32. Take Me

14.7K 1.7K 374
                                    


Pemakaman berlangsung pada keesokan pagi, begitu pun dengan perbaikan ulang bangunan istana. Sekitar tiga ratus pekerja disewa oleh Sebastian dari kerajaan tetangga untuk membangun ulang istananya dalam waktu tiga puluh hari saja dan mereka tidak perlu mengkhawatirkan bayaran.

Selama tiga puluh hari Ava ditempatkan di bangunan lain yang ada di wilayah perkebunan, mungkin sejenis villa? bisa dibilang begitu.

Selama tiga puluh hari disana Ava tinggal bersama para pelayan dan prajurit yang berjaga di sekitar bangunan sehingga ia tidak perlu merasa khawatir. Dan seperti sebelum-sebelumnya, Zafar tidak tahu pergi kemana. Kalau Sebastian sudah jelas sibuk meminta desain istana yang sesuai dengan keinginannya. Toh, kedua orang tuanya sudah mati dan mustahil bagi anak haram mendudukki tahta. Seluruh masyarakat sudah tahu latar belakang Zafar.

Hingga tak terasa di hari keempat puluh dua sejak kejadian kebakaran itu, Ava diminta kembali pindah. Ia dikabari oleh pembawa pesan mengenai pembangunan ulang istana sudah selesai. Ava sendiri terkejut karena istana menjadi lebih megah dan luas dibanding sebelumnya dan mulai berpikir dari mana Sebastian mendapat seluruh uang?

"Saat si gendut itu mati, dia meninggalkan banyak harta. Dia tak menuliskan pewaris jadi seluruh hartanya kuambil sebagai milik Orpheus lagipula luka-luka yang ada di tubuhku menjadi saksi betapa gilanya pria itu, anggap saja sebagai uang ganti rugi atau kompensasi." Celetuk Sebastian menjelaskan sendiri dari mana ia mendapat banyak sekali uang padahal Ava tidak bertanya.

"Begitu." Ava asal mengangguk-angguk saja, ia sedang dalam perjalanan menuju kamarnya yang ada di lantai tiga karena kata Sebastian lantai enam terlalu jauh dan terlalu sepi baginya berada sendirian di lantai itu.

Setelah pembangunan diulang, semuanya menjadi benar-benar berbeda di tempat ini bahkan Ava harus menghapal ulang lorong-lorong mana saja yang akan mengantarnya ke dapur, ke taman, ke banyak tempat lainnya.

"Kau suka?" Sebastian bertanya sambil mendorong pintu kamar besar milik Ava terbuka ke arah dalam, menampilkan ruangan bernuansa rosegold and blue.

"Aku sangat suka!" Sahut Ava mengangguk senang dan terdengar antusias.

Lalu Sebastian mengangkat telunjuknya, mengarahkannya ke sebuah pintu yang berada tepat di depan kamar Ava dan berkata. "Itu kamarku, jika kakak ipar rindu... pintunya tidak pernah dikunci."

"Apa? Tidak!" segera Ava memalingkan wajah dan kembali menatap kamarnya sendiri dengan guratan kemerahan di pipi, ah, dia tidak seharusnya merasakan hal semacam ini. "Kau tidak waras!" tambahnya memekik sebab merasakan sensasi geli yang menjalar di perut.

"Oh ya? Aku suka dipuji gila olehmu karena itu sesuai kenyataan." Tanggapan senang terlontar dari bibir Sebastian, pemuda itu juga meletakkan tangannya diatas kepala Ava dan menghadapkannya lurus ke ujung lorong.

"Kau lihat patung yang ada disana?"

Ava mengangguk. "Aku lihat, itu patung seorang gadis yang tersenyum."

"Benar." Sebastian terkekeh lalu menambahkan, "mau tahu apa yang spesial dari patung itu?"

"Apa?" seketika ekspresi Ava berubah menjadi cemas dan penuh curiga.

"Tulang belulang Annelise dicampur dalam adonan pembuatan patung itu." Beritahu Sebastian sambil tertawa, "aku serius."

Ava bingung harus tertawa atau takut sebab sampai mati pun Annelise tidak dibiarkan tenang karena tulangnya dijadikan sebagai campuran adonan patung. Sialnya patung itu ditempatkan di lorong yang sama dengan kamarnya.

"Yang Mulia, bukankah itu hanya membuat patungnya jadi terdengar seram? Sebelumnya aku sudah kagum, lho." Komentar Ava dengan ekspresi datar tertekan yang jelas.

How To Survive From Sebastian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang