Bukan Peter Parker

5.5K 1.4K 212
                                    


*****

Aku nggak langsung tidur. Aku ke kamar mandi buat bersihin diri. Rasanya agak kikuk pas lari ke kamar mandi telanjang bulat. Mana Kak Sambada ngeliatin terus. Minimal kan ngejer, ehehehehe ....

Bercanda. Kami nggak dalam mood buat kejar-kejaran kayak di film india. Aku juga nggak bisa bersikap kayak biasa.

Kelar mandi, aku langsung keluar. Suamiku masih kayak orang sawan. Bengong sambil natap langit-langit ruang tengah.

Aku menyampirkan selimut yang kubawa dari kamar buat nutupi badannya. Saat itulah Kak Sambada keliatan baru sadar kalo dia bukan satu-satunya makhluk di sana.

Kantung es yang kubawa dari dapur sekarang udah kutempel di pipinya. Dia nggak sadar ya wajah gantengnya itu aset? Kak Chyara aja pernah dapat untung gede gara-gara manfaatun itu.

"Itu punyaku. Nggak mau Cimol lihat," ucapku yang merapikan selimut hingga ke sebatas pinggangnya.

Aku sekarang duduk di samping Kak Sambada. Dia kelihatan capek banget. Aku jadi mau ngajak dia ke Haji Latif. Siapa tahu sekarang dia butuh diruqiyah. Soalnya aku percaya, apapub masalahnya, pasti ada peran setan di dalamnya.

"Lihat apa?" tanya Kak Sambada masih kurang fokus.

"Tongkat sakti. Itu hak milikku."

"Bukannya dulu kamu takut?"

"Ih itu terus yang disinggung. Ya kan dulu pas belok tau rasanya."

Biasanya Kak Sambada akan tertawa kalo aku ngomong kayak gini. Tapi sekarang dia cuma senyum simpul.

"Cimol mana?" tanya Kak Sambada padaku.

"Ish malah nyari Cimol. "

"Soalnya dia kan lingkungan baru."

"Tenang, Kak, Cimol itu ekstrovert, palingan keluar dari gerbang dia udah dapat teman. Syukur-syukur dapat gebetan baru."

"Bagaimana dengan kucing jantan di komplek Ibu?"

"Jali?"

"Iya."

"Buat apa sisa hidup Cimol dihabisi sama cowok penipu gitu. Kayak nggak ada cowok lain aja."

Aku nggak tau apa yang salah dengan ucapanku, tapi tatapan Kak Sambada meredup.

"Jali itu banyak bohongnya sama Cimol tau," ujarku lagi. "Aku yakin dia udah spik-spik iblis bikin Cimol keleper-keleper. Makanya pas dia selingkuh sama Natsaha, Cimol nggak bisa ngapa-ngapain. Derita istri tua memang tiada dua. Selalu jadi korban. Kok bisa ya ada wanita yang tega ngerebut suami orang? Jahat banget. Mana Natsaha bentar lagi punya anak. Bahagia di atas penderitaan Cimol. Gedek banget lah aku bayanginnya."

Kak Sambada nggak nanggepin apa-apa. Dia hanya terus menatapku.

"Kok diam terus. Kakak lapar ya?" tanyaku.

Seharian ini suamiku nggak ada kabar. Aku nggak tau dia udah makan atau nggak. Tapi aku udah masakin banyak buat dia.

"Aku masak kesukaan Kakak lho," ujarku lagi.

"Iya, aku lapar."

"Kalo begitu mandi dulu ya. Minimal wudhu baru boleh makan. Kan udah skidapdapdappiuwpiuw."

Kali ini barulah Kak Sambada terkekeh. Sumpah, aku lega banget  dengar dia masih bisa ketawa.

Kak Sambada sedikit bangun lalu meletakkan kepala di pangkuanku.

"Lho kok malah bobok lagi?"

"Sebentar saja."

Aku tentu saja nggak nolak. Jarang-jarang lho dia mau manja gini.

Has To Be YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang