"Selama 17 tahun aku berlindung di bawah doa ibuku. Tapi, hari ini Tuhan mengambil ibuku, lantas aku harus berlindung di bawah doa siapa? -Mahawira Samudra
***
"Abah bercanda, ya? Ambu nggak mungkin tega ninggalin Wira."
"Wira... Cucu nenek yang malang," lirih Nek Esih menatap sang cucu.
Wira masih menggelengkan kepalanya. Dia tidak mau menerima kenyataan ini.
Apa ini? Tadi pagi saja Sari masih tersenyum padanya, Sari masih merapihkan pakaiannya, masa tiba-tiba Sari pergi. Tidak mungkin! Ini semua pasti hanya mimpi. Iya, Wira pasti sedang bermimpi.
Abah Dahlan mendekati Wira dan memeluknya. "Temui Ambumu untuk terakhir kalinya, Nak," ucapnya sambil merangkul Wira dan membawanya masuk ke ruangan.
Wira terdiam memandangi seseorang di hadapannya yang sudah tertutup kain putih. Abah Dahlan pun membuka kain putih itu yang membuat Wira oleng.
"Wir." Ajay dengan sigap menahan tubuh Wira yang hampir terjatuh.
Kaki Wira mendadak lemas, ia menatap wajah Ibunya yang sekarang sudah berubah menjadi pucat.
Sedetik.
Dua detik.
Tiga detik berlalu dan tangisannya pun pecah. Wira memeluk tubuh Ibunya. Menangis histeris di pelukan sang Ibu yang sudah pergi.
Di sisi lain, Senja mulai sadar. Di ruangan itu, hanya ada dirinya. Senja melihat sekelilingnya, tetapi dia tidak menemukan Wira.
"Samudra," lirihnya.
Namun tidak ada sahutan. "Kenapa kamu pergi lagi? Kamu udah janji untuk selalu ada di samping aku."
Rasa kecewa itu kembali muncul.
"Kamu pembohong, Samudra."
"Wira nggak bohong, Senja," ucap seseorang yang baru tiba di ruangan itu.
Senja menoleh dan melihat Kinan. Wajah wanita mungil itu sudah sembab. Dia mendekati Senja. Matanya pun mulai terasa panas kembali.
"Sejak di lokasi itu sampai kamu ditangani dokter, Wira selalu di sisi kamu, dia bahkan nggak ngobatin lukanya."
"Terus sekarang dia di mana, Kak?"
Pertanyaan Senja membuatnya kembali meneteskan air mata.
"Lho, Kak Kinan kok malah nangis?"
"Wira, Nja. Apa yang harus kita lakukan untuk Wira? Wira kasian sekali."
Senja baru sadar jika Kinan menggunakan pakaian serba hitam. Dia pun mulai panik terlebih lagi melihat Kinan menangis seperti itu. "Samudra kenapa, Kak?"
Kinan mengatur nafasnya yang tersendat. "Ambunya meninggal dunia."
Satu kalimat Kinan berhasil membuat air mata Senja turun. Kenyataan apa ini? Dirinya baru saja sadar tetapi sudah mendapatkan kabar buruk seperti ini.
Jika Senja saja merasakan sakit ketika mendengar berita itu, lalu bagaimana dengan Wira?
Bagaimana Wira mampu menghadapi kenyataan ini?
Senja melepas paksa infusannya yang membuat tangannya sedikit berdarah. Melihat itu, Kinan pun berdiri dan mencegah Senja yang sudah ingin bangun dari brankar rumah sakit.
"Kamu mau ke mana, Senja?"
"Lepasin aku, Kak Kinan. Aku mau ketemu Samudra."
"Iya, nanti kita temui dia, tapi sekarang kamu butuh istirahat. Kamu baru siuman. Luka kamu pun belum sembuh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Senja
Fantasy"Wira, kenapa suka Senja?" "Karena cantik." "Ih! bukan Senja aku, tapi itu, Senja di langit!" "Iya. Kalian sama-sama cantik. Aku suka." Mahawira Samudra, cowok berhati batu yang sama sekali tidak tertarik soal asmara. Wira terkenal sebagai jagoan da...