"Kau tidak perlu masuk, tetaplah disini." Ucap Zafar meminta Ava untuk menunggu di ballroom atau ruangan besar yang biasanya menjadi tempat berkumpulnya para tamu untuk mengobrol, dansa, menyantap makanan ringan, dan lainnya selagi menunggu pasangan atau seseorang yang datang bersama mereka menyelesaikan pertemuan tertutup di sebuah ruangan.
Sepanjang pertemuan berlangsung dalam ruangan yang tidak Ava ketahui letaknya, ia hanya berdiri selama tiga jam nonstop di sudut ballroom dan berusaha menghindari tatapan para bangsawan lain yang sudah pasti dalam ditebak menggosipkan tentang apa.
Apalagi kalau bukan warna gaunnya?
Ingin rasanya Ava mendekat, menarik rambut salah satu dari mereka hingga kepalanya terjenggut ke belakang lalu menampar pipinya dengan kencang namun sayangnya tidak akan semudah itu. Terlebih akan ada resiko yang harus Ava tanggung nantinya, bisa jadi malah ia yang balik dipermalukan lebih parah dan merepotkan suaminya yang tak punya hati.
Daripada memikirkan orang-orang yang mencemoohnya, lebih baik Ava mengincar salah satu kue diantara susunan kue yang tersaji diatas meja besar yang berada sepuluh langkah dari tempatnya berdiri saat ini.
"Sial, bagaimana aku bisa ke sana tanpa harus menarik perhatian orang?" tanyanya dalam hati, merasa resah sendiri terlebih saat hanya diam dan tak melakukan apapun orang-orang sesekali melihat julid ke arahnya.
Ada satu kue yang menarik perhatian Ava, bentuknya mirip donat namun tidak berlubang di bagian tengah dan bagian sisi atas bawah hingga samping terlumur sempurna oleh cokelat tebal.
Kue itu hanya ada dua. Ava berniat mengambil satu tapi tak ada seorangpun dari banyaknya bangsawan yang mendekat dan mengambil kue dari meja itu. Rasanya akan canggung dan malu kalau Ava sendirian yang mengambil.
Karena itu Ava perlahan mendekat ke meja, mengambil satu demi satu langkah dengan cara melangkah ke samping saat orang-orang sedang tidak menatapnya lalu ia akhirnya berhasil mencapai meja berisi kue-kue tersebut dan dengan cepat mengambil satu namun disaat yang bersamaan dua anak laki-laki terlihat berada di dekat meja itu.
Salah satu anak yang lebih tinggi meraih kue yang sama dengan milik Ava lalu anak itu terlihat bingung sebab Ava sudah lebih dulu meraih kue itu sehingga anak yang lebih pendek tidak mendapat kue tersebut.
"Kakak..." anak laki-laki berumur sekitar lima sampai enam tahun itu cemberut dan mengeluh pada kakaknya. "Kuenya diambil bibi itu."
Sang kakak nampak bingung, sebenarnya Ava tidak salah. Ava mengambilnya lebih dulu tetapi sebagai kakak ia tak bisa mengabaikan rengekkan adiknya begitu saja.
"Permisi, bibi..." Sang kakak mencoba berbicara dengan Ava tepat sebelum gadis itu melahap kuenya.
"Ya?" Ava menunda kegiatannya dan menoleh ke samping, lebih tepatnya agak menunduk. "Kenapa?"
"Bisakah kau berikan kue itu untuk adikku saja?"
Seketika senyum Ava berubah menjadi palsu. "Ya?" tanyanya sekali lagi pura-pura bodoh.
"Adikku..." anak laki-laki itu melihat ke arah adiknya yang ada disebelah. "Dia ingin kue yang sama denganku tapi, kuenya sisa satu dan satunya ada di tanganmu bibi."
"Kueku..." ratap Ava dalam hati, ia tidak ingin memberikannya tapi kasihan dan... rasanya aneh jika berebut dengan anak kecil walau Ava sudah mengincarnya duluan.
Jadi, Ava mengalah dan memberikannya pada anak itu.
"Yayyy! Terimakasih, bibi cantik!" adik dari anak itu tersenyum senang sampai melompat girang karena mendapat kue yang sama dengan sang kakak.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Survive From Sebastian
FantasySetelah meninggal karena bunuh diri dan dihidupkan lagi sebagai Ava Eulalie-seorang figuran novel yang dibunuh pada bagian prolog karena memergoki aksi pembunuh berantai yang tak lain dan tak bukan ialah Pangeran Mahkota Sebastian Calliope. Kini ia...