"Ajay!"
"Hah? Apa? Kamu bilang apa, Wir?"
"Eh, kamu mah malah melamun! Kamu denger gak cerita saya?"
Ajay menganggukan kepalanya. "Soal anak Merpati, ya? Saya mau ikutan juga."
Pita sontak menoleh ke Ajay dan meyenggol lenggannya. "Kamu kenapa jadi ikutan juga sih, Jay?"
Ajay berharap mendapatkan ekspresi yang Pita tunjukkan ke Wira, tetapi sepertinya harapannya sia-sia. Wajah Pita bahkan terlihat kesal karena ucapannya tadi.
Pria genter itu memegang kedua bahu pita. "Apa yang dibilang Wira bener, Pit. Aku juga gak bisa tinggal diam. Awalnya memang aku gak mau ikutan, tapi setelah tau ada wanita yang gak dapet keadilan, aku juga mau bantu mereka."
Gadis berambut gelombang itu hanya bisa menghela nafasnya. Percuma, panjang lebar ia menasehati kedua temannya soal tawuran, pasti tidak akan ada yang mau mendengarkannya. Sebagai sesama wanita, Pita bisa merasakan bagaimana perasaan wanita itu, tetapi, di sisi lain ia juga tidak ingin jika teman-temannya terlibat masalah.
"Kalian tawuran di mana? Tempat biasa, ya?" Tanya Pita.
"Enggak! Kamu gak boleh ada di sana, Pit."
"Aku cuma mau lihat kalian dari jauh, aku janji, Jay. Aku khawatir kalian bakal kenapa-napa."
"Pita... justru yang ada aku bakal gak fokus kalau kamu ada di sana. Lagian, ini bukan pertama kalinya aku dan Wira tawuran, kan? Nurut ya, jangan pergi ke sana?"
Pita menundukkan kepalanya. Kali ini, ia sudah tidak bisa berdebat lagi. "Iya deh."
Sedangkan Wira hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat interaksi Ajay dan Pita.
"Yaudah, saya mau pulang."
"Tunggu, Wira. Aku juga mau pulang."
Dengan cepat Pita membereskan buku-bukunya. "Jay, aku pulang dulu, ya."
"Iya, Pit. Hati-hati."
Mereka bertiga pun beranjak menuju halaman rumah Ajay.
"Wir, bonceng aku, ya."
"Rumah kita kan gak searah."
"Gak papa, aku anterin kamu dulu."
"Pita, rumah saya deket dari sini. Tuh, di belakang sana udah sampai rumah saya."
"Yaudah atuh Wir, gak papa boncengin Pita dulu sampai depan rumah kamu. Kan lumayan, kamu gak perlu jalan kaki." Ajay menimpali.
Wira menoleh ke arah Pita yang sudah senyum menampilkan eye smilenya. Tanpa bicara lagi, Wira menaiki sepeda Pita dan diikuti Pita yang duduk di belakangnya.
"Kita pamit, Jay."
"Hati-hati."
Ajay terus memperhatikan Pita dan Wira sampai ia berjalan keluar gerbang hanya sekedar melihat mereka berdua.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Senja
Fantasy"Wira, kenapa suka Senja?" "Karena cantik." "Ih! bukan Senja aku, tapi itu, Senja di langit!" "Iya. Kalian sama-sama cantik. Aku suka." Mahawira Samudra, cowok berhati batu yang sama sekali tidak tertarik soal asmara. Wira terkenal sebagai jagoan da...