22. Mulai Renggang

14 4 0
                                    

"Melupakan seseorang secara terpaksa adalah hal yang paling menyakitkan. Aku masih sangat mencintainya, dan aku masih sangat menginginkannya, tapi aku menerima keputusannya untuk pergi jauh dariku, agar ia bertemu pria yang lebih baik dariku." -Mahawira Samudra

" -Mahawira Samudra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Malam itu, hujan perlahan mulai turun, tetapi pria itu masih berdiri di depan gerbang berwarna biru, menatap ke dalam rumah yang sudah terlihat sepi. Saat ini, ia tidak memiliki keberanian untuk menemui sahabatnya. Ajay hanya bisa memandangi rumah Wira. Apa yang harus ia jelaskan ke Wira, kalau dirinya saja terkejut akan perjodohan tiba-tiba itu.

Tidak. Ajay tidak bisa diam saja. Ia tidak ingin jika persahabatannya hancur. Ajay tahu benar bagaimana perasaan Wira terhadap Senja. Dan, Ajay pun hanya mencintai Pita. Tentu, ia akan menentang perjodohan itu.

Di sisi lain, di kediaman Senjani.

"Ayah, aku nggak mau dijodohin."

Kalimat Senja membuat langkah Arsen terhenti. Ia menoleh ke belakang, di mana Senja masih berdiri menatapnya.

"Kamu harus terima perjodohan ini."

"Tapi, Yah, aku--"

"Tidak ada penolakan. Kamu sudah berjanji kan ke Ayah."

"Itu kan Ayah bilangnya cuma makan malam doang. Dan, kenapa Ayah nggak nanya pendapat aku dulu? Kenapa Ayah langsung mau ngejodohin aku kayak gitu? Pokoknya aku nggak mau!"

Arsen menghela nafas dan mengusap wajahnya kasar. "Apa semua ini karena anak miskin itu?"

"Ayah! Dia punya nama, dan namanya Mahawira Samudra!" Pekik Senjani yang tentu membuat Arsen maupun Delima terkejut.

"Pelankan suaramu, Senja. Kenapa kamu--"

"Lihat! Lihatlah apa yang sudah anak itu perbuat kepada kamu!" Ucap Arsen dengan rahang yang mengeras.

Senja menunduk.

"Kamu jadi anak pembangkang, Senjani! Kamu sadar apa tidak? Kamu berani melawan guru, bolos sekolah dan bohongin Ibu kamu, sekarang kamu berani bentak Ayah seperti itu!!"

Lagi, Senja hanya menunduk. Ia melihat kakinya, namun perlahan buliran bening dari matanya jatuh membasahi kakinya.

"Kamu pilih perjodohan itu, atau kita pindah dari kota ini."

Mendengar itu, Senja lantas menoleh ke Ayahnya. Pilihan macam apa itu? Itu bukanlah pilihan, tetapi hanya akan menyiksa Senja.

"Kalau kamu terima perjodohan itu, Ayah tidak akan mengekang kamu lagi, kamu bebas pergi kemanapun asal bersama Ajay, calon tunanganmu."

Senja mengepalkan kedua telapak tangannya. Matanya melotot, rahangnya mengetat, hidungnya kembang-kempis. "Aku benci Ayah!"

Setelah mengucapkan kalimatnya, Senja melengos begitu saja. Meninggalkan percakapan yang belum usai. Gadis itu menangis sejadi-jadinya. Melempar semua barang yang ia lihat.

Lentera Senja Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang