Dua Puluh Tiga.

47 7 0
                                    

Dephni duduk sambil menahan perih pada bagian inti kewanitaannya. Apa yang dilakukan Jimin sungguh membuatnya sangat kelelahan dan daerah kewanitaannya memerah sedikit bengkak. Tadi dia sempat mengoleskan krim untuk mengurangi infeksi dan rasa perih yang menjalar, tapi tetap saja daerah terlarangnya tak bisa sembuh secepatnya.

"Kita harus pergi sekarang dan mengontrol keadaan di pasar. Barang sudah sampai dini hari tadi, dan sepertinya sudah mulai didistribusikan di pasar-pasar." Jimin memasukkan senjata api di balik jaketnya. "Ayo cepat bangun sebelum aku menyeretmu."

"Tapi, aku masih sakit, Jim."

"Peduli setan dengan semua itu." Jimin menjambak rambut Deph hingga dia menengadah, lalu berbisik dekat wajah itu. "Jika kau sudah tau akan seperti ini, kenapa kau membunuh istriku? Siapa yang memberimu hak untuk membunuh istriku?"

"Jim, sudah kubilang aku hanya ingin menyelamatkanmu," ucap wanita itu sambil menahan sakit.

"Oh, terima kasih karena kau begitu baik padaku," ucap Jimin mengejek. "Dan aku akan membalas kebaikanmu itu berkali-kali lipat. Aku akan membalasnya dengan lebih baik lagi dan lagi sampai kau tak kuat lagi menerima seluruh kebaikanku. Kau mengerti?" Jimin melepaskan cengkramannya sambil mendorong kepala Deph. "Sekarang cepat bangun!"

Deph tak ingin berdebat lagi. Dia mengikuti semua yang diperintahkan Jimin. Keduanya pun berjalan beriringan dan meninggalkan hotel dengan mobilnya. Deph yang masih kesakitan dipaksa menyetir kendaraan sementara Jimin asyik menikmati semilir angin pantai yang memainkan rambutnya.

"Di sini tenang sekali, Seulgi pasti sangat senang melihatku menyiksamu," ucap Jimin, tapi Deph diam saja.

Mereka mendekati pasar tempat transaksi. Jimin masuk ke pasar dan berpura-pura jadi pembeli. Dia memperhatikan pergerakan anak buahnya. Sementara Deph hanya menunggu di mobil karena tubuhnya dipenuhi luka-luka lebam. Jimin tak ingin ada yang curiga pada keadaan Deph, lalu menghajarnya karena telah menyiksa nona besar mereka.

Tak berapa lama Jimin kembali. "Semuanya berjalan lancar," ucapnya setelah duduk di kursi kemudi. "Ayo, kita pergi ke tempat lain."

Deph pun kembali melajukan mobil itu tanpa banyak protes.

"Aku dapat info bahwa Kyuhyun ada di Dubai. Menurutmu aku bisa menangkapnya sekarang?" Jimin menatap Deph. Dia berpura-pura belum pernah bertemu Kyuhyun.

"Itu bisa saja kalau kau mencoba peruntungan."

"Artinya kau tak yakin?"

Deph terdiam. Dalam hati Deph terus bertanya apa mungkin Jimin masih belum tahu semalam dia melakukan video call dengan Kyuhyun. Jika mengingat Jimin yang tak begitu peduli dengan urusannya, rasanya mungkin saja kalau Jimin memang tak tahu.

"Kenapa diam saja? Apa kau merencanakan sesuatu?"

"Sesuatu seperti apa?" tanya Deph.

"Rencana membunuhku misalnya?"

Deph tertawa. "Kalau aku ingin melakukan itu, sedari awal akan kulakukan. Tak akan kubiarkan kau menyakitiku seperti ini."

Jimin membuang muka menatap keluar jendela. "Ada banyak sekali pertanyaan yang menggantung dipikiranku. Rasanya kata cinta hanya alasan bodohmu untuk tetap mempertahankanku."

Deph terkekeh-kekeh. Dia melirik Jimin sekilas, lalu melirik pejalan kaki yang hendak menyebrang. Seorang kakek yang digandeng oleh cucu laki-lakinya. Mereka menunggu lampu merah menyala agar bisa menyebrang jalan tanpa terluka.

"Jim, apa aku boleh tahu tentang keluargamu?"

Jimin tak menjawab. Dia juga tak tahu siapa keluarganya. Yang dia tahu hanyalah dia anak panti asuhan yang jatuh cinta pada Seulgi, lalu dengan mati-matian mengejar gadis itu, menikahinya dan menganggap kedua orang tua Seulgi adalah orang tuanya. Dia hanya anak sebatangkara yang miskin.

"Kurasa aku tak harus membicarakannya denganmu," ucap Jimin ketus.

Deph mengulum senyum. "Kau tak perlu cerita kalau tak ingin cerita. Aku hanya asal bertanya tentang mereka karena sepertinya kau hanya sayang pada kedua orang tua Seulgi."

"Kau bisa menyelidiki siapa mereka, kan. Sama seperti kau bisa menyelidiki tentang Seulgi dan keluarganya."

"Benar juga ...." Dephni terkekeh.

"Sepertinya hari ini kau bahagia sekali. Apa karena semalam kau terus mengalami orgasme? Berapa kali? Apa kau sempat menghitungnya? Vaginamu sampai bengkak begitu, kau pasti sangat puas."

"Tentu saja. Benda itu bergetar hebat dan aku sangat menikmatinya," ledek Deph.

"Itu bagus, kalau begitu malam nanti akan kuberikan kenikmatan yang serupa. Bagaimana kalau ditambah lagi satu di bagian belakang?"

Dephni menginjak rem tanpa sengaja hingga Jimin sedikit tersungkur ke depan.

"Kau gila! Apa kau ingin kita mati?! Kenapa mengerem mendadak?!"

"Kau yang gila!" Deph mendelik protes. "Kau pikir aku apa sampai kau berpikiran kotor seperti tadi. Bagaimana kalau alatnya masukkan saja di lubang anusmu biar kau tau rasanya."

"Aku tadi hanya bercanda, kau saja yang terlalu sensitif. Selama kau tak melakukan kesalahan, aku tak akan menghukummu."

"Omong kosong!" Deph masih menatap Jimin nanar. "Memangnya semalam apa salahku? Kenapa kau lakukan itu? Dari kemarin kau menyiksaku. Kau ...."

Suara Deph terputus saat Jimin tiba-tiba mencium bibirnya dengan sangat lembut. "Kau terlalu banyak bicara," bisik Jimin setelahnya. Deph membeku. Perlakuan Jimin yang seperti itu memang selalu bisa meluluh-lantahkam hatinya. "Ayo, jalan ...." Jimin kembali bersuara.

"Oh, i-iya ...." Deph pun melajukan kendaraannya dengan lebih tenang.

Sejenak hening menyelimuti. Kedua orang itu terdiam dan terjebak dalam pikiran masing-masing.

"Aku melakukan ini memang bukan hanya karena cinta," ucap Deph memecah kesunyian. "Di awal kita bersama, sudah aku katakan aku hanya ingin melindungi diriku dari Kyuhyun. Aku hanya ingin mencari suami yang bisa benar-benar melindungiku darinya. Karena aku sangat takut pada pria itu, tapi ...."

"Tapi apa?"

Deph menoleh dan tersenyum tipis. "Belakangan keinginanku tumbuh semakin banyak. Saat melihat perkembanganmu setelah dilatih oleh Wendy, aku jadi egois ingin menahanmu selamanya. Kakek butuh pengganti. Lalu, beberapa rekanan mulai saling intip untuk saling menghancurkan agar bisa muncul sebagai penguasa baru. Aku khawatir sebelum kakek menemukan ahli waris, seseorang akan membunuhnya. Maafkan aku karena bersikap terlalu egois tanpa membicarakannya lebih dulu denganmu."

"Tapi ... kenapa kau harus menghabisi keluargaku?" Jimin menatap Deph yang masih menyetir. "Apa kau juga akan menghabisi seluruh keluargaku di panti asuhan?"

"Aku ...." Suara Deph tercekat di tenggorokan. "Sebaiknya kita tak membahas ini. Aku tak bisa menceritakan alasannya padamu. Yang pasti seperti yang sering kukatakan, itu demi keselamatanmu. Percayalah padaku sekali ini saja."

"Bagaimana aku bisa percaya pada perempuan yang telah membunuh seluruh keluargaku." Jimin bergumam. Dia mencoba menahan kesal dalam dirinya.

Suasana kembali hening sampai tiba ditujuan berikutnya. Sebelum turun Jimin meminta handpone Deph.

"Berikan ponselmu. Kau pasti punya nomor Kyuhyun, kan? Aku ingin menantangnya berduel, hidup atau mati. Aku sudah muak dengan semua ini. Kalau aku berhasil aku akan penuhi harapanmu dan kau harus memberiku penjelasan. Kalau aku gagal, aku akan mati di tangan Kyuhyun dan kau akan jatuh jadi budaknya. Kurasa itu adil bagi kita semua."

"Jimin ...."

"Cepatlah! Aku tak punya waktu dan tak ingin main-main denganmu!"

Deph pun mengeluarkan ponselnya, lalu menelepon Kyuhyun. Setelah tersambung, Deph segera menyerahkan ponsel itu kepada Jimin. Jimin keluar dari mobil dan berbicara dengan Kyuhyun agak jauh dari tempat Dephni berada. Ada banyak hal yang harus dibicarakan tentang tantangannya berduel dengan pria itu.

Tbc

Aku ingetin lagi Manteman yg mau cetak buku, bisa banget tuh aku bantuin. Nggak ada minimal cetak, yes. Jadi bebas aja kalian mau cetak berapa. Dropship juga bisa. Jadi buku yg temen temen cetak bisa langsung dikirim ke pembeli.

Under ControlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang