Dua puluh dua

56 7 2
                                    

Deph mendapat laporan bahwa Jimin tengah mabuk di dekat pantai tak jauh dari hotel mereka menginap. Segera Deph pergi menemui pria itu.

"Kenapa?!" teriak Jimin ke arah samudra. "Kenapa kau bunuh mereka?! Harusnya kau biarkan mereka hidup. Jadi aku bisa membalas cintamu untuk sesaat."

Jimin terjerembab di pasir pantai. Dia memukul-mukul pasir sambil menangis. "Kenapa kau paksa aku untuk menyakitimu? Kenapa, Deph?" Dia terus menangis tanpa sadar Dephni sudah berdiri tak jauh darinya. "Bagaimana caraku membalaskan dendam ini?"

Lirih suara Jimin membuat Deph terpaku. Dadanya berdenyut sakit. Dia mengerti jika Jimin merasa begitu tersiksa, tapi apa yang dia rencanakan harus terus berjalan seperti rencana awal. Dia tak bisa menghancurkan segalanya hanya karena menyukai pria itu.

Deph memundurkan langkah, lalu menelepon Akhyar. "Tolong kau urus dia. Aku masih ada urusan yang lain yang harus dikerjakan," ucap Deph lewat telepon.

Deph merasa aman jika Akhyar yang mengurus pria itu. Setelahnya, Deph pergi ke pelabuhan.

Seorang pria berkulit hitam tengah menggulung tali jangkar ketika Deph datang. Deph memberi kode agar pria itu mengikutinya. Segera setelah menyelesaikan pekerjaannya, pria itu pun masuk ke salah satu kontainer kosong tempat Deph menunggu.

"Bagaimana pengiriman barang malam ini, apa semua sudah diatur sesuai rencana?" tanya Deph. Dia duduk di kursi kayu dengan anggun dan penuh wibawa.

"Sudah, Nona. Saya yakin semua akan berjalan lancar. Apa Nona akan tetap ada di sini sampai barang itu datang?"

"Tidak, aku akan datang lagi nanti. Aku hanya ingin memastikan pengiriman barang pertama ini tak mengalami kendala apa pun. Juga memastikan kesiapan penyalurannya ke agen-agen kita." Deph memakai kacamata hitamnya. "Pastikan kita tak bersinggungan dengan kelompok lain. Kalau mereka menghalangi, bunuh semuanya."

"Baik, Nona."

Dari pelabuhan, Deph bergerak sedikit menjauh. Dia mengawasi pergerakan kapal dari atas jembatan. Meski malam telah semakin larut, lalu lintas kapal barang di pelabuhan itu tak pernah sepi.

Menurut rencana, pengiriman kokain kloter pertama akan datang dini hari nanti, sekitar jam 3 pagi. Sebuah kapal tongkang pengangkut sampah akan membawanya, lalu mentranfer barangnya ke nelayan-nelayan lokal. Mereka akan melakukan transfer di tengah laut. Barang yang sudah dikemas sudah dimasukkan ke dalam perut ikan tongkol, jadi nelayan akan dengan mudah membawanya ke daratan. Sampai di bibir pantai, para penjual ikan akan mengambil barang itu dari nelayan, lalu membawanya ke pasar. Dari sana transfer ke para pengedar akan dilakukan. Tentu saja orang-orang yang melakukannya bukan nelayan atau penjual ikan sembarangan. Mereka semua adalah orang-orang yang sudah mendapat bayaran mahal dan profesional di bidangnya. Selain nelayan dan pedagang, mereka adalah para pelaku bisnis dalam dunia bawah.

Suara dering telepon mengintrupsi kesendirian Deph. Wanita itu pun mengangkatnya.

"Nona, Tuan Jimin tak mau kembali ke hotel. Dia bersikeras untuk pergi ke pantai untuk memeriksa kesiapan para nelayan yang akan melaut malam ini."

"Biarkan saja," sahut Deph. "Hanya, awasi saja dia agar tak mengacau. Dia sedang mabuk."

"Iya, Nona. Kalau Nona ingin datang, kami akan berangkat ke Dermaga Biru K 1," ucap Akhyar. Itu adalah kode tempat nelayan kloter pertama bergerak. Dalam misi malam ini, barang akan turun di enam titik dan semua titik memiliki kodenya masing-masing.

Mendengar kode tempat yang diberikan Akhyar, Deph sudah langsung tahu dia harus pergi ke mana. Setelah cukup lama berada di jembatan itu, Deph memutuskan untuk melihat Jimin. Dia pun memacu kendaraannya menuju lokasi.

Under ControlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang