empat belas

70 10 4
                                        

Setelah mendengar cerita Johanes, Jimin tak lagi mampu memejamkan mata. Tangisan Seulgi memenuhi kepalanya. Jika benar Dephni sampai menghabisi istri dan keluarganya, dia bersumpah tak akan membiarkan perempuan itu tersenyum. Deph harus merasakan sakit hati yang dirasakannya kini, juga harus merasakan ketakutan Seulgi dan memohon ampun atas nyawanya, tapi Jimin tak akan pernah mengampuninya. Bukan hanya Kyuhyun yang bisa bersikap kejam, jika Deph memang telah merenggut seluruh alasannya untuk menang dalam pertarungan ini, Jimin pun bisa bersikap kejam, bahkan lebih dari apa yang akan dilakukan Kyuhyun padanya.

Jimin melirik Johanes yang sudah terlelap. Perlahan pria itu bangkit, lalu meninggalkan Johanes dalam diam. Dia harus menyelesaikan pertarungan ini sesegera mungkin.

Sementara itu, di tempatnya Dephni tengah menatap keluar kamar dari balkon. Sejak permainan gila itu dimulai dia tak pernah bisa tidur tenang.

Dering ponsel memecah kesunyian, Deph segera mengangkat handphonenya dan mendengarkan laporan dari salah satu anak buahnya.

"Benar seperti yang Nona takutkan. Tuan Kyuhnyun berbuat curang. Yang  ada di arena sekarang bukan hanya dia, tapi ada pembunuh rahasia terbaik milik mereka. Informan mengatakan kalau Tuan Kyuhyun manyelundupkan pembunuh rahasia itu dan jejaknya tak terdeteksi radar pantau. Mereka benar-benar merencanakan sesuatu yang berbahaya kepada Tuan Jimin."

Dephni meremat pembatas balkon. Dia harus menyelamatkan Jimin, tapi bagaimana caranya. Menurut layar pantau, malam ini Jimin bersama Johanes, walau Dephni sedikit merasa Jimin lebih aman dengan pria itu, tapi tetap saja itu bukan jaminan kalau Jimin aman seratus persen. Bagaimanapun Johanes juga saingan. Pria itu pernah menyatakan cintanya dan Deph menolaknya saat itu juga.

"Marcus, cari cara memberi bantuan kepada Jimin. Bagaimanapun caranya usahakan agar dia bisa menerima informasi yang sedetail-detailnya tentang Kyuhyun. Dia harus hati-hati dan lakukan sesuatu agar penyamaran orang itu terbongkar. Jika kita bisa mengungkap kecurangan itu, maka kita otomatis akan langsung jadi pemenang. Mereka yang berkomplot akan didiskualifikasi dan dikeluarkan dari permainan."

"Baik, Nona Deph," jawab Marcus sebelum menutup teleponnya.

Hening kembali menyelimuti. Dalam empat hari ke depan apa pun bisa terjadi. Jika melihat laporan Wendy tentang perkembangan latihan Jimin, Deph yakin pria itu mampu menghadapi Kyuhyun meski dia bersekutu dengan sahabatnya Kevin Jo, tapi kalau ditambah pembunuh terbaik dari kelompok mafia itu, Deph tak yakin Jimin akan mampu menghadapinya. Perasaan wanita itu kian kacau. Jalan satu-satunya untuk selamat adalah dia harus membuktikan bahwa Kyuhyun bermain curang. Dengan demikian dia tak harus menikah dengan Kyuhyun dan dirinya akan aman dari gangguan pria itu untuk selamanya.

Dephni meninggalkan balkon, meraih mantelnya dan pergi meninggalkan kamarnya. Dia hendak masuk ke arena pertarungan dan melacak keberadaan Jimin. Jika Kyuhyun bermain curang maka dia akan melakukan hal yang sama.

"Apa yang akan kau lakukan?"

Suara sang kakek yang menggelegar menghentikan geraknya ketika hendak membuka gerbang.

"Kau takut kekasihmu mati di sana? Jika seperti itu kenapa kau jerumurkan dia ke sana?"

Dephni memutar badan. Tak gentar dengan kata-kata kakeknya dia berdiri tegak.

"Setidaknya jika kekasihku mati di sana, aku harus menemaninya!"

Plak!

Tamparan keras langsung melayang dan mendarat di pipi wanita itu. Dephni masih bergeming dari tempatnya. Saat ini dia tak takut pada siapa pun karena yang dipikirkannya hanya keselamatan Jimin.

"Sejak awal kelahiranmu memang sudah salah! Kau ini pembawa sial bagi keluarga Flysian! Lalu sekarang kau ingin mengacaukan semuanya hanya karena pria tak berguna itu!"

"Dia bukannya tak berguna! Dia lah yang akan menyelamatkan hidup kita dari kekejaman Kyuhyun!"

"Dia jadi kejam karena kau menolaknya! Sadarlah itu!" teriak sang kakek.

"Kakek! Dia ingin menodaiku! Apa aku bukan cucu Kakek hingga tega Kakek melemparku ke hadapan buaya itu!"

"Itu lebih baik daripada kau menghancurkan seluruh keluarga ini! Dasar sampah!"

"Kakek!" jerit Dephni tak terima dengan semua ucapan sang Kakek.

"Pengawal! Seret dia dan masukkan ke penjara! Sekap dia di ruang bawah tanah sampai permainan ini selesai!"

"Kakek! Setidaknya dengarkan aku dulu!" Dephni meronta dalam kuncian dua pengawal kakeknya. "Kyuhyun berbuat curang, Kek! Dengarkan aku!"

Sang kakek mengabaikan teriakan Dephni. Dia memunggungi wanita itu, sementara dua pengawal terus menyeret Dephni keluar dari ruang kontrol. Sang kakek memperhatikan layar yang terpampang di hadapannya. Hutan itu gelap gulita. Semua permainan terhenti saat malam itulah kenapa yang tercipta di sana hanya keheningan.

Sesaat dia memperhatikan jam tangan di pergelangan kanan. Titik merah bergerak pelan ke arah utara. Itu pergerakan Jimin. Radar kecil telah dia pasang di dalam lipatan kain ransel Jimin. Dengan demikian dia bisa memantau kemanapun pergerakan calon menantunya.

Kakek Dephni bukan tak memikirkan keselamatan Jimin. Hanya saja jika Dephni berhasil memasuki arena dan tertangkap sebagai kecurangan, maka tak ada kesempatan bagi mereka untuk selamat. Setidaknya sekarang, Jimin-lah satu-satunya harapan tempat mereka mempertaruhkan hidup. Hidup mereka ada di tangan Kang Jimin.

"Tuan, Nona Deph sudah tidur. Kami menyuntikkan obat penenang seperti yang Anda rencanakan sebelumnya." Seorang pengawal melapor setelah berhasil menyekap Dephni di penjara bawah tanah.

Tuan Flysian menghela napas. Dia hanya mengangguk pelan. Jika saja kedua orang tua Dephni masih hidup, mungkin keadaan tak akan jadi seperti ini. Kakek itu pun meninggalkan ruang kontrol.

"Awasi terus pergerakan Jimin dan jaga juga Dephni agar tak melarikan diri. Perempuan itu sangat cerdas. Jika dia mau dia bisa melakukan segala cara untuk bebas. Karena itu kalian harus menjaganya dengan ketat."

"Siap, Tuan," sahut pengawal pribadi Tuan Flysian, lalu mengikuti langkah tuannya.

***

Jimin merasa telah cukup jauh melangkah meninggalkan Johanes. Dia berhenti sejenak untuk beristirahat. Suasana masih sangat gelap, tapi arloji sudah menunjukkan waktu dinihari. Jimin sungguh tak bisa tidur dan beristirahat karena jiwanya terbakar amarah. Dia juga sangat kesal pada dirinya sendiri karena tak menemukan cara untuk mencari tahu tentang kondisi istri dan mertuanya. Segalanya buntu dan itu membuat dadanya seperti ingin meledak. Rasanya malam ini dia ingin menghabisi semua orang, lalu membuka gerbang kemenangan dan membebaskan diri dari sana. Dia ingin segera pulang untuk melihat istrinya, memastikan dengan matanya sendiri bahwa mereka baik-baik saja.

Tak berapa lama, remang-remang cahaya menguak masuk menerangi hutan lebat itu. Hari sudah pagi, Jimin bergerak senyap melanjutkan misinya. Kali ini Jimin bertindak lebih brutal. Sedikit saja ada pergerakan di sektiar dia akan langsung memburunya dengan rentetan tembakan. Tak peduli siapa pun itu, semua harus mati hari ini.

Satu teriakan terdengar nyaring saat Jimin berhasil melumpukan satu musuhnya. Entah siapa itu, Jimin tak mencari tahu. Dia mengabaikannya dan terus melanjutkan perjalanan.

Jimin menuruni jalan yang sedikit curam untuk mencari jejak musuh-musuhnya, tapi baru setengah jalan dia melangkah, seseorang keluar dari semak-semak.

"Kang Jimin ... akhirnya aku bisa menghabisimu di sini."

Jimin menatap nanar pria di hadapannya. Jang Kyuhyun dan antek-anteknya. Bagaimana sekarang dia harus lari?

TBC

Under ControlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang