocah sama remaja. Kalo bocah itu si Ijang sama Ceceng, bukannya saya," gerutu Ajay, yang tentunya membuat ketiga temannya cekikikan.
Mereka pun setuju dengan ucapan Wira. Ajay dan Pita lebih dulu naik ke atas, yang disusul Wira. Di saat mereka menapaki bebatuan, Wira menoleh ke belakang dan mengulurkan tangan kanannya.
"Licin."
Senja mengangguk dan menerima uluran tangan Wira, lalu Wira kembali melihat ke depan. Tangannya masih menggenggam tangan kanan Senja.
Senja memegang pipi kirinya, ia merasa ada sensasi berkelepak di dadanya, ia berusaha menahan senyumannya. Senja merasakan sepertinya ada kupu-kupu di dalam perutnya itu. Tidak tahu mengapa tindakan Wira selalu saja membuatnya salah tingkah. Senja rasa Wira itu tipekal pria yang sangat menjaga kekasihnya. Sungguh beruntung wanita yang akan menjadi pasangannya kelak.
"Kalian pulangnya gimana? Mau diantar?" Tanya Ajay.
"Boleh, aku juga nggak bawa sepeda."
Ajay mengangguk lalu menoleh ke Senja. "Kalo kamu gimana, Senja? Dijemput?"
"Iya, Jay."
"Wir, kamu anterin Pita, ya," pinta Ajay, lantas membuat Pita menyunggingkan senyumannya.
"Saya? Kenapa nggak kamu aja?"
"Pakaian saya teh basah kayak gini, nanti yang ada saya masuk angin." Ajay beralasan agar Wira mau mengantarkan Pita, walau sebenarnya dia sendiri ingin mengantarkan Pita pulang. (Ijo neon sekali sih Mas genter ini)
Wira berusaha mencari alasan lain agar Ajay lah yang mengantarkan Pita. Wira melirik Senja yang sedang menghubungi supirnya. "Terus Senja bagaimana?"
"Biar saya yang nemenin Senja, lagian supirnya Senja pasti jemputnya di rumah saya."
Sial!
Wira sudah tidak bisa memberikan alasan lagi. "Yaudah."
Akhirnya, Pita bisa merasakan dibonceng Wira. Selama dua sekawan punya motor, Pita tidak pernah merasakan dibonceng Wira, bahkan dibonceng dengan sepeda miliknya saja, jarang.
Mereka terlihat sudah duduk di motornya. Senja sesekali melirik ke arah motor Wira, lalu menghela nafasnya. Sesampainya di pertigaan, kedua motor itu melaju berlawanan arah. Ajay belok ke kiri sementara Wira lurus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Senja
Fantasy"Wira, kenapa suka Senja?" "Karena cantik." "Ih! bukan Senja aku, tapi itu, Senja di langit!" "Iya. Kalian sama-sama cantik. Aku suka." Mahawira Samudra, cowok berhati batu yang sama sekali tidak tertarik soal asmara. Wira terkenal sebagai jagoan da...