Dephni sudah keluar dari rumah sakit, tapi kondisinya belum benar-benar pulih, dia masih butuh istirahat di rumah. Dia memutuskan untuk tinggal di pulau pribadinya, ditemani oleh King. Di sana kenangan indahnya bersama Jimin tercipta untuk pertama kalinya.
James mengetuk pintu kamar sambil membawa nampan yang berisi bubur gandum serta segelas susu hangat. "Tuan Jimin sedang dipanggil oleh Mr. Rondge, jadi sepertinya dia tak akan kemari dalam waktu dekat," ucap pria itu.
Dephni mengangguk, lantas memakan buburnya sesuap demi sesuap. "Setelah dia punya waktu, antarkan dia ke tempat Seulgi. Itu akan menenangkan hatinya."
"Tapi ...."
"Belakangan ini kau terlalu sering membantahku, James."
"Bukan begitu, Nona. Aku hanya merasa Jimin tak akan memihak kita lagi setelah kematian Seulgi. Dia pasti akan memberontak dan aku takut setelah pernikahan dia akan menyakitimu."
"Jimin berhak melakukan apa pun yang dia inginkan. Dia harus bisa mengambil kepercayaan Kakek, dengan begitu Kakek akan menunjuknya untuk menjadi pewaris. Masalah intern kelompok kita akan selesai." Dephni menghela napas. "Ini semua gara-gara aku."
"Jangan selalu menyalahkan diri sendiri, Nona. Tak ada yang salah dengan lahir sebagai wanita."
Dephni menatap James dan tertawa. "Kalau kau menikah dan punya anak, kau mau anak perempuan apa laki-laki?"
"Ah, Nona, bagaimana bisa menikah, calonnya saja belum ketemu."
"Itu karena kau hanya sibuk bersamaku. Sekali, sekali pergilah jalan-jalan, cari udara segar, lalu temukan gadis yang pas untukmu."
"Sudah, Non. Tapi tak ada yang sebaik Nona."
Dephni terbahak. "Jangan bilang kau menyukaiku, James," goda Dephni.
"Eh, tidak, tidak, Non. Aku mana berani ...," ucap James, tapi wajahnya seketika merona. Pria itu pun buru-buru pamit dari kamar itu.
Dephni hanya bisa tertawa menyaksikan tingkah James. "Padahal ada begitu banyak orang yang menginginkanku, tapi kenapa hatiku hanya berdebar untukmu, Jim ...," gumam Dephni sembari melempar pandangan ke arah jendela. Sesaat dia hanya terdiam dan tak lagi menyentuh bubur dan susunya. "Jimin, setelah apa yang aku lakukan, jangan membuatku kecewa dan menghabisimu karena aku tak akan sanggup melakukan itu," gumam Dephni sebelum melanjutkan makannya.
***
Jimin terpekur memeluk nisan Seulgi. Hatinya benar-benar hancur. Harta yang sesaat menyilaukan mata, menggelapkan pikiran Seulgi, membuatnya harus terbaring di dalam kubur. Harta yang dia harapkan bisa dipakai untuk menyelamatkan kedua orang tuanya kini justru membuat mereka terkubur bersama.
Hati pria itu seakan-akan telah mati dan ikut terkubur dalam tanah. Dia tak punya tujuan hidup lagi kecuali satu, dendam. Dia harus menghancurkan Dephni dan keluarganya, seperti Dephni yang menghancurkan keluarganya.
"Tuan Jimin, sudah saatnya kita kembali. Mr. Rondge akan marah jika kita terlambat," ucap Marcus yang mengantar Jimin ke pemakaman. Dia melakukan itu atas perintah James, atasannya. Alamat tempat itu pun diberikan oleh James.
Jimin berdiri. Dia menghapus jejak air matanya. "Seulgi, tunggu aku. Aku akan kembali setelah membalaskan dendammu."
Dalam perjalanan Jimin hanya membisu. Amarahnya terus meletup-letup dalam dada. Marcus meliriknya, lalu bicara, "Nona bilang, jika Tuan ingin balas dendam, Tuan harus jadi orang nomor satu di dalam kelompok. Tuan harus memenangkan hati Tuan Rondge agar bisa diangkat jadi menantu yang sah dan menjadi ahli waris tunggal."
Jimin menoleh pada Marcus. Marcus yang sesaat terdiam pun kembali bicara, "Selama Tuan hanya berstatus sebagai pria yang sudah dibeli oleh Nona, Tuan tak akan punya kuasa untuk melakukan sesuatu. Tapi, akan beda halnya jika Tuan mendapat restu Tuan Rondge. Tuan akan jadi pemimpin keluarga."

KAMU SEDANG MEMBACA
Under Control
Ficción GeneralAdult 21+, Romance-thriller-action Under Control, ternyata adalah sebuah game yang mengharuskan Kang Jimin si pria desa menjadi seorang pembunuh. Karena satu-satunya cara untuk jadi pengendali permaiana adalah dengan membunuh semakin banyak orang. ...