Perusak

5.6K 1.3K 293
                                    


*****

Athira mengerjap. Sekali, dua kali, membuat Sambada yang tadinya tersenyum lebar, mulai khawatir jika kabar ini sama sekali tak diinginkan sang istri. Mengingat kesalahan yang telah dilakukannya, sangat wajar jika Athira belum siap mengandung.

Mereka masih berada di tengah badai. Badai yang masih mengamuk. Namun, bagi Sambada, kabar kehamilan Athira seperti sebuah tali yang diulurkan pada mereka. Tali yang akan menuntun mereka terbebas dari badai itu. Sebuah harapan.

"Sayang ... apa kamu mendengarku?"

"E ..eh?"

"Kamu mendengarku?" Wajah pucat Athira membuat Sambada makin khawatir. "Sayang ...."

"A-aku hamil?"

"Iya."

"K-kok bisa?"

Sambada mengulum bibir. Athira kini tak lagi mengerjap, tatapannya nenacap lurus pada Sambada. Tatapan yang begitu polos seolah memang tak memahami sama sekali mengapa dia bisa berbadan dua.

"K-kak ... k-kok diam? A-aku beneran hamil?"

Sambada mengangguk.

"Tapi kok bi-bisa?"

"Tentu saja bisa. Kita sudah menikah. Dan seperti pasangan yang sudah menikah, kita berhubungan suami istri." Sambada memejamkan mata sejenak, berusaha mencari cara yang tepat menjelaskan pada Athira yang seolah tak mengerti ucapannya. Samabada seakan tengah bicara bahasa alien sekarang. "Kamu pasti ingat prosesnya kan?"

Athira tak menjawab. Mata bulatnya masih menatap sang suami tanpa kedip.

"Kamu tak mungkin lupa kan? Kita sering melakukannya. Dan
Apa yang kita lakukan itu menghasilkan bayi."

"Ba-bayi?"

"Iya. Bayi. Saat ini masih janin."
Athira masih tak beredip.

"Sayangku, kamu paham kan? Saat kita ... apa istilah yang kamu berikan kemarin? Skidapdaptiutiu-"

"Piuwpiuw," koreksi Athira.

"Nah, iya, piuwpiuw. Itu menghasilkan bayi. Karena ketika milikku ...." Wajah Sambada memerah. Namun, dia terus berusaha menjelaskan pada istrinya yang terlihat seperti orang sawan. "Ketika dia ... itu ...."

"Tongkat sakti?"

"Iya."

"Masuk?"

"Iya."

"Ke mana?"

Sambada rasanya mau menangis. Dia tak pernah merasa harus sesusah payah ini menjelaskan sesuatu. "Ke ... ke dalam ... milikmu. Lalu mengeluarkan ..."

"Semburan sakti?"

"Apa?"

"Ka-kan to-tongkatnya sakti. Jadi yang di...keluarin juga sakti."

Sambada mengulum bibirnya dan mengangguk. 

"Terus?" tanya Athira.

"Terus apa?"

"Terus jadi bayi?"

"Iya. Jadi bayi."

"Secepat ini?"

"Iya."

"Wah ... beneran sakti  ternyata."

Sambada mengangguk dan bergumam, "Kamu benar. Milikku memang sakti."

Athira dan Sambada bertatapan, tapi pria itulah yang lebih dahulu mengalah. Dia menutup wajah karena malu.

"Kok Kak Bada gitu?"

Has To Be YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang