SEBAS : VOTE LAH!
"Hujan..." gumam Ava begitu menyadari beberapa rintik air dari langit mendarat di kepalanya dan seketika ia mendongak, membuat air-air itu jatuh terkena wajah namun sebuah tangan besar ditempatkan tepat diatasnya bak payung.
"Kita menepi." Sebastian menginterupsi setelah lama berdiam diri karena perdebatan beberapa saat lalu.
Dibawanya gadis itu berteduh di bawah pohon besar saat hujan yang turun bertambah deras dalam waktu dekat.
Ava tidak membantah atau menghindar, ia membiarkan Sebastian menyeretnya ke bawah pohon walau sebenarnya itu bukan tempat yang bagus untuk berteduh.
"Kalau di duniaku dulu pasti sudah ada adegan kerasukan." Batin Ava sembari melihat ke sekeliling yang terdiri dari pepohonan rindang dan semak belukar.
"Kita tersesat," lirihnya mulai berpasrah.
"Bukankah menyenangkan karena kau tersesat berdua denganku, kakak ipar?" celetuk Sebastian kelewat percaya diri.
"Terasa mengerikan karena yang ada disisiku adalah seorang pembunuh berantai."
"Oh, begitu..." Sebastian cemberut, "ya, sudah tak kuberitahu jalan pulangnya lewat mana."
"Kau tahu?" seloroh Ava langsung menyecar Sebastian dengan pertanyaan lainnya. "Kau tahu cara keluar dari hutan ini?"
"Sebastian tahu, aku tak tahu. Aku pembunuh berantai bukan Sebastian." Sahutnya terdengar sinis, membuat Ava jadi merotasikan bola matanya malas.
"Begitu saja tersinggung." Cibirnya.
"Kakak ipar..." Sebastian menggantung ucapannya disana, saat ini tatapan lekatnya tertuju pada Ava. "Hujannya semakin deras, kau akan demam jika duduk di pinggir. Bergeserlah."
"Tidak mau." Tolak Ava memilih merapatkan kedua kaki dan memeluknya erat.
Sebastian berdecak lalu memindahkan paksa tubuh Ava duduk lebih dekat ke sisinya selagi hujan bertambah deras dan berangin.
Ava meringis. "Kau sebenarnya tahu jalan pulang, kan?"
"Tidak, aku tidak tahu. Sebastian yang tahu." Jawaban persis seperti sebelumnya kembali Sebastian ucapkan, nampaknya pemuda itu tengah merajuk.
Hela nafas kasar terdengar dari belah bibir Ava, gadis itu tidak tahu bagaimana lagi cara mengatasi Sebastian. Lagipula aneh rasanya kalau ia membujuk pemuda itu selain karena tidak ada hubungan--
"Aku tidak dibujuk nih?" rajuk Sebastian semakin menjadi.
"Kau seperti anak kecil." Desis Ava.
"Ya, aku anak kecil." Angguk Sebastian mengakui lalu menyodorkan wajahnya mendekat pada wajah Ava dan berkata dengan tatapan mesum. "Berilah aku susu karena aku masih anak kecil."
"APA!? GILA!?" pekik Ava langsung mendorong wajah Sebastian darinya.
Pemuda itu terkekeh, "katanya aku seperti anak kecil. Anak kecil kan masih minum susu."
"SEMBARANGAN!" pekik Ava untuk kali kedua, "kalau anak kecilnya kau yang ada aku pingsan!"
"Pingsanlah dan ketika bangun jangan salahkan aku kalau banyak yang hilang." Kekeh Sebastian seraya tersenyum miring dan mencoba meraih bahu Ava namun ditepis kencang oleh gadis itu.
"Aku ingin pulang..." gumamnya.
Sebastian menghela nafas kasar, padahal disini lebih baik dan lebih tenang tetapi Ava malah ingin kembali ke istana seolah belum kapok tidak dibela sedikitpun oleh semua orang termasuk suaminya sendiri. Tapi, memang itu sih tujuan Sebastian. Ingin membuat Ava terpuruk dan berpikir hanya dirinya yang ada untuk mendukung gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Survive From Sebastian
FantasySetelah meninggal karena bunuh diri dan dihidupkan lagi sebagai Ava Eulalie-seorang figuran novel yang dibunuh pada bagian prolog karena memergoki aksi pembunuh berantai yang tak lain dan tak bukan ialah Pangeran Mahkota Sebastian Calliope. Kini ia...