Lima belas.

71 9 1
                                    

Dephni berteriak-teriak di sel-nya setelah tersadar dari pengaruh obat bius. Dia terus meronta agar dilepaskan.

"Kalau sampai terjadi sesuatu pada Jimin, aku akan membunuh kalian semua!" teriak Dephni untuk yang kesekian kalinya sebelum tubuhnya merosot dan duduk bersimpuh di lantai penjara. Dia mulai terisak.

"Marco, tolong selamatkan Jimin, kumohon ...," lirihnya di tengah tangisan.

Penjaga yang kasian hanya bisa menatapnya tanpa berani mendekat. Bagaimanapun mereka pengawal yang ditugaskan tuan besar, jadi melanggar perintah tuannya sama dengan bunuh diri.

Cukup lama Dephni memohon untuk dilepaskan dan tak ada yang menanggapi, sampai kemudian seorang pria datang mendekat.

"Maaf, Anda tak boleh masuk, Tuan. Jika Tuan Flysian tau, kami semua berada dalam bahaya." Seorang pengawal mencegah kedatangan pria itu.

"Lalu, jika Jimin kalah dan seluruh keluarga Flysian jatuh ke tangan Kyuhyun, kau pikir kita tak akan berada dalam bahaya?"

"I-tu ...."

"Sudah! Cepat buka pintu selnya, aku yang akan bertanggungjawab jika Tuan marah."

Setelah berdiskusi dengan rekan mereka yang lain, pengawal tadi pun membuka pintu sel tahanan. Segera Dephni keluar dan menghampiri James.

"James, untung kau datang. Bagaimana keadaan di arena? Apa kau sudah melihatnya?"

James mengangguk. "Kita harus segera menyelamatkan Tuan Jimin. Mereka sudah mengepungnya."

"Tapi, bagaimana?" Dephni tampak kebingungan.

"Aku dan beberapa rekan yang lain akan bersiap di pintu gerbang, asalkan Anda bisa membuka gerbang sebentar saja, kami masuk pasti bisa masuk dan menyelamatkannya. Kami harus melumpuhkan pembunuh rahasia itu."

"Akan kulakukan!" sahut Dephni dan bergerak cepat.

"Tapi, Nona ...."

Langkah Deph terhenti saat James belum juga bergerak.

"Bagaimana kalau kami gagal menangkap pembunuh itu? Tanpa menangkap pembunuh rahasia itu, kita tak bisa menemukan kecurangan Kyuhyun dan malah kita sendiri yang akan terlihat mencurangi permainan."

Deph terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. "Kau tenang saja. Akan kutanggung semua resikonya."

"Nona ...," lirih James. Dalam hati dia mulai merasa kasihan dengan junjungannya yang rela melakukan apapun demi pria yang tak mencintainya. Pria beristri yang tak seharusnya dia cintai.

***

Semua orang di ruang kontrol terkesiap saat Dephni masuk dengan senjata api di tangan. Wanita itu mengancam akan membunuh semua orang jika menghalanginya, lalu berlari cepat menuju tombol kendali pintu gerbang menuju hutan. Dengan gerakan sangat cepat dia menekan tombol kendali pintu itu hingga gerbang menuju arena permainan pun terbuka. Sepuluh pengawal terbaik Dephni merangsek masuk dan langsung menyerbu ke titik terakhir Jimin berada. Radar membawa mereka dengan cepat ke tempat tujuan.

"Dephni!" Sang kakek berteriak murka, tapi Dephni tak peduli.

"Maafkan aku, Kek. Aku harus melakukan ini untuk mencegah kecurangan keluarga Jang."

"Apa maksud ucapanmu?! Memangnya kecurangan apa yang sudah kami perbuat?!" Kepala keluarga Jang menghardik marah. Dia tak terima atas tuduhan Dephni. Tapi Dephni hanya menyeringai sinis.

"Jangan berpura-pura bodoh, Paman. Kau akan sangat malu setelah kami menemukan pembunuh rahasia yang kau kirim ke arena."

"Dephni! Kau tak perlu memfitnah kami seperti ini!" Tuan Jang menatap Kakek Flysian. "Rondge, aku berhenti dari permainan kotor yang kalian ciptakan. Kalian berbuat sesukanya tapi menghina kami yang bertindak curang, sungguh tak tau malu!"

Under ControlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang