Pacar Pertama dan Lelaki Pertama

12.7K 2K 457
                                    


Haiiii senoritaaaaah jemaah hambaaaa ... apa kabar Anda semuaa? Tahun baru Inak hadir kembali uhuyyyy.

Semoga tahun ini tidak semelelahkan taun kemarin yaaak. Moga kita bisa bahagia sama-sama. (Mirip kalimat buaya pas ngerayu🤣)

Inak bawain cerita yang lama dah mangkrak. Wkwkwk. Tapi janji eke tamatin kali ini. Tobat ditagihin chyinn.

Beteweh nama panggilan Altair eke ganti Sambada yaak.  Nama panjangnga masih ada Altairnya kouk.

Cusss lah andah baca semua. 🥰

❤️‍🩹



"Psst ... pstt ....."

Aku menghela napas. Entah untuk keberapa kalinya. Mungkin tiga belas atau malah dua puluh satu kali. Oke, hitungannya agak jomplang. Namun, memiliki ibu yang hobi memanggilku seperti sedang menegur kucing kami, bukanlah hal yang menyengkan.

Terlebih sekarang aku tengah disibukkan dengan menjahit manik-manik pada kebaya yang memiliki payetan rumit ini.

Aku ingat, Ibu mencibir bahwa kebaya wisuda sekarang modelnya makin ada-ada saja, semakin lama semakin mirip kebaya tunangan atau nikahan.

Aku tentu saja mengatakan pada ibu bahwa selera orang berbeda-beda. Dan selama mereka membayar dengan harga yang pantas aku sih oke saja.

Bagaimana pun, Jemari Hati memang dikenal sebagai tempat menjahit pakaian yang unik dan indah. Karena itulah kami menerima pesanan terbatas.

"Psst ... psstt ...."

"Bu, please aku bukan cimol, kenapa sih dari tadi pas pes pas pes mulu."

"Habis kamu anteng banget kayak kucing habis kawin."

Nah!

"Emang Ibu pernah lihat kucing kawin?"

"Emang cimol pernah kawin?"

Ibu jelas tidak terima jika kucing kesayangan kami yang dianggap gadis lugu itu ternyata bobol di luar nikah. "Eh?"

"Hah? Jadi pernah? Ibu kira dia perawan ting-ting!" Ibuku yang memang agak absurd itu menunjuk kucing kami yang bergelung di sofa tua dengan gunting di tangannya. "Dasar ya kamu anak cewek nggak bisa jaga diri! Mau jadi apa kamu masukin laki-laki ke rumah pas kakakmu nggak di sini! Kamu nggak malu hah?"

"Bu, Cimol kucing, bukan Adikku! Lagia sejak kapan Ibu beranak kucing?"

"Dari pada Ibu anggap anakmu."

Aku menatap Ibuku sebal.

"Matanya ... matanya ... mana boleh mendelik sama orang tua? Ingat, meski kaki Ibu kapalan, surgamu balik lagi di bawah kaki Ibu habis cerai dari Sambada."

Aku memutar bola mata. Ibu bohong, kakinya tidak kapalan sama sekali. Kaki Ibu mulus karena dia rajin merawat diri.  Saat sedang stress begini, keabsurdan Ibuku biasanya bertambah beberapa level. Aku paham. Sangat paham.

Sebentar lagi peringatan kematian ayah. Hingga kini, Ibu tidak bisa menerima kepergian ayah yang sangat tiba-tiba.

Sementara aku memilih kembali menyibukkan diri dengan payetan-ku.

"Pssst ... psttt ...."

"Apaaaa  Ibu?"

"Udah denger gosip belum?"

"Seminggu ini aku jadi manusia gua gara-gara pesenan kebaya, aku mana tahu ada gosip."

"Makanya Ibu kasi tahu. Sini ... sini ...."

Has To Be YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang