sepuluh

727 55 1
                                    

Semua orang sudah berkumpul ketika Dephni dan Jimin masuk ke dalam ruangan besar itu. Mereka pun langsung menemui keluarga Dephni.

"Kau siap, Jimin?" tanya Wendy.

"Kurasa lebih dari sekedar siap." Jimin melirik sekilas ke arah Dephni yang berdiri cukup jauh darinya dan berbicara dengan beberapa orang pria yang tidak Jimin kenal. Dari tadi saat sarapan Dephni sudah tampak aneh membuat Jimin sedikit curiga pada wanita itu. Bagaimanapun Dephni putri seorang mafia. Sebaik-baik seorang Dephni Flysian akan selalu tersimpan jiwa membunuh yang telah ditanamkan oleh keluarganya bahkan sejak ia masih dalam kandungan.

"Apa yang kau pikirkan?"

Jimin menoleh ke arah Wendy lalu tersenyum canggung "Bukan apa-apa. Hanya ingin bicara sesuatu pada Deph, tapi sepertinya dia sedang sibuk jadi lupakan saja."

Sepupu Dephni dan sekaligus pelatih Jimin tampak tersenyum tipis sembari melirik Dephni yang ekspresinya terlihat begitu tegang. "Sebaiknya kau konsentrasi saja pada pertandingan ini karena salah sedikit saja kau bisa mati. Jika pikiranmu masih terbagi jangan berharap kau akan bisa mengontrol permainan dalam kuasamu. Justru kaulah yang akan mati konyol dan jadi bulan-bulanan mereka."

Tepat setelah Wendy mengatakan hal itu tiba-tiba suara mikrofon di atas podium terdengar. Mereka dan semua orang yang ada di sana pun menoleh ke arah yang sama menyaksikan sang moderator yang kini telah berbicara menggunakan pengeras suara yang ada di depannya. Attensi mereka terfokus secara penuh ke arah sang moderator si kakek pentolan keluarga Flysian dan Dephni Flysian yang tampak anggun dengan balutan gaun warna biru pres body dengan taburan permata dan belahan dada rendah yang menampilkan seluruh kecantikan dan keindahan wanita itu. Jimin sangat beruntung karena ia yang tak punya apa-apa malah menjadi yang pertama menikmati tubuh itu. Bergerilnya di atasnya dengan bebas dan menikmati betapa legit dan terawatnya 'milik' sang wanita.

"Jadi aturan main dari game ini hanya ada dua, diperbudak atau dibunuh. Hidup sebagai budak, atau mati. Kalian semua para petarung akan dilepas ke hutan selama satu minggu. Dan barang siapa yang berhasil keluar dengan selamat itulah pemenangnya." semua hadirin terdiam tak ada yang menyela pembicaraan itu karena terfokus untuk mengetahui seluruh aturan yang berlaku padahal sejatinya itu hanyalah sebuah tarung bebas tanpa aturan apapun.

"Cara memenangkan permainan ini adalah dengan aling mengendalikan satu sama lain."

"Saling menghabisi!!!"

"Saling menyerang!!!"

"Saling menguasai!!!"

"Semakin banyak orang yang kalian bunuh, atau pun kalian perbudak maka semakin besar kesempatanmu untuk jadi sang penguasa. Sang pengendali yang sesungguhnya."

"Akan tetapi..." sang moderator menjeda bicaranya yang berapi-api tadi.

"Akan tetapi berhati-hatilah kalian dengan budak palsu. Karena bisa saja seseorang yang mendeklarasikan dirinya sebagai budak dan menyerah dalam kekalahan malah menikammu di akhir permainan. Itu sah!! Karena itulah seni dari Under Control Game. Siapa yang mampu mengendalikan taktik perang, pikiran, kelicikan, tipu daya dialah yang akan berdiri di panggung kemenangan. Dan semua orang yang mendeklarasikan dirinya sebagai budak maka dirinya akan menjadi budak sang pemenang untuk selamanya kecuali tuannya dengan ikhlas membebaskannya. Itu artinya, secara otomatis semua kekayaan miliknya akan menjadi hak milik sang pemenang. Namun jika sang petarung mati, maka hanya lima puluh persen dari kekayaannya yang akan diserahkan pada sang pemenang sementara keluarganya akan dibebaskan dari perbudakan."

"Di samping itu hadiah lain yang menunggu kalian adalah Dephni Flysian. Kalian berhak atas dirinya. Terserah kalian mau menjadikannya sebagai istri atau mau menjualnya seperti keinginan Tuan Jang Kyuhyun. Dephni Flysian sebagai hadiah tak berhak melakukan protes apapun."

Under ControlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang