19. Radio Cinta

17 3 0
                                    

"Berikutnya ada lagu Kangen dari Dewa 19 nih, dikirim oleh kukang yang beralamat di Desa Cempaka. Katanya dikirim khusus buat wanita bawel yang beralamat di Gang Melati. Ucapannya, semoga malam ini dan seterusnya kamu memimpikan aku karena aku kangen kamu."

Ajay sontak memukul punggung Wira. Kedua manusia itu cekikikan, menertawakan kelakuannya sendiri.

Kirim-kirim salam di radio memang menjadi salah satu segmen yang paling ditunggu-tunggu para remaja kala itu. Kebanyakan dari mereka memilih cara itu agar pesannya bisa tersampaikan kepada gebetan atau kekasihnya. Seperti yang sudah dilakukan dua sekawan.

"Oke, teruntuk Aa Kukang sudah diputarkan ya lagunya. Nah, selanjutnya ada yang ngggak kalah menarik. Sepertinya kedua orang ini barengan nitip salam untuk gebetannya, nih. Berikut ini ada lagu Andai Dia Tahu dari Kahitna yang dikirim oleh pengagum rahasia beralamat di Desa Cempaka, juga. Lagu ini untuk gadis penyendiri. Ucapannya, semoga kamu bisa segera menyadari perasaanku. Selamat mendengarkan!"

Tuhan yakinkan dia tuk jatuh cinta
Hanya untukku... Andai dia tahu.

Masih dengan kisah cinta tak terbalas. Seandainya Pita tahu apa yang Ajay rasakan. Pasti akan indah seperti kisah Wira-Senja, bukan?

"Semangat! Tegakkan pundak kamu, Jay. Saya teh yakin kamu pasti bisa dapatkan hati Pita," sahut Wira merangkul sahabatnya itu.

"Saya nggak berharap lebih, Wir. Liat dia bahagia aja saya udah senang."

"Apa-apaan... Kamu teh lelaki! Harus berani memperjuangkan perasaan kamu sendiri," balasnya yang lalu merebahkan diri di teras rumahnya. "Bukannya kamu sendiri yang nyuruh saya buat ungkapin perasaan saya ke Senja sebelum dia menjauh? Berarti kamu harus lakuin hal yang sama juga."

"Keadaan kita beda, Wira. Senja memang suka sama kamu, sedangkan Pita suka sama lelaki lain. Saya pasti nggak akan bisa dapat hatinya."

Wira melihat keputusan di sorot mata sahabatnya, lantas ia mengubah posisinya dan langsung memegangi kepala Ajay.

"Saha eta? Keluar! Kamu teh bukan sahabat saya!"

Dengan cepat Ajay melepaskan tangan Wira dari kepalanya. Bulu kuduknya mendadak berdiri. Bisa-bisanya Wira bercanda seperti itu di malam hari kayak gini.

Cowok genter itu menoyor kepala Wira. "Sinting kamu mah Wira! Saya teh merinding!!"

"Wkwkwkw.... Kamu masih penakut aja!"

"Auah.. saya mau pulang."

"Ajay awas di belakang kamu."

Bugh

"Akh!"

"Rasain hahaha!"

Setelah puas menimpuk kerikil ke Wira, Ajay pun mendadak kabur begitu saja sambil tertawa kemenangan.

***

Drum dipukul kencang.

Suara dentingan piano terdengar syahdu.

Petikan gitar akustik mengalun pelan.

Disusul suara merdu seorang wanita.

Alunan musik itu saling bertubrukan.

Semuanya terjadi di dalam ruangan minimalis yang biasa mereka sebut basecamp dua sekawan.

Di tengah keramaian itu, Wira masih duduk santai di sofa ujung ruangan itu. Matanya terpejam. Ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada, punggungnya ia senderkan di sofa. Sudah sekitar 20 menitan ia seperti itu.

Lentera Senja Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang