Setelah melakukan perjalanan selama hampir seharian penuh, Ava Eulalie sampai di kediamannya. Rumah seorang Baron yang tak lain dan tak bukan merupakan ayahnya sendiri, Baron Edgar Lulaine. Dari lukisan dan foto yang Ava lihat di ruang tamu, sang ayah merupakan pria tinggi yang keseluruhan rambutnya sudah memutih.
Ava menghela nafas, siap dengan kehebohan yang akan sampai di depannya beberapa menit lagi sebab tadi saat pelayan rumahnya pergi ke lantai atas untuk memberitahu bahwa putri dari keluarga Lulaine sudah pulang... terdengar suara perpaduan antara panik dan senang dari seorang pria yang tak lain dan tak bukan ialah ayahnya di dunia ini.
"ANAKKUUUUUU!" histeris Edgar. "KAU KEMBALI, NAK!?" cepat-cepat pria itu melangkah turun dari tangga lalu menghampiri Ava.
Memegang kedua bahu anak gadisnya lalu mengguncangnya sambil menangis terharu. "Hiksss.... a-ayah kira kau sudah mati di suatu tempat, kau tahu betapa rawannya kota kita sekarangkan!?"
"Aku baik-baik saja, ayah." Ava menjawab datar. "Kau tidak perlu secemas itu, ayah."
"Putriku, kau... kau kabur dari rumah setelah tahu ayah akan menjodohkanmu dengan saudagar kaya! Bagaimana mungkin ayah tidak cemas?"
Ava mendengkus. "Jika ayah cemas seharusnya ayah tidak asal menjodohkanku begitu saja," sambil merotasikan matanya malas, Ava kembali berkata. "Ayah menjodohkanku dengan pria berumur tiga puluh tahun lebih tua dariku, ayah sehat?"
"Nak..." Edgar memanyunkan bibir masih dalam upayanya membujuk persetujuan gadis itu. "Hanya kau yang ayah miliki."
"Saat ayah punya semua uang itu, apa ayah membaginya sepeser padaku?"
"Ah, itu..." Edgar terkekeh pelan lalu mengusap kepalanya. "Hehe, ayah minta maaf."
"Aku menolak perjodohan ini!" pungkas Ava.
Pernyataan itu sukses membuat Edgar melebarkan matanya panik tapi, kemudian pria itu menyeringai lalu mengeluarkan botol kaca kecil berwarna coklat dari sakunya. Membuka tutupnya lalu meneguknya hingga habis selagi Ava memperhatikan.
"Ini adalah racun." Ucap Edgar memberitahu, ia juga menunjukkan aroma menyengat yang menguar dari botol tersebut guna memastikan kalau ia tidak berbohong. "Jika kau menolah perjodohan ini maka aku tidak akan meminum penawar dari racun ini."
"Apa maksudmu, ayah?" kedua mata Ava membulat, ia tak tahu ayah kandungnya semengerikan ini.
"Tuan Eclard, wakil dari keluargaku akan menjadi saksi bahwa kau yang meracuniku. Seorang putri meracuni ayahnya sendiri karena tak dapat restu untuk menikah. Berita yang bagus bukan, Putriku sayang?" tanyanya disertai kekehan. "Bayangkan seumur hidupmu habis dipenjara hingga tua. Menurutmu itu lebih baik daripada menikah dengan orang yang lebih tua tiga puluh tahun?"
"Wah babi, kini aku tahu sifatnya lebih buruk dari binatang!" Batin Ava mengumpat di dalam sana, di balik ekspresi tenang wajahnya.
"Jadi, apa pilihan?"
Terpaksa mau tak mau Ava setuju, kalau tahu ayahnya ternyata seperti ini lebih baik ia lanjut melarikan diri tetapi sialnya ia sudah terlanjur pulang dan keamanan kediaman pasti diperketat.
"Baiklah." Balasnya terpaksa setuju.
"Gadis pintar." Edgar mengulas senyum hangat, "jangan khawatir, ayah akan segera minum penawarnya."
"Dasar babi licik!" umpat Ava dalam hati.
Edgar menatapnya hangat, "sekarang istirahatlah di kamarku, pastikan kau tidur dengan baik malam ini. Besok pagi calon suamimu akan datang untuk melihatmu."
Kedua tangan Ava terkepal, ia tidak meluapkan kekesalannya malahan ia merasa menyesal. "Kalau tahu begini lebih baik kuminta Sebastian membunuhku."
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Survive From Sebastian
FantasySetelah meninggal karena bunuh diri dan dihidupkan lagi sebagai Ava Eulalie-seorang figuran novel yang dibunuh pada bagian prolog karena memergoki aksi pembunuh berantai yang tak lain dan tak bukan ialah Pangeran Mahkota Sebastian Calliope. Kini ia...