Bagian - 1

871 110 9
                                    

"Polisi tadi juga ganteng, Dok!" Bisik Ninis, seorang perawat yang mendampinginya selama ini, setelah keduanya sampai di ruang praktek spesialis jantung. "Tatapannya ke Dokter Dara itu loh, bikin jiwa-jiwa jomloku meronta-ronta. Fisiknya benar-benar sempurna. Badannya keker, Dok."

"Ninis, kamu ini ngomongnya!" Tegur Dara. "Hati-hati sampai kedengeran Gab, bisa dikira aku ada main sama dia nanti!"

"Habisnya Dokter Gabriel nggak buru-buru ngelamar sih! Anak orang kok dianggurin sampai bertahun-tahun." Sahut Ninis yang selalu memiliki seribu satu kalimat untuk menjawabnya. "Duh, aku masih kebayang-barang sorot mata polisi tadi yang bikin meleleh. Bola matanya indah banget, nggak perlu pakai softlens warnanya sudah cokelat. Kalau Tina yang lihat, pasti sudah kencing-kencing itu tante girang!" Ninis menyebutkan nama rekan perawat yang sudah berstatus janda dan terkenal genit pada laki-laki.

Berbicara soal Gabriel, kekasih Dara yang sekarang memasuki tahun ke tujuh. Keduanya dipertemukan di rumah sakit ini saat sama-sama menjadi dokter muda yang bertugas di UGD. Awal mula kedekatan itu terjalin dan keduanya akhirnya memutuskan berpacaran. Banyak hal yang sudah dilalui Dara bersama Gabriel, termasuk saat mengambil pendidikan spesialis di kampus yang sama.

"Dokter Gab kelamaan!" Celetuk Ninis sambil membereskan berkas-berkas pasien yang baru saja diperiksa. "Mending sama polisi bermata almond tadi, Dok."

Sebenarnya bukan Gabriel tidak menginginkan hubungan keduanya bisa segera diresmikan. Akan tetapi sebuah perbedaan paling sakral membuat kisah mereka harus jalan di tempat. Ayah Dara tidak merestui adanya pernikahan beda agama. Meski sudah sering Dara dan Gabriel mengutarakan keinginannya untuk menikah di luar negeri yang tidak terlalu sensitif akan hal itu.

"Kalau Dokter Gabriel cemburuan dan nggak pengin Dokter Dara kepatil cowok lain, kenapa nggak buru-buru dikawinin sih?!"

"Ninis, kamu bisa diam nggak?! Berisik banget dari tadi!" Terkadang kelakuan asisten yang merangkap sebagai adik sepupunya ini cukup keterlaluan.

"Dokter Dara itu yang terlalu bucin! Pak Dhe Jumhur sampai curhat ke ayah gara-gara anak semata wayangnya nggak bisa dinasihatin." Hal semacam ini tidak akan pernah terjadi jika Ninis bukan saudaranya sendiri. Dalam hal pekerjaan, terkadang, orang lain akan lebih menghargaimu daripada yang masih terikat darah. Sudah sering Dara mengancam akan menggantinya dengan perawat lain yang tidak banyak bicara dan pengatur seperti Ninis, tapi urung terlaksana karena Ninis langsung minta maaf dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Tapi itu hanya mampu bertahan beberapa saat karena Ninis akan kembali ke setelan awal.

Jam praktek Dara sudah berakhir. Rencananya setelah ini ia akan bertemu dengan seseorang yang sudah menjadi sahabatnya sejak di bangku sekolah dasar. Sudah dua bulan lebih keduanya tidak bertemu, karena sama-sama disibukkan dengan urusan masing-masing. Temannya yang juga seorang dokter itu baru saja melangsungkan pernikahannya dan kini tengah mengandung.

"Makin cantik aja sih, Dar!" Celetuk sosok yang baru saja datang. Keduanya lantas saling mendekat dan berpelukan.

"Yang makin cantik itu kamu. Pas lagi hamil begini auranya makin bersinar." Dara membalas pujian yang dilontarkan sahabatnya dengan tulus. "Lingga mana? Nggak diajak?"

"Kamu juga nggak ngajakin Gabriel gitu! Untung saja tadi aku ngelarang Lingga ikut. Sejak nikah dia jadi beda. Maunya nempelin muluk."

"Aduuuuh, pengantin baru ya. Masih anget-angetnya!" Laras melambai pada pramusaji untuk membawakan buku menu ke mejanya. "Baiklah, kali ini girls time!"

"Yaps, sudah lama aku nggak dengerin kamu curhat tentang masalah Gabriel sama Bapakmu. Kita berduaan saja. Kalau sama Bapak-Bapak itu, nggak akan mungkin kita bisa leluasa ngobrol. Kita akan lebih sering menggunakan rem untuk menyensor mulut kita." Entah hanya perasaan Dara saja, atau memang temannya ini, yang biasa dipanggil Hayu menjadi sangat cerewet sejak hamil.

Terikat Janji (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang