tiga

1K 71 3
                                    

Happy Reading.
.
.
.
.
.

Seperti apa yang dikatakannya, Jimin kini tinggal sendiri di rumah besar itu. Menunggu seseorang yang akan dikirim oleh Dephni untuk menjadikannya seseorang yang berbeda. Sejenak menunggu di taman belakang di dekat kolam, Jimin teringat kembali apa yang diceritakan Dephni malam itu.

"Kau pria ke-enam yang kupilih, setelah lima lainnya berakhir mati ditanganku." saat itu Jimin tercekat mendengarnya.

"Kau berbeda, kau bahkan tak menyentuhku meski sudah melihatku telanjang. Sebenarnya aku tersinggung. Aku jadi membandingkan diriku dengan Seulgi, apa yang kurang dariku sampai kau tak berminat menyentuhku."

"Bukan begitu, aku menghormatimu, Daph. Kupikir kita belum terikat hubungan apapun jadi aku masih belum punya hak untuk menyentuhmu."

"Terserah kau saja."

"Haaah!" Jimin menghela nafas, tanpa menyadari sejak tadi ada seseorang yang terus memperhatikannya.

"Jadi pria itu." gumamnya untuk dirinya sendiri. Kemudian ia pun berjalan mendekat. "Kang Jimin?"

Merasa namanya terpanggil, refleks Jimin menoleh ke arah seseorang yang kini berdiri di hadapannya. Segera ia berdiri lalu malakukan bow sebagai bentuk sopan-santun dan rasa hormat "Iya itu aku." jawabnya.

"Cukup menarik, rupanya kau memang pria yang sopan dan tampan." ucap orang itu lalu mendudukan dirinya berseberangan dengan Jimin. "Duduklah aku mau bicara sebentar denganmu sebelum mulai latihannya."

Mengingat sekarang Jimin sudah tak punya hak lagi atas dirinya maka ia pun tak berani bicara banyak. Ia segera me dudukan dirinya begitu saja pada tempatnya semula. Sesaat kemudian orang itu melemparkan sebuah amplop coklat ke arahnya.

"Oh ya. Namaku Wendy. Jeon Wendy. Aku sepupu Dephni. Dan amplop coklat itu berisi foto-foto istri dan keluargamu. Sebenarnya aku enggan mengambil foto-foto itu dan mengawasi keluarga istrimu, tapi Dephni menyuruhku melakukannya. Dia bilang itu akan membuatmu senang."

Seketika Jimin membuka amplop itu dan melihat bagaimana istrinya tengah menjaga ayah dan ibunya. Sepertinya mereka sudah selesai menjalani operasi. "Terimakasih." ucap Jimin sambil menahan tangis bahagianya.

"Katakan itu pada Deph."

"Baiklah. Sekarang lupakan foto itu. Dan ini." Wendy melempakan satu map ke arah Jimin. Di tempatnya Jimin masih menatap map itu bingung "Baca saja. Setelah itu katakan pendapatmu."

Sesuai perintah Jimin membacanya dengan teliti. Isi surat itu hanyalah perjanjian kontrak kerja atau bisa dibilang kontrak pernikahnnya dengan Dephni. Seperti yang dikatakan Seulgi waktu itu, Jimin hanya akan menjadi suami Dephni selama setahun.

Mendapatkan haknya sebagai suami secara penuh. Dan jika karena hal itu berakhir Dephni hamil maka anak yang dikandung Dephni akan menjadi tanggung jawabnya seutuhnya. Jadi Jimin tak harus bertanggung jawab akan hal apapun begitu kontrak itu telah selesai.

Sejumlah uang akan dikirim ke rek istrinya setiap bulan sebagai bayaran dari perkerjaannya.

Selama pernikahan Jimin tak diperbolehkan menemui istrinya, dan ia hanya harus berfokus pada Dephni sebagai istri satu-satunya.

Hampir semuanya yang ada di sana adalah kontrak kerja biasa yang umum terjadi dalam pernikahan kontrak, hanya saja ada satu yang mengganjal dalam hati Jimin. Yaitu alasan kenapa Dephni memilih melakukan hal seperti ini. Bukankah dia wanita yang cantik dan kayaraya, harusnya mendapatkan seorang suami akan jadi hal yang sangat gampang baginya.

Under ControlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang