Jimin termenung menatap keluar jendela. Sementara James yang menyetir mobil memperhatikannya dalam diam. Salju turun di New Zeland. Sudah sebulan Jimin ada di sana setelah keputusannya untuk bercerai dengan Seulgi. Pria itu tak pernah kembali je Swiss, tak pernah juga menghubungi wanita yang dulu begitu dicintainya.
"Musim salju sudah datang, apa Deph tak merasa kedinginan terus tinggal di sungai itu?" gumam Jimin pelan.
"Kau bicara sesuatu?" tanya James yang hanya mendengar samar-samar.
Jimin menggeleng. "Bukan apa-apa," sahutnya tanpa mengalihkan pandangan dari bulir-bulir salju yang berjatuhan.
James merasa terenyuh mendengar ucapan pria itu. Meski samar dia masih bisa menangkap apa yang dikatakan Jimin. Dia ingin menjawab, tapi mengurungkan niatnya.
"James," panggil Jimin tanpa menoleh. "Apa urusan perceraianku sudah selesai? Aku tak ingin menghadiri sidang perceraian yang pasti sangat membosankan."
"Tenang saja, Tuan. Tuan hanya tinggal menunggu Seulgi bertandatangan, lalu semuanya beres."
"Hmm ... itu bagus. Lalu ...." Jimin tampak berpikir. "Kau tau Alan, kan?"
"Alan, pria yang dekat dengan istrimu?"
"Ya." Kali ini Jimin menoleh dan menatap James dengan mimik serius. "Cari tau seberapa besar bisnis laki-laki itu, lalu ya, kau tau apa yang harus kau lakukan."
"Baik, Tuan."
"Tapi, tunggu ... lakukan itu setelah Seulgi menikah dengannya. Aku ingin lihat bagaimana cara wanita itu bertahan dengan suami barunya jika tiba-tiba suaminya itu bangkrut."
"Lalu, bagaimana dengan bisnis istrimu?"
"Kau atur saja mau diapakan. Aku tak peduli. Aku hanya ingin dia belajar bahwa kekayaan bukan sesuatu yang harus diagung-agungkan."
"Baik, Tuan."
Mobil pun kembali melaju dalam keheningan. Tak berapa lama, setelah mobil mendekati rumah sakit, Jimin kembali bicara, "James, apa kau pernah memiliki mimpi untuk berada di posisiku saat ini?"
"Maksudmu?" tanya James sedikit bingung.
"Aku ingin kembali ke Korea. Jadi, maukah kau mengambil alih posisiku jadi ketua?"
James membisu, bagaimana mungkin dia melakukan itu, sementara di satu tahun kepemimpinan Jimin bisnis mereka jadi makin berkembang.
"Aku tau apa yang kau pikirkan," lanjut Jimin bicara. "Aku ini bukan orang berpendidikan, James. Keberhasilanku itu karena ada orang sepertimu. Orang hebat dengan loyalitas tinggi."
"Tapi, ya tetap saja itu tak mungkin. Semua kelompok dalam organisasi memilihmu jadi pemimpin karena kau memang hebat."
Mobil berhenti di area parkir rumah sakit. James dan Jimin pun turun hampir bersamaan. Jimin menepuk bahu James dengan hangat. "Akan kubicarakan perihal ini dengan Kakek," ucapnya, lalu berjalan masuk ke rumah sakit itu.
Mr. Rondge baru saja menyelesaikan makan siangnya saat Jimin dan James datang. Kondisi pria itu semakin hari semakin menurun. Entah karena dia merindukan Deph atau karena memang faktor usia.
Mr. Rondge menyambut Jimin dengan hangat. James berdiri agak jauh dari mereka.
"Jadi, bagaimana perjalananmu ke China kali ini?" tanya Mr. Rondge saat obrolan basa-basi mereka sudah selesai.
"Semuanya berjalan lancar, Kek. Tak ada masalah dengan barang yang kita kirimkan."
"Itu bagus," sahut Mr. Rondge. "Lalu, apa rencanamu kali ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Under Control
General FictionAdult 21+, Romance-thriller-action Under Control, ternyata adalah sebuah game yang mengharuskan Kang Jimin si pria desa menjadi seorang pembunuh. Karena satu-satunya cara untuk jadi pengendali permaiana adalah dengan membunuh semakin banyak orang. ...