Kesurupan

7.5K 1.6K 478
                                    

Mumpung libor, eke apdet lagi yakkk

❤️‍🩹

Aku hanya mampu menatap langit-langit kamar dengan nelangsa.

Sungguh kejadian malam  ini benar-benar durjana.

Andai tahu Sambada akan pulang, aku kan bisa dandan lebih cetar. Bagaimanapun, ketemu mantan itu harus keliahatan elegan. Bukannya cuma berdandan biasa dengan pakaian seadanya.

Bukannya aku tak cantik. Ibukku bahkan bilang aku anak perempuan paling cakep di muka bumi. Meski penilaiannya sangat subjektif, tetap saja bagi anak perempuan itu sangat berarti. Karena kepercayaan diri awal seorang anak dibentuk dari dalam keluarganya sendiri bukan?

Namun, kalau di depan Sambada kan levelnya harus lebih tinggi.

"Elegan tahi kucing !"

Aku menutup wajahku dengan selimut. Mengingat kembali bagaimana aku menangis terisak-isak di dalam pelukan Qahi.

Seperti seseorang yang benar-benar kasmaran dan melarat rindu.

Awalnya semua orang tertawa karena mengira aku terharu. Namun, saat tangisku berubah makin kencang dan tak terkendali, mereka semua menjadi panik. Alhasil aku memilih pura-pura pingsan.

Bodohnya, aku lupa kalau Qahi itu dokter. Tentu saja mereka tahu aku tidak pingsan. Segala sesuatu dalam tubuhku normal.

Mengetahui taktik-ku modar,  aku mulai  berakting bak orang  kesurupan. Menangis dengan mata terpejam.

Sialnya itu malah membuat Haji Latif ( Imam Masjid) dipanggil untuk mendoakanku.

Hasilnya, tentu saja Haji Latif tak menemukan ada makhluk yang merasukiku.

Karena suasana yang chaos itu, Tante Permata malah memiliki ide untuk membawaku ke rumah sakit.
Saat itulah aku memutuskan bahwa drama itu sudah cukup. Aku tidak segila itu untuk sampai masuk UGD karena tak sanggup bertemu mantan pacar dan mantan suamiku sekaligus.

Akhir cerita,  aku diantar pulang, oleh Qahi tentu saja. Karena  Kak Sambada bertugas mengantar Haji Latif pulang.

Sumpah, aku malu sekali. Tidak hanya pada kedua mantan mertuaku, ibukku dan Haji Latif, dan para tentangga yang datang, tapi juga pada Tuhan. Sejak kecil Bapak selalu mengajarkan agar jadi orang jujur. Tadi aku tak jujur sama sekali.

Melihat tatapan teduh Sambada membuatku terguncang hingga ke tulang-tulang.

Sejujurnya baru hari ini, aku  tahu ternyata memiliki  potensi menjadi artis. Agak bikin bangga sih, meski malunya lebih banyak.

Namun, membayangkan harus bicara pada Sambada setelah dipeluk Qahi semena-mena benar-benar membuat mentalku lebur.

Aku pasti dianggap janda gatal habis kami bercerai. Padahal kan nggak pernah ada yang pernah ngubek-ubek aku selain dia.

Sekarang, masih menatap langit-langit kamar seperti ini membuatku merasa makin  menyedihkan.

Baru bertemu dengan Sambada saja aku sudah seperti ini. Bagaimana jika kami sampai bicara. Bisa-bisa aku kesurupan beneran.

Suara pintu yang diketuk menghentikan lamunanku.

Kamarku yang memang tidak terkunci membuat Ibu bisa dengan leluasa masuk.

Aku harus pura-pura lemas bukan?

Ibu duduk di pinggir ranjang, membelai tanganku. Adegan ini mengingatkanku pada ftv saat tokoh utama mau mati.

Sial, di mata Ibu, aku pasti terlihat sakit keras sekarang.

"Maafin Ibu, Nak. Ini semua salah Ibu."

Nah kan, dialognya juga mirip.

Has To Be YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang