12. Perasaan Aneh?

17 3 0
                                    

Akhir bulan pun tiba, sudah sebulan Senja bersekolah di SMU Mandala. Sifatnya yang ramah dan mudah berbaur, membuat gadis itu sudah memiliki banyak teman. Bahkan Senja sudah terlihat dekat dengan anggota geng dua sekawan. Senjani berhasil membuat siswi satu sekolahan iri kepadanya.

Seharusnya hari ini mereka pergi ke kota untuk merayakan anggota baru Terang Bulan Band. Tetapi, karena Wira ingin membantu pekerjaan Ibunya, ia memilih untuk tidak ikut. Sekarang pun dia sudah terlihat di sawah milik orang tuanya.

"Istirahat dulu, Nak."

"Sakedap deui, Ambu."
*Sakedap deui = sebentar lagi

"Sudah atuh, kasep. Ini teh mataharinya terik sekali, nanti kamu pingsan," timpal Nek Esih.

Wira menoleh dan menampilkan senyumannya. "Wira teh bukan anak kecil, Nek. Jadi, nggak mungkin pingsan."

Walau siang itu matahari teramat terik, ternyata tidak memudarkan semangat di diri Wira. Walau Ibu dan Neneknya sudah menyuruhnya untuk beristirahat, tetapi ia tetap melanjutkan pekerjaannya. Jika sudah berkata maka ia akan lakukan sampai selesai. Ya... begitulah Wira dan sifat keras kepalanya.

Wira mengelap keringat yang bercucuran dengan handuk kecilnya yang sudah bergelantungan di lehernya. Ia menatap sawah milik Ayahnya, walau tidak begitu luas seperti yang lain, tetapi sawah inilah sumber penghasilan satu-satunya keluarga Wira.

"Jadi, Wira nggak mau ikut karena bantuin kerjaan Ambunya?"

Ajay hanya menganggukkan kepalanya. Tetapan ketiganya fokus ke Wira yang saat ini sedang bekerja. Senja menatap iba, masih teringat jelas di pikirannya tentang Wira yang menahan tangisnya saat itu.

"Senja! Ayok," ajak Pita yang membuyarkan lamunan Senja.

Ketiganya pun beranjak mendekati Wira yang berada tidak jauh dari saungnya.

"Hati-hati ya, licin," ucap Ajay.

Kedua gadis yang berjalan di belakang Ajay berjalan perlahan-lahan. Sampai akhirnya mereka tiba di belakang Wira.

"Wir!" Teriak Ajay.

"Kungkang!" jerit Senja.

"Wira! Kita di sini." Pita juga ikut berteriak.

Wira menoleh ke belakang dan mendapati ketiga orang itu sedang tersenyum menatapnya.

"Kalian?"

Wira beranjak menuju teman-temannya. Seluruh pakaiannya sudah terlihat kotor. Sesampainya di depan mereka, Ajay mengulurkan tangannya, dan Wira pun menerima uluran tangan itu, lalu sekarang sudah berdiri tepat di samping mereka.

"Tadaaaaaa! Kita bawain ini," ucap Pita menunjukkan kantong putih yang sejak tadi ia tenteng.

Wira menatap heran ketiga temannya.

"Kita sengaja punya ide buat beli makanan dan kita2 rayakan aja di gubuk ladang kamu," ucap Ajay yang menepuk pundak Wira.

"Apa nggak papa ngerayainnya di sini? Seharusnya kan kalian bisa bersenang-senang di kota."

"Di sini jauh lebih menyenangkan. Soalnya aku baru pertama kali ke sawah," sahut Senja yang menatap sekelilingnya.

Pita merangkul Senja dan ikut melihat sekitaran sawah. "Kalo sekarang masih panas-panasnya, Senja. Nanti deh agak sorean, di sini adem banget tau."

"Iya tah, Pit? Wuahh... kalo gitu kita di sini sampe sore aja ya!" Ucap Senja sangat antusias, pasalnya ketika ia tinggal di Jakarta, ia jarang keluar rumah, dan semenjak berada di sini Senja jadi bisa leluasa keluar rumah, tentunya tanpa sepengetahuan sang Ayah.

Lentera Senja Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang