Dua puluh lima

44 8 0
                                    

Sebulan setelah misi Jimin di Dubai berjalan sukses, pria itu pun bersiap untuk menikah. Setelah beberapa kali rapat intern diadakan, mereka sepakat pengangkatan Jimin jadi ketua baru akan diumumkan di hari pernikahannya. Sementara itu, sebagai tawanan, Kyuhyun masih mendekam di penjara bawah tanah. Bisnisnya resmi dikendalikan oleh Jimin. Sedang kedua orang tua Kyuhyun dijadikan tahanan rumah. Kevin Jo, sahabat dekat Kyuhyun terpaksa harus berdiam diri menghindari masalah. Dengan menjauh sesaat dari dunia mafia, dia bisa menyusun strategi untuk membantu rekannya.

Sebulan ini Jimin dan Deph tinggal terpisah. Hanya sesekali saja mereka kadang tak sengaja bertemu di ruang rapat. Dan itu pun hampir tak ada percakapan yang terjadi di antara keduanya. Mereka sama-sama saling membatasi diri.

Jimin tengah merokok dengan santai di dekat kolam ikan ketika Marco mendatanginya.

"Tuan, ini laporan yang kau minta." Pria itu menyodorkan sebuah map hitam. Jimin menerimanya, lalu membuka dan membacanya.

"Apa kau yakin mereka akan memihak pada kita?" Jimin membaca nama-nama untuk memastikan berapa persen dari pasukan Rondge yang bersedia ada di pihaknya ketika dia melakukan kudeta.

"Tentu saja. Aku sudah lama menyusun rencana ini. Karena tidak semua orang suka dengan kepemimpinan Rondge dan mereka sama-sama punya tujuan lain atas tumbangnya Rondge.

Jimin manggut-manggut. "Tapi ingat, kalian boleh bunuh siapa pun yang menghalangi kecuali Rondge dan Deph. Aku ingin mereka tetap hidup."

"Baik, Tuan. Aku mengerti."

"Deph akan jadi hadiah yang indah buat Kyuhyun, dan nyawa Rondge akan jadi kelemahan wanita itu, jadi dia akan lakukan apa saja agar kakeknya tak dibunuh. Bukankah ini yang kau jelaskan padaku waktu itu? Jika ingin berhasil di bisnis ini, jangan pernah lemah meski harus membunuh keluargamu sendiri, jika tidak, siap-siap saja untuk hancur."

Marco tertawa. "Kau memang luar biasa, Tuan Jimin. Pantas Tuan Kyuhyun sangat tertarik padamu."

"Baiklah, kau boleh pergi sekarang. Siapkan semuanya dengan baik. Aku tak ingin ada kesalahan sedikitpun. Atau kau akan mati pertama kali."

"Baik, Tuan."

Sepeninggal Marco, Jimin pun menghubungi James.

"Bagaimana persiapanmu, James?" tanya Jimin to the point.

"Aku sudah siap, Tuan Jimin. Lima puluh penembak jitu sudah kami siapkan yang akan menempati beberapa titik penting."

"Pastikan kalian bisa menghabisi target."

"Siap, Tuan," jawab James. "Oh, ya Tuan, mengenai pernikahanmu apa ...." Suara James terpotong karena James harus menolong Deph. Sambungan telepon yang belum terputus membuat Jimin bisa mendengar dengan jelas kalau Dephni sedang muntah-muntah.

"Apa Deph sakit?" Jimin bertanya dalam hati. Dia hendak bertanya pada James, tapi James malah mematikan ponselnya. Jimin pun hanya bisa merutuki dirinya sendiri.

Dia bangkit dari tempatnya, lalu memutuskan untuk pergi ke kediaman Deph.

Tak berselang lama, Jimin sudah ada di halaman rumah Deph. Dia masih memaku diri dalam mobil sambil merutuki dirinya kenapa bisa ke tempat itu. Bukankah harusnya dia tak peduli Deph sakit atau tidak. Tapi, kenapa hatinya justru membawanya ke tempat ini. Kenapa dia justru ingin menemani Deph kala dia sakit? Hatinya terlalu lemah. Karena sudah terlanjur ada di sana, Jimin terpaksa turun untuk sekedar menyapa.

"Deph di mana?" tanyanya saat James membukakan pintu.

"Nona ada di kamar. Dia baru saja minum obat yang diberikan oleh dokter, jadi kemungkinan sekarang sudah tidur."

Under ControlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang