25. Laterr

16.6K 1.6K 597
                                    

"Huek!" Ava sudah berusaha menahan diri agar tetap elegan dan tidak terdistrak oleh aroma kotoran ternak sapi yang dipilihnya dan disetujui oleh Sebastian.

"Sudah kubilang itu menjijikan!" Sebastian memelototi Ava, bukan pelototan marah melainkan seperti pelototan puas karena ucapannya benar mengenai Ava tidak akan tahan mencium aromanya.

"Yang Mulia, seluruh lahan sudah dicangkul dalam dua hari. Haruskah hari ini dicampur dengan kotoran sapi?"

"Huekkk!" giliran Sebastian yang mual, hampir memuntahkan sarapan paginya dan refleks menutup hidung. "Tolong... jaga jarak aman," pintanya terhadap lelaki itu karena kedua tangannya penuh kotoran sapi.

"Haha... lihat, siapa yang hampir muntah barusan?" cibir Ava meledek.

"Maafkan saya, Yang Mulia." Pria itu menahan senyum sambil membungkuk lalu terkekeh, "harus saya campur sekarang?"

"Campurlah!" respon Sebastian menyetujui sambil mengibas-ngibaskan tangannya, mengode supaya pria itu menjauh darinya secepat mungkin.

"Jadi, kau tak suka baunya?"

"Menurutmu kau suka? Itu lebih buruk dari semua bau menjijikan yang pernah terhirup ke dalam hidungku." Celoteh Sebastian mengomel sambil terus mengibaskan tangan di sekitar hidung dan mulutnya.

"Kupikir kau selalu mengerikan." Komentar Ava mengingat pertama kali pertemuannya dengan Sebastian, yang mana saat itu... hampir sebagian besar tubuh pemuda terutama pakaiannya dan kedua tangannya berlumur darah.

"Benarkah?" Sebastian nampak tertarik dengan kalimat Ava, "aku hanya begini padamu saja, lho."

"Hah... omong kosong." Gadis itu tak dapat menahan tawanya.

Membuat Sebastian sebal dan meraih dagunya, menariknya sehingga wajah mereka berada dalam jarak yang sangat dekat. Malahan hampir tidak ada jarak lagi, puncak hidung saja nyaris bersentuhan.

"Aku serius." Katanya menatap Ava lekat menunjukkan seserius apa dirinya terhadap gadis itu. "Aku menyukaimu. Karena itu, aku menempatkanmu disisiku."

"Aku hanya tidak ingin yang lain mengambilmu." Timpal pemuda itu seraya mengelus-elus pipi Ava dengan ibu jarinya.

"Jadi, kau menikahkanku dengan kakakmu alih-alih langsung denganmu?" respon Ava terdengar sedikit kecewa, tatapannya juga kesal lalu ditepisnya tangan Sebastian dari wajahnya.

"Ayahku belum mati, maksudku..." sadar sempat keceplosan di awal, Sebastian langsung meralat. "Ayahku sedang sakit, jika aku melakukan kesalahan sedikit saja... dia mungkin akan langsung menulis wasiat untuk kakakku. Jadi, maafkan aku."

"Aku bisa saja langsung membunuhnya namun aku tak ingin mengotori tanganku, aku ingin seseorang melakukannya untukku dan aku telah menemukan siapa seseorang yang bisa menjadi alat bagiku." Lanjut Sebastian dalam hati sembari mengingat wajah tersenyum Annelise yang cocok sekali untuk ditempatkan sebagai seseorang itu.

Dalam hening yang menyelimuti keduanya, tiba-tiba saja seorang pekerja yang tengah membawa kotak kayu berisi kotoran sapi tersandung tepat di depan mereka dan...

Ava refleks menjatuhkan diri ke arah samping sehingga Sebastian menjadi satu-satunya yang terkena tumpahan kotoran sapi.

"HUEK!" pemuda itu langsung muntah-muntah di tempat.

"Maaf! Maafkan saya, Yang Mulia!" pekerja lelaki itu langsung membungkuk berkali-kali.

"Sial! Mengapa kau sangat tidak becus!" amuk Sebastian lebih mirip anak kecil yang tengah merengek minta dibelikan permen.

How To Survive From Sebastian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang