Dua Puluh Tujuh

58 9 5
                                        

Acara pengangkatan Jimin akan segera dimulai. Dia sedikit gelisah karena Deph belum juga datang. Takut seluruh rencananya berantakan karena hal itu, Jimin meminta salah satu anak buahnya menjemput Deph.

"Mari kita mulai saja acaranya. Biarkan saja Deph istirahat, kata James beberapa hari ini Deph kurang enak badan." Rondge mengintrupsi kebisuan. Seluruh hadirin pun mengangguk setuju.

Akhirnya acara pengangkatan Jimin sebagai pewaris dan sekaligus pimpinan di kelompok mafia itu pun berlangsung. Hampir semua orang bersuka-cita dengan kehadiran Jimin sebagai pimpinan yang baru. Saat Jimin tengah menerima ucapan selamat dari Wendy, Marco mendekat dan berbisik kepadanya. Jimin tersenyum penuh kemenangan. Jimin mengangkat winenya tepat setelah Marco pergi.

"Hadirin sekalian," ucapnya melalui pengeras suara. "Hari ini aku sangat berterima kasih kepada Tuan Rondge dan Dephni karena telah menjadikanku seperti ini. Oh, ya ... ada satu rahasia yang belum pernah aku ceritakan kepada kalian semua. Aku sebenarnya bukan orang kaya, sejumlah harta yang dilaporkan sebagai milikku, itu adalah pemberian Deph. Semua itu dilakukan agar keluarganya, Tuan Rondge bisa menerimaku dan merestui hubungan kami."

Saat mendengar cerita Jimin kasak-kusuk mulai terdengar di antara para hadirin. Jimin menyeringai, lalu melanjutkan ceritanya.

"Kalian tau, itu bukanlah hal terburuk yang harus kalian dengar. Ah, biarkan aku lanjutkan ceritaku dulu. Setelah Deph membeliku dengan sejumlah aset perusahaan, hal yang tak terduga menimpaku. Deph menghabisi seluruh keluargaku. Dia menghabisi istriku dan mertuaku."

"Apa? Jadi kau pria beristri?!" Rondge jadi murka.

Jimin tersenyum, dia dengan cepat mengambil senjata api dari balik jasnya. "Ya, Tuan Rondge. Aku pria beristri yang telah kehilangan segalanya karena cucumu. Dan sekarang aku di sini untuk mengambil segalanya dari cucumu. Bukankah nyawa harus dibayar dengan nyawa?!" ucap Jimin sambil mengacungkan senjata api miliknya ke kepala Rondge.

"Jimin! Apa yang kau lakukan?!" teriak Wendy. Dia ingin mengambil senjata, tapi sebuah senjata juga kini mengarah padanya. Wendy baru sadar tempat itu telah dikepung. "Jimin kau!" Wanita itu bersuara geram. Orang-orang di dalam gedung itu terbagi jadi dua kubu.

Salah satu pengawal melucuti senjata yang dibawa Rondge untuk memastikan dia tak bisa melawan.

"Ah, kehidupan yang indah memang harus berjalan seperti ini." Jimin berjalan mendekati Rondge, lalu menendang kedua kakinya hingga kakek tua itu berlutut. "Hal terbodoh yang dilakukan cucumu itu adalah mencintaiku. Harusnya dia menikah saja dengan Kyuhyun. Benar, kan? Jadinya tak perlu ada pertumpahan darah seperti ini." Jimin telah siap menarik pelatuk untuk membunuh Rondge ketika Deph tiba-tiba masuk dan berlutut di hadapannya.

"Tidak, Jim. Jangan bunuh kakek, kumohon." Deph menangis sambil memelas.

"Deph ...." Suara Rondge terdengar lemah. "Maafkan Kakek."

"Tidak, ini bukan salah Kakek. Tapi aku ... akulah yang telah mengacaukan semuanya. Aku telah menghancurkanmu seperti ini. Maafkan aku." Deph terus menangis. Sementara Jimin kembali bimbang saat melihat wanita itu. Wanita yang kini tengah mengandung darah dagingnya.

Saat Jimin terjebak dalam kebimbangannya, sebuah tembakan terdengar nyaring memecah suasana. Jimin dan hampir semua orang menoleh ke arah pintu. Kyuhyun masuk bersama dengan Marco.

"Drama apa lagi ini, Jim? Bukankah kau harus bersikap lebih tegas, seperti ini misalnya." Sebuah tembakan terdengar. Wendy tumbang dan jatuh bersimbah darah.

"Wendy!" teriak Deph, mendekati wanita itu. "Wendy, bertahanlah, Wendy ...," ucap Deph, tapi wanita itu sudah tak bernyawa dengan timah panas menembus jantungnya.

Under ControlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang