Tiga Puluh Satu

73 10 8
                                        

Jimin duduk di ruang tengah di antara istri dan kedua mertuanya. Banyak hal yang mereka bahas dan ceritakan selama perpisahan itu. Jimin juga mengatakan kalau sampai sekarang Deph belum ditemukan. Namun, reaksi Seulgi menghantam Jimin. Bukannya berterima kasih atas apa yang dilakukan Deph, Seulgi malah seakan-akan mengucap syukur atas hilangnya Deph.

"Itulah upah bagi wanita yang suka merebut suami orang," ucap Seulgi sebelum berdiri dan melangkah menuju kamarnya untuk merapikan barang yang dibawa oleh Jimin. Jimin tercekat mendengar kata-kata itu, dia ingin membantah tuduhan Seulgi, tapi diurungkannya saat mengingat mereka baru saja bertemu setelah berbulan-bulan lamanya.

"Jim, kau mau aku masakin apa??

"Apa saja.l, Seulgi. Aku hanya ingin istirahat sebentar."

"Siapkan air hangat untuk suamimu, Seulgi. Biarkan dia membersihkan diri, lalu istirahat, dia pasti lelah setelah perjalanan jauh," ucap ibu wanita itu.

"Iya, Bu," sahut Seulgi, "Ayo, Jim. Kau bersihkan badanmu dulu sebelum tidur."

Jimin pun berpamitan kepada kedua mertuanya. Seulgi menyiapkan segalanya dengan sangat baik. Jimin pun bisa berendam air hangat yang membuat tubuhnya merasa lebih bugar.

Sementara itu, Seulgi segera merapikan barang bawaan Jimin. Mengeluarkan isi kopernya dan menatanya di lemari. Setelah merapikan semua pakaian, Seulgi menyisir takut-takut nanti ada yang tertinggal. Tangannya gemetar saat menemukan sebuah photo di sana, lalu dengan kasar melempar photo itu ke lantai.

Suara benda jatuh dan pecah membuat Jimin terkejut. Dia segera menghentikan acara mandinya. Hatinya tergelitik dan merasa benda jatuh itu adalah miliknya.

"Seulgi! Apa yang kau lakukan?!" Jimin memekik saat melihat photo pernikahannya dengan Deph sudah hancur. Bingkainya pecah menjadi serpihan kecil, lalu photo itu tercerai berai karena Seulgi merobeknya dengan penuh emosi.

"Apa ini? Kenapa kau bawa photo sialan ini?! Oh, atau kau sangat bahagia dengan pernikahanmu? Kau tak rela berpisah dengannya, begitu?!" cecar Seulgi dengan mata memerah marah. Ada air mata menggenang di sana. Air mata yang siap jatuh membasahi pipinya.

Wajah Jimin mengetat, tangannya terkepal, dia berusaha kuat menahan emosi. Jika saja bukan Seulgi yang menghancurkan photo itu, dia pasti sudah membunuhnya. Jimin diam saja mendengar omelan perempuan yang ada di depannya.

Seulgi pun mendekati Jimin dan memeluknya. "Aku tak mau lagi ada orang ketiga dalam hidup kita, Jim. Wanita murahan itu juga sudah mati, jadi buat apa kau terus menyimpan photo itu. Pernikahan kalian juga hanya pernikahan palsu. Lupakan semuanya, Jim, dan mari kita mulai hidup kita dari awal lagi."

Jimin hanya mematung, tak ada niat dalam hatinya untuk membalas pelukan Seulgi. Sementara Seulgi menumpahkan rasa sedih dan kesalnya di sana.

Seulgi mengurai pelukannya, lalu mendongak menatap Jimin yang memang lebih tinggi darinya. "Jim ...," ucapnya dengan suara lembut. Disentuhnya pipi kanan pria itu. "Aku sangat merindukanmu, Sayang." Seulgi berjinjit, lalu mencium bibir suaminya dengan lembut.

Amarah Jimin melunak, tapi dia sama sekali tak membalas ciuman Seulgi. Ciuman yang dulu selalu jadi candu baginya. Ciuman yang dulu selalu membawanya terbang ke puncak gairah, sekarang malah terasa hambar.

Seulgi mengurai ciumannya. Dia menghapus jejak air mata di wajahnya lalu berkata, "Kau gantilah pakaianmu dulu. Akan kubuatkan segelas jus untukmu sebelum kau istirahat." Wanita itu mengulas senyum, menjatuhkan kecupan sekali lagi di bibir suaminya, lalu pergi dari kamar itu.

Atensi Jimin kini terfokus pada photo pernikahannya yang jadi serpihan kecil-kecil terserak di lantai. Dia berjongkok, tangannya gemetar memunguti setiap serpihan photo yang jadi kenangan terakhirnya bersama Deph. Air mata lolos begitu saja. Hatinya kembali sesak. Selain suara isak tangis yang tertahan, tak ada suara apa pun lagi yang keluar dari mulut pria itu.

Lembar-lembar sobekan photo itu di simpannya kembali di kopernya. "Maafkan aku, Deph ...," gumam Jimin. "Aku hanya pecundang. Bahkan selembar photomu pun tak bisa aku lindungi, lalu bagaimana aku bisa melindungimu?" Jimin menutup kopernya dan meletakkannya di dalam lemari. Dia menghapus jejak air mata yang masih membasahi wajahnya, lalu mengambil sapu untuk membersihkan pecahan kaca dari bingkai photo itu.

Seulgi masuk ke kamar itu saat Jimin sudah selesai menyapu lantai. Wanita itu melihat sampah kaca, tapi tak melihat satupun serpihan photo di sana. Emosinya kembali memuncak. Namun, dia mencoba menahannya.

"Jim, di mana sobekan photo-photo itu?"

"Aku sudah membuangnya," sahut Jimin sambil melanjutkan kerjaannya.

Seulgi menarik lengan Jimin agar pria itu menghadapnya. "Kau buang di mana? Jawab yang jelas, Jim."

Jimin tak mampu menahan emosinya, dia melempar alat bersih-bersih di tangannya. Pecahan kaca yang sudah dikumpulkannya kembali berserakan menimbulkan suara berisik.

"Maumu apa, sih, Seulgi?!" Mata Jimin memerah menunjukkan amarah dalam dirinya.

"Mauku?!" Seulgi tak mau kalah. "Aku mau kau membuang semua hal yang berkaitan dengan pelacur itu!"

"Seulgi!" Tanpa sadar Jimin mencengkram leher wanita itu. "Siapa yang kau bilang pelacur, hah?! Dari tadi aku sudah cukup sabar mendengar semua umpatanmu tentang Deph, tapi tidak kali ini. Kau sudah sangat keterlaluan. Aku peringatkan kau, jangan coba-coba mengata-ngatainya. Sekali lagi aku dengar kau menghinanya, aku tak segan-segan akan menyakitimu!" Jimin mendorong Seulgi, membuat jus yang dibawanya jatuh. Wanita itu tersungkur.

"Jimin!" Seulgi masih tak mau kalah. Air matanya sudah tumpah, sakit menyerang hatinya karena Jimin memperlakukannya dengan begitu kasar. "Apa yang kau lakukan padaku?! Kau menyakitiku. Kenapa? Apa yang sudah dilakukan wanita itu padamu?"

"Apa yang dia lakukan? Kau tanya apa yang dia lakukan? Dia melindungiku, Seulgi!" Jimin berteriak marah, menepuk dadanya sendiri dengan emosi. "Dia memberikan nyawanya untuk hidupku! Dia memberikan cintanya untukku! Lalu kau, apa yang kau lakukan? Kaulah yang menjualku! Kau hanya bisa menjualku?! Aku mencintaimu, tapi kau menjualku! Memang apa yang kau tau soal cinta dan pengorbanan. Kau bukan Deph dan kau tak akan pernah paham apa yang Deph lakukan untukku. Untuk pria sepertiku yang hanya bisa menyakitinya meski dia memberikan seluruh cintanya padaku!"

Jimin membuang muka agar tak semakin emosi melihat wanita di hadapannya. "Pergilah dari hadapanku agar aku tak menyiksamu, Seulgi." Jimin memunggungi Seulgi.

Seulgi menangis tersedu, dia mendekap Jimin dari belakang. "Maafkan aku, Jim, maaf ...," ucapnya dengan air mata yang bercucuran.

Jimin menarik napas panjang. Air matanya menetes jatuh. Dia telah menyakiti Seulgi, orang yang paling dicintainya selama ini. Hatinya berdenyut sakit karena berada dalam kebimbangan tentang perasaannya saat ini.

"Jim, aku berjanji tak akan pernah mengumpat soal Deph lagi. Kumohon maafkan aku, berikan aku satu kesempatan lagi, Jim. Kau telah mengubah hidupku, telah berkorban untukku, kumohon maafkan aku. Aku tak ingin membuatmu terluka lagi. Jika kata-kataku melukaimu, aku berjanji tak akan mengulanginya."

Jimin kembali menarik napas panjang. Dia berusaha berdamai dengan hatinya. Dia membalik badan, lalu menghapus jejak air mata di wajah Seulgi.

"Maaf karena aku bersikap kasar padamu, Seulgi."

Wanita itu mengangguk.

Jimin menangkup wajah istrinya, lalu menyatukan bibir mereka. Dengan lembut Jimin mencium bibir istrinya. Matanya terpejam berusaha menikmati ciuman itu, sedangkan khayalnya hanya berisi Deph. Dia hanya membayangkan bahwa saat ini dia hanya sedang mencium Deph yang tanpa disadarinya telah menguasai seluruh hati dan pikirannya.

Tbc

Emang, ya, kadang kita baru merasa seseorang itu begitu berarti setelah kehilangan.🥺🥺🥺


Under ControlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang