sebelas

711 56 10
                                    

Happy reading, makasih udah membaca dan memberikan vote.
.
.
.
.
.

"Akh!!" Jimin mengerang. Satu peluru telah bersarang di kakinya. Ia meringis sambil menyeret kakinya untuk bersembunyi mencari tempat yang aman. Hingga kemudian menemukan sebuah batu besar yang saling beradu membentuk satu celah seperti sebuah gua kecil. "Sialan!"

Jimin memperhatikan kakinya yang terluka. Darahnya yang tercecer malah meninggalkan jejak yang membuatnya lebih mudah tertangkap. Karenanya sekarang ia harus berusaha menghapus jejak itu.

Baru dua hari berlalu ia terjebak dalam hutan dengan tujuh petarung gila yang haus darah yang mengepungnya, kini ia sudah terluka. Ia meringis saat mengingat janjinya pada Dephni. Sepertinya ia telalu menganggap remeh lawan-lawannya hingga berani sesumbar di podium dan menantang mereka semua.

Darah masih mengucur dari lukanya yang telah ia balut dengan sobekan bajunya. "Sial, Jika pelurunya tak di keluarkan ini bisa infeksi." gumamnya lalu mengeluarkan sebilah pisau dari tempatnya yang tergantung di ikat pinggang kulitnya.

Syukurlah hari sudah malam hingga perburuan akan dirinya pun otomatis berhenti. Ya, peraturan game adalah saat malam tidak boleh ada penyerangan satu sama lain karena itu adalah kesempatan bagi para pertarung untuk istrirahat dan siapapun yang melanggar maka akan mati detik itu juga karena chip yang tertempel di tubuh masing-masing akan meledak. Sebuah chip kecil sangat kecil bahkan namun memiliki daya ledak yang tinggi. Tapi hebatnya benda kecil itu hanya bisa diledakkan oleh si pemegang remote dan dikendalikan dari jarak jauh. Sementara itu tidak meledak, chip kecilnya hanya akan berubah jadi kamera yang digunakan untuk mengawasi para pemain. Itulah kenapa sekarang Jimin yakin jika Dephni sudah tahu kalau dirinya sedang terluka. Jimin menduga chip itu tidak menempel di tubuh tapi di pakaian mereka yang memang disiapkan oleh penyelenggara dan chip yang tertempel pasti lebih dari satu.

Sejenak Jimin terdiam menatap mata pisau yang berkilat tertimpa cahaya bulan. Lalu ia pun mengeluarkan korek gas yang juga menjadi perlengkapannya. Jimin merobek bagian celananya yang berlubang karena peluru yang ada di bagian samping paha kirinya setelah itu barulah ia membakar ujung mata pisau di tangannya.

Setelah dirasa cukup steril dari kuman ia pun mengarahkan ujung pisau itu pada luka kakinya. "ERRGHH!!!!" Jimin ingin sekali menjerit saat pisau panas itu mengoyak kulitnya. Tetapi ia meredam teriakannya dengan menggigit tangan kirinya sendiri.

Tubuhnya berkeringat meski angin malam terus berhembus mengalirkan hawa dingin menyentuh kulitnya. Sialnya setelah koyakan pertama pada pahanya ternyata Jimin masih belum berhasil mengeluarkan timah panas itu. Hingga kemudian Jimin mengulangi membakar ujung pisaunya dan kembali mengoyak daging pahanya sendiri dengan erangan yang kembali teredam oleh gigitan pada tangan yang sama. Jimin terus melakukannya hingga peluru itu berhasil ia keluarkan.

Barulah setelah itu Jimin mengunyah dedaunan yang ia dapatkan sepanjang perjalanannya mencari tempat persembunyian tadi. Hingga dedaunan itu benar-benar hancur di mulutnya baru kemudian ia menempelkannya pada lukanya dan membalutnya dengan robekan baju singlet yang ia kenakan.

Akhirnya semua selesai. Jimin pun menyandarkan tubuhnya pada batu besar itu. Rasanya ia benar-benar kelelahan. Sesekali Jimin meludah karena rasa pahit di mulutnya akibat mengunyah daun obat itu. Jimin cukup beruntung karena dulu kakeknya pernah mengajarinya tentang berbagai jenis tanaman dan fungsinya hingga dengan mudah ia mampu mengenali jenis daun yang bisa digunakan untuk menghentikan pendarahan dan mengeringkan luka di kakinya. Jimin juga cukup pandai mengenali mana tumbuhan yang beracun dan mana yang bisa ia makan dengan aman baik buah maupun daunnya. Pengetahuannya tentang alam sangat membantunya.

Merasa sudah cukup beristirahat Jimin pun mengacak-acak ranselnya untuk mengambil perbekalannya dan segera memakannya dengan lahap. Barulah ia kembali bersiap untuk pergi dari sana. Darahnya tadi menetes cukup banyak hingga akan sangat mudah bagi musuh untuk mengetahui keberadaannya. Karena itulah ia mulai bergerak di tengah gelapnya malam. Kali ini Jimin sangat yakin lukanya tak lagi meneteskan darah hingga tak akan ada jejak yang tertinggal.

Under ControlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang