"Lepasin nggak?!"
"Enggak! Lo dulu!!"
"Biruuuuu! Rambut gue rontok!!"
"Makanya lo duluan yang lepasin!"
"Ogah!"
"Yaudah gini deh, dalam hitungan ketiga kita sama-sama lepasin, ya. Satu.. dua.."
Gedebug!
"Akh!! Sakittttt, anjing!!"
Mahawira yang sedang berkutat dengan pekerjaannya di dapur lantas berteriak,"tong kitu atuh kasep, bahasanya kasar betul."
*tong kitu atuh kasep: Jangan begitu dong gantengNamun, tidak ada sahutan. Wira kini sudah terbiasa mendengar suara kegaduhan seperti itu. Padahal waktu masih pukul 7 pagi, tetapi si kembar sudah ribut saja. Kali ini entah apa yang diributkan.
Saat Wira sedang mengaduk sup buatannya, ia mendadak menghentikan aktivitasnya. "Kunaon mereka teh pada diam? Duh, ada yang nggak beres."
*kunaon: kenapaWira segera mematikan kompor dan pergi menuju kamar Biru. Pintu yang bertuliskan "Kamar Biru" itu terbuka, menampilkan kedua anaknya yang saling melempar bantal dengan rambut yang sudah berantakan. Pria beranak dua itu menatap sekelilingnya, kamar bercat abu-abu muda itu terlihat sangat berantakan. Benda putih seperti kapuk berhamburan di seluruh lantai.
Si kembar lantas menoleh bersamaan, dilihatnya sang Ayah tampak frustasi. Keduanya pun cengengesan sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Biru duluan, Yah." Jingga Zenia Putri, wanita berambut panjang dengan warna kecoklatan itu terlihat menunjuk pria disampingnya.
Biru Zein Semesta, adik kembar Jingga pun tidak terima. "Jangan percaya, Yah. Jingga duluan yang mulai. Dia dateng-dateng mukul kepala Biru."
"Itu karena dia make kaos aku."
Biru menoleh cepat. Tidak bisa. Dia tidak bisa kalah dengan kembarannya itu. "Lo juga kan sering make kemeja gue, gantian lah, Jingga!"
"Masalahnya yang lo pake itu baru gue beli kemaren! Itu masih baru, Biruuuu!!!" Rengeknya. Gadis itu menghentakkan kakinya. Ia sangat kesal dengan Biru.
Dengan santainya, Biru mengedikkan bahu. "Mana gue tau kalo itu baru. Lagian nih ya, lo itu kan cewek, ngapain make kaos oversize punya cowok pula! Beli tuh baju feminim kayak cewek umumnya."
Oke. Biru semakin membuat Jingga darah tinggi.
"Suka-suka gue dong!! Kok lo malah ceramah," kesal Jingga menahan tangannya yang sudah meronta ingin mendarat di punggung Biru. Kalau saja tidak ada ayahnya, sudah dipastikan sang adik akan babak belur.
"Ckck! Dasar tomboy!!"
"Maling!!"
"Ehem!"
Mendengar dehaman sang Ayah lantas membuat si kembar kompak menunduk.
Wira menatap anak kembarnya itu dan berkata, "berhenti atuh Ayah teh liyer jadinya. Udah cukup berantemnya. Ayah tunggu di ruang makan. Sekarang!" Ucapnya dengan memberi penekanan pada pada kata terakhir.
Jingga dan Biru kompak menganggukkan kepalanya. "Iya, Ayah."
Wira tidak ambil pusing, karena kedua anaknya pasti sebentar lagi akan berbaikan sendiri tanpa bantuannya, itu sudah biasa. Langkah Wira terhenti ketika mendengar suara Jingga.
"Ru, hidung lo berdarah," ucapnya yang panik dan segera mencari tisu. Karena kamar Biru sudah sangat berantakan, Jingga pun mengubrak-abrik apapun yang dilihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Senja
Fantasy"Wira, kenapa suka Senja?" "Karena cantik." "Ih! bukan Senja aku, tapi itu, Senja di langit!" "Iya. Kalian sama-sama cantik. Aku suka." Mahawira Samudra, cowok berhati batu yang sama sekali tidak tertarik soal asmara. Wira terkenal sebagai jagoan da...