Lapor Polisi

7.7K 1.7K 552
                                    


Di KK membarah Nyisanak. Awokokok
Suka kan Part di sana. Notif eke jebol uy wkwkkw.

❤️‍🩹

Aku tersentak dan melotot saat ngeliat jam di dinding. Hampir jam  enam pagi dan itu tanda bahaya sangat terang.

Hasyuuuu.

Jam segini udah banyak orang yang lalu lalang. Apalagi Jemari Hati ada di pinggir jalan. Mereka pasti lihat mobil Kak Sambada di luar. Bodo amat, aku pikirin alasannya ntar aja. Yang penting Kak Sambada pergi dulu soalnya bentar lagi Ibu bakal datang.  Ibu bilang mau mulai bikin kuenya pagi-pagi.

Aku berusaha untuk bangun, meski lengan Kak Sambada berat banget menahan perutku.

Saat menoleh ke hadapannya, aku langsung lemas. Dia ganteng banget towloooong.

Aku geleng-geleng kepala. Ini bukan waktunya buat terpesona. Semalam kan udah. Sekarang waktunya balik ke kenyataan sebelum kami benar-benar digrebek warga .

Aku menyentuh pipinya. Masih agak hangat. Dia masih belum sembuh benar, tapi main hujan-hujanan kayak sharukh khan.

"Kak bangun yuk."

"Hmm ...."

Suer, suaranya aja udah seksi banget. "Bangun, udah pagi ini. Bentar lagi Ibu datang."

Barulah Kak Sambada membuka mata. Aku merasa terenyuh saat melihatnya. Namun, saat kami bertatapan, rasa panas menimbulkan kecanggungan yang buru-buru membuatku menunduk.

Rasanya jauh lebih mendebarkan  ketimbang habis malam pertama kami dulu. Yaiyalah kalo yang dulu aku ngunci pintu di kamar mandi sambil nangis.

"Kakak harus pulang. Ibu bentar lagi datang, pegawai yang lain juga. Mereka bakal mikir yang nggak-nggak tau Kakak nginap di sini."

"Sudah sewajarnya."

Aku mengangkat wajah, tapi akhirnya mengangguk lemah. Kami memang salah.

Aku turun dari sofa. Lega karema selimut itu masih menutupi bagian bawah tubuh Kak Sambada.

Aku memungut sweaternya di dekat kaki meja.

"Aku bantu pakein ya?"

"Celana dulu."

Aku mengangguk, berjalan ke dekat rak di etalase tempat celana Kak Sambada tergantung. Sudah tak sebasah semalam. Masih agak lembab memang.

"Sampai rumah pokoknya langsung ganti celananya."

"Iya."

Aku menyerahkan celana itu padanya. Momen ini mengingatkanku saat kami menjadi suami istri dulu. Meski aku belum mencintainya, aku selalu mengurus segala kebutuhannya. Dan membantu  Kak Sambada berpakaian salah satu kesukaanku.

Kak Sambada berdiri sedikit terhuyung, hingga aku harus membantu memegang lengannya.

"Aku nggak apa-apa kok."

Kak Sambada itu putih, jadi kelihatan jelas perbedaan warna tubuhnya saat demam.  Aku tersenyum kecil saat dia menunduk untuk memakai celana. Gurat bekas kerokan dan pijitanku semalam masih terlihat jelas.

Aku memijitinnya sampai dia tidur. Mana dia minta aku naik ke punggungnya. Badannya keker banget, tapi kayak jompo kalo sakit.

Setelah selesai berpakaian Kak Sambada kembali duduk. Aku mengambilkan sepatunya.

"Nggak usah dipakai, basah gitu. Aku ambilin plastik ya. Ntar pakai sendalku aja."

"Kakimu itu kecil. Mana muat sandalmu di kakiku."

Has To Be YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang