tiga belas

968 75 29
                                    

Jadi seberapa greget kalian dengan Under Control?

Ini gendre action pertamaku jd klk boleh mohon masukan dan respon kalian ya. Mks

Maaf masih banyak typo belum di revisi.
.
.
.
.
Tubuhnya terjebak di bawah badan pria bule yang kini mengunci pergerakannya dan membekap mulutnya. Jimin menahan nafas. Apalagi saat dirasanya pisau tajam yang dingin itu mengancam nyawanya. Sialan. Sepertinya ia akan mati sekarang.

"Diamlah, jangan berteriak kalau kau ingin hidup." ucap pria bule itu menggunakan bahasa Korea dengan sangat fasih. Hal itu sontak membuat Jimin terkejut. Padahal baru saja ia berpikir bahwa Dewa Kematian akan segera menjemputnya, tapi sepertinya dugaannya salah. Pria itu bersahabat.

"Kau janji tak akan macam-macam bukan?" Jimin berusaha mengangguk meski masih sedikit ngeri membayangkan belati milik pemuda itu menggorok lehernya.

"Bagus," pemuda itu tampak memindai lokasi memastikan keadaan aman "Kita harus pergi dari sini." bisiknya lagi lalu menjauh dari tubuh Jimin.

"Tapi kenapa kau..."

"Sudah akan kuceritakan nanti, yang jelas aku teman Deph." ucapnya sebelum Jimin berhasil menyelesaikan perkataannya. Kemudian ia bangkit dan bergerak cepat membawa Jimin menjauhi tempat itu. "Oh ya, lepaskan bajumu. Sebaiknya kau tak pakai baju. Gunakan singletmu saja. Mereka semua mengincarmu."

Entah kenapa Jimin percaya begitu saja dengan apa yang dikatakan pria yang tak dikenalnya itu yang harusnya menjadi musuhnya juga dalam permainan itu. Tapi dengan tanpa banyak bicara Jimin langsung melucuti pakaiannya dan menyisakan singletnya yang sudah robek kemudian kembali bergegas mencari tempat yang aman bagi mereka berdua. Hingga mereka menemukan sebuah tempat dan bekas bangunan tua barulah keduanya berhenti. Jimin ingin masuk bangunan itu tapi pria bule itu menyeretnya.

"Kita tak akan bersembunyi di sana, itu hanya akan memudahkan mereka membunuh kita karena ruang gerak tempat itu sangat sempit." pemuda yang tak Jimin ketahui namanya itu membawanya ke rimbunan pohon-pohon besar di sisi kanan bangunan.

"Kau yakin di sini aman?" tanya Jimin.

"Sangat yakin, lagi pula malam sebentar lagi tiba mereka tak akan sempat mencari sampai di sini." pria itu menghempaskan tubuhnya ke tanah dan menurunkan ranselnya.

"Oh ya, jika malam tiba kau pasti akan kedinginan." ia mengeluarkan sesuatu dari tasnya berupa selimut kain yang cukup tebal "Pakailah ini." ucapnya sambil menyodorkan selimut itu pada Jimin.

"Kenapa kau menolongku?" tanya Jimin sambil mengeluarkan beberapa potong roti dari dalam tas dan kemudian meneguk air dari dalam botolnya.

"Itu karena Deph, Dephni teman baikku. Oh ya, kenalkan Johanes Dawson. Kau pasti melupakanku meskipun beberapa hari yang lalu kita sudah diperkenalkan di atas podium." ia mengulurkan tangannya dan disambut Jimin dengan sedikit canggung.

"Iya, maafkan aku." ucap Jimin dengan nada menyesal.

"Lupakan saja, aku tak masalah dengan semua itu. Yang jadi masalah utamaku hanyalah jika kau sampai mati, maka aku akan merasa sangat bersalah pada Dephni."

"Kenapa begitu? Apakah Dephni yang menyuruhmu melakukan ini?"

Johanes tak langsung menjawab. Ia menyandarkan tubuhnya di batang pohon di belakangnya sambil menatap cahaya matahari yang sudah meremang. "Aku mencintai, Dephni." ucapnya kemudian dengan tatapan kosong. Tapi sesaat kemudian ia tersenyum begitu manis "Karena itulah aku ingin dia bahagia, bersamamu."

"Apa?" Jimin sedikit terkejut dengan perkataan pemuda itu. Entah kenapa ia jadi merasa bersalah. Pemuda itu rela melindunginya yang notabene hanya akan menjadi suami kontrak bagi wanita yang dicintainya.

"Jika kau mencintainya kenapa kau tak memperjuangkannya?" tanya Jimin pada akhirnya.

"Bukankah sekarang aku sedang berjuang." jawab Johanes sembari menatap Jimin dengan tajam.

"Apakah itu artinya kita akan menjadi sekutu sementara dan di akhir nanti akan kembali menjadi rival?" pria itu menanggapi ucapan Jimin dengan tertawa. Lalu sesaat kemudian ia pun memakan perbekalannya.

"Kau memang sudah menjadi rivalku sejak aku belum mengenalmu. Dephni terlalu mencintaimu, hingga aku kalah bahkan sebelum berperang." ucapnya kemudian.

"Kau tahu tentangku?"

"Tentu saja, seperti kataku tadi aku dan Deph itu berteman dengan sangat baik. Dia lebih dari sekedar teman. Karena itulah aku ingin memastikan dia bahagia meskipun aku harus mati untuk melindungimu orang yang dicintainya." Johanes menghentikan bicaranya karena ia harus menegak air untuk melepas dahaganya. Setelah cukup ia pun kembali bicara lagi.

"Deph selalu menceritakan bagaimana kau menolongnya saat ia masih SMA dulu. Dan menjadi temannya meskipun Dephni tak secantik wanita-wanita Korea pada umumnya. Anggap saja sejak saat itu aku membencimu karena telah mengenal Dephni lebih dulu, tapi saat itu juga aku langsung menjadi fansmu dan menghormatimu. Karena sangat jarang ada pria tampan yang mau berteman dengan wanita jelek."

"Tapi Dephni gadis yang baik, aku menyukai sifatnya yang selalu tulus pada orang lain." ucap Jimin.

"Ya, Dephni memang sebaik itu. Dia tak seperti putri mafia pada umumnya. Tapi meski begitu untuk mempertahankan keberadaannya sekali waktu ia terpaksa harus menjadi penjahat dan wanita yang kejam."

Jimin pun terdiam mendengar perkataan Johanes. Wanita yang kejam. Dephni sudah membunuh lima orang pria sebelum dirinya apakah itu termasuk salah satu kekejamannya? Ah entahlah. Jimin mencoba tak peduli, toh kisahnya dengan Dephni tak akan terjalin selamanya. Hanya setahun dan setelah itu mereka akan saling melupakan.

Melirik sekilas ke arah Johanes yang menggelar matras untuk tidur, Jimin pun tersenyum manis sembari mengeratkan selimut tebal yang membungkus tubuhnya "Johanes, terimakasih untuk selimutnya. Dan terimakasih juga karena sudah menyelamatkanku."

"Tak masalah." jawab Johanes lalu memejamkan kedua matanya. Sepertinya pria itu benar-benar percaya kalau Jimin tak akan melukainya.

Jimin masih menatap pria itu ketika kemudian sisi egoisnya muncul kepermukaan. Sepertinya Jimin memang harus memanfaatkan pria yang terlalu menganggungkan cinta itu untuk bisa keluar dari hutan dalam keadaan selamat. Pria malang itu bisa membawanya kembali pada Seulgi istrinya. Ya. Jimin akan memanfaatkan cinta Johanes pada Dephni. Mungkin setelah Johanes mendeklarasikan dirinya menjadi budak maka Jimin bisa memberikan Dephni padanya sebagai hadiah.

Jimin rasa itu tak masalah karena Dephni memang sudah dinyatakan sebagai hadiah utama dalam permainan itu. Lagi pula Johanes itu temannya dan sekaligus orang yang mencintainya jadi Dephni pasti akan bahagia. Begitupun ia dan Seulgi, dan semua akan berakhir dengan indah.

Jimin tersenyum senang ketika membayangkan kalau semua yang dipikirkannya akan terjadi dengan mudah. Sejenak dia lupa bahwa di dunia ini tak hanya ada Dephi, dia, Johanes dan Seulgi. Tapi masih ada spesies lain, ada manusia lain yang selalu saling terkait dengan takdir hidup seseorang. Hingga kemudian ia tertegun saat Johanes kembali membuka suara.

"Oh ya, Jimin. Apa kau tahu kalau beberapa hari lalu Dephni sudah menghabisi satu keluarga Korea demi kepentingannya?"

Jimin menggeleng dengan ragu, tiba-tiba saja ia kembali teringat pada keanehan Dephni sebelum Under Control Game dimulai. Apakah itu ada kaitannya dengan kematian orang-orang itu.

"Sayang sekali kau tak mengetahuinya. Padahal menurut yang kudengar mereka itu hanya keluarga biasa yang bahkan sebelumnya tak pernah kenal dengan nama Dephni Flysian."

"Lalu kenapa Dephni membunuhnya?" tanya Jimin mulai penasaran dan entah kenapa hatinya juga merasa tidak tenang.

"Aku juga tidak tahu, tapi wanita itu mengambil cukup banyak hanya demi kontrak kerja satu tahun. Karena itulah Dephni membunuh semua anggota keluarganya termasuk kedua orang tuanya yang baru saja sembuh setelah mengalami kecelakaan yang cukup fatal."

Seketika Jimin tercekat. Dadanya terasa sesak seolah dihantam batu besar. Untuk pembunuhan mengerikan itu ia hanya teringat pada satu nama.

Seulgi... mungkinkah...?

Tbc.

Under ControlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang