Kenyataan Pahit

5.6K 1.3K 67
                                    



❤️‍🔥❤️‍🔥❤️‍🔥Baca Part 'Hukuman' dulu di Kk yakkk. Menyalahhh ❤️‍🔥❤️‍🔥❤️‍🔥


*****

"Tunggu ...."

Sambada mengabaikan panggilan Qahi. Pria itu terus melangkah dengan cepat menuju parkiran tempat mobilnya berada.

Sambada seperti orang linglung. Satu-satunya yang dia inginkan adalah menjauh dari tempat itu.

Semua kata-kata menyakitkan Nyonya Permata menggema di telinganya. Namun, bukan itu yang membuat Sambada teramat terluka. Fakta bahawa dirinya adalah anak haramlah yang membuat pria itu merasa hancur.

Seluruh kepercayaan diri Sambada lebur saat itu juga.

Selama ini dia berharap pada benang tipis rahasia, bahwa entah di mana, ibunya masih ada. Bahwa mungkin ayahnya hanya melakukan pengkhianatan pada cinta Nyonya Permata. Namun, menjadi bukti dari perzinahan menghantam Sambada dengan cara yang tak pernah dibayangkan. Dia merasa lebih rendah dari kotoran sekarang.

Dia bahkan tak mampu menatap Qahi dengan kepala tegak lagi. Sambada merasa benar-benar menjadi penghancur hidup adiknya kini.

Itulah mengapa dia berlari melewati Qahi yang mematung. Sambada tak siap untuk konfrontasi apapun. Bahkan  tanpa Qahi perlu memukul, kini Sambada merasa babak belur.

"Tunggu. Kak ...."

Kata 'kak' yang diucapkan Qahi bagai magnet yang mamaku kaki Sambada di tempat. Tangannya yang hendak membuka pintu mobil terhenti. Panggilan Qahi membuatnya tak mampu bergerak.

Kak?

Kenapa Qahi masih memanggilnya seperti itu?

Qahi berhasil menyusulnya. Langkah sang dokter terengah saat akhirnya mencapai kakaknya. Qahi merenggut bahu Sambada, memaksa berbalik. Kini mereka berdua  berdiri berhadapan

Mata Qahi menatapnya liar, marah dan tak percaya. Sambada tahu, bukan hanya dirinya yang terpukul karena fakta itu.

"Katakan bahwa yang dikatakan Bunda bohong," tuntut Qahi. "Katakan bahwa aku salah mendengar! Bunda ... Bunda terlalu kecewa padamu hingga mengatakan hal mengada-ada untuk menghukummu!"

Qahi mendorong dada Sambada tak sabaran. Ketidaksabaran kakaknya  membuat pria itu maki  takut akan kebenaran. Qahi tak mau percaya. Dia menolak percaya. "Kenapa diam? Katakan, Kak bahwa Bunda salah. Kita memang saudara satu Ayah dan Ibu. Kak!" teriak Qahi saat Sambada masih saja bungkam "Kak!"

Namun, Sambada hanya menatap adiknya dengan mata berkaca-kaca.

"Sialan. Sial! Sial ...!" teriak Qahi yang langsung  berbalik mengantamkan tinjunya ke mobil sang kakak

"Hentikan!" Sambada berusaha menahan adiknya yang telah terluka karena terus meninju kap mobil. "Kamu melukai dirimu sendiri!"

Qahi berbalik lalu meninju pipi Sambada. Qahi kemudian merenggut kerah baju  kakaknya. "Kamu yang menyakitiku!"

Sambada memalingkan wajah.

"Lihat aku brengsek dan katakan Bunda berbohong! Katakan bahwa kamu benar-benar Kakakku!"  suara Qahi bergetar. Kenyataan bahwa Sambada bukan anak bundanya menyakiti Qahi jauh lebih hebat dari fakta Athira menjadi miliki kakaknya.

Namun, Sambada tentu tak bisa menyangkal.

"Jadi itu  benar?" tanya Qahi yang sudah bisa menyimpulkan. Air matanya menetes tak tertahan. "Itu benar dan kamu sudah tahu. Kamu sudah tahu sialan!"

Has To Be YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang