Dilema

7.4K 1.7K 400
                                    



Baca duyu Part yang di KK yaaaa.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






❤️‍🩹

Aku nelan ludah. Selain nggak nyangka bakal ditelepon Tante Permata, aku lebih nggak nyangka dengar Tante nangis kayak gini. Terakhir aku liat Tante kayak gini pas Qahi kabur ninggalin aku.

Dan sekarang dia kabur lagi. Pengen kucekek rasanya kalo dia di sini. Dia kenapa sih? Kayaknya Qahi itu mendedikasikan hidupnya buat ngeribetin hidup orang lain. Pusing aku tuh gara-gara kelakukannya yang kem bocil kematian.

"Ini sudah empat hari. Sambada juga  tidak mau mencarinya lagi. Sementara Qahi tidak mau sama sekali menjawab telepon dari Tante, Thira."

Gila sih. Edisi bikin emaknya kalang kabut Qahi emang jagonya.

"Qahi juga menolak panggilan dari Om. Om sampai tidak bisa beristirahat karena terus memikirkan dia."

Aku menelan ludah. Kalo udah bawa-bawa Om Kusuma tuh aku cepat lemah.

"Tante tahu dia patah hati. Tahu dia merasa terkhianati. Tapi kami sebagai orang tua tidak punya daya upaya lagi untuk membantunya. Karena di satu sisi pelakunya adalah kakaknya sendiri."

Pelaku? Kak Sambada dianggap pelaku? Gila aja. Emang kejahatan apa yang Kak Bada lakuin? Dia cuma mau balikan sama mantan istrinya yaitu ... aku. Kalo Kak Bada dianggap penjahat, berarti aku juga dong? Sial banget sumpah. Rasanya nggak enak tau.

"Tante juga tidak bisa mengemis padamu untuk mau menerima Qahi kembali kan. Karena meski melakukan itu, sakit hatimu yang dulu tidak akan pernah membuatmu memaafkan Qahi."

"Tante ... Tante salah paham. Aku nggak pernah benci sama Qahi. Marah ya, tapi aku udah maafin. Aku-"

"Tidak. Tante paham kok. Sebagai wanita, saat dilukai sangat dalam, kita tidak pernah benar-benar mampu memaafkan. Karena itu, Tante sudah tidak masalah jika kamu memang tak mau kembali pada Qahi. Tapi mengapa kekecewaanya padamy harus dilampiaskan pada kami? Orang tuanya sendiri?"

Ya mana kutahu. Kan jawabannya cuma Qahi yang bisa ngasi. Tapi aku tetap bungkam.

"Athira, bisa tidak kamu bicara dengan Sambada. Minta dia untuk bujuk Qahi. Qahi itu sangat mengidolakan dia. Tolonglah, dia lebih berempati pada saudaranya sendiri. Jangan terburu-buru dulu menikah. Beri waktu dan  kesempatan pada Qahi untuk menerima hubungan kalian. Bagaimanapun mereka bersaudara. Tante tak bisa membayangkan hubungan kedua anak Tante  terputus hanya karena seorang wanita."



*****

Aku terus melototin  sketsa gaun yang udah kubuat di tablet. Kepalaku  mendadak buntu. Sudah lebih dari satu jam aku cuma bisa ngelakuin hal yang sama. Ini semua, nggak lain karena telepon Tante Permata soal Qahi. Aku nggak tahu harus ngomong apa. Soalnya Tante Permata nelepon sambil nangis dan meski masih bicara halus, aku tetap ngerasa ada nada nyalahin dalam kata-katanya.

Has To Be YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang