"Waktumu lima hari. Lusa seluruh pasukanku tiba disini dan siap berperang melawanmu namun serangan akan kulakukan di hari kelima." Ucap Hael seraya mendorong Ava ke arah Sebastian yang langsung ditangkap oleh pemuda itu ke dalam pelukan erat.
"Kosongkan istanamu, biar sisanya aku yang mengurus." Tambah Hael sesaat sebelum berbalik dan pergi bersama anak buahnya, meninggalkan Sebastian dan Ava berdua saja disana.
"Kau terluka..." Sebastian menunduk dan melihat darah yang mengalir di perut Ava lalu berniat mengobati perempuan itu dengan membawanya ke penginapan setempat.
"Mengapa kau peduli?" celetuk Ava bertanya dengan nada tak bersahabat saat Sebastian nampak repot mengeluarkan berbagai jenis obat-obatan dan peralatan yang di dapatnya dari pemilik penginapan.
"Ava, diamlah." Titah lelaki itu.
"Kau tidak perlu mengobati apapun."
Perkataan itu membuat kedua tangan Sebastian otomatis berhenti mencari, pandangannya seketika jatuh pada Ava dengan raut tidak percaya dan heran.
"Apa katamu? Kau terluka jadi, diam dan dengarkan saja aku." Ucapnya kembali mencari-cari alkohol di dalam kotak itu.
"Kau bahkan lebih banyak memberi luka padaku, Sebastian!" desis Ava sedikit memekik sambil memegangi perutnya yang terus mengucurkan darah segar.
"Biarkan lukaku begini,"
"Ava, diam. Bisa diam?" Sebastian tidak ingin diganggu, itu membuatnya merasa kacau dan tak menemukan apa yang dicari karena semua disimpan dalam botol kaca cokelat dengan ukuran yang sama semua.
"Kau melukaiku luar dan dalam Sebastian! Kau melukaiku tubuhku, hatiku! Segalanya!"
Sebastian berdecak, dicengkeramnya rahang Ava kuat hingga bibir itu terkatup paksa karenanya. "Diam sampai lukamu selesai kuobati, setelah itu kau ingin mengoceh sampai pagi pun akan kudengar. Mengerti?"
"Aku tak ingin hidup lagi, tidakkah kau mengerti?" balas Ava sedih.
"Aku tak ingin mendengar sejenis perkataan itu, aku tak ingin mendengarnya." Tegas Sebastian, ia tidak suka saat Ava berpasrah pada hidupnya seperti ini dan meminta untuk tidak diselamatkan.
"Aku--"
"Aku tak ingin mendengarnya, Ava!"
Bentakkan itu membuat Ava bungkam lalu Sebastian mengobatinya disana. Lukanya dibalut dengan hati-hati, ditutup oleh kain putih tepat setelah terlumur oleh salep herbal berwarna hijau kehitaman.
"Sudah, sekarang kau bisa mengomel sesukamu." Ujar Sebastian kepada Ava yang nampak menghindari bertatap mata dengannya.
"Sekarang kau malah diam." Komentar Sebastian sebal, "apa maumu, Ava?"
"Seharusnya aku yang tanyakan itu." Ava menjawab tanpa melihat pada Sebastian.
"Kau mendengar yang kukatakan pada Zafar tadi pagi, hm?"
"Aku tak mendengar apapun." Elak Ava.
"Baiklah, kau mendengarnya." Sebastian menarik kesimpulan sendiri karena sudah dipastikan itu benar, dilihat dari cara Ava berpaling wajah ketika ia memberi pertanyaan itu.
"Sekarang dengarkan penjelasanku," titah Sebastian sembari memegang erat lengan atas Ava, menekannya sehingga perempuan itu menatap ke arahnya. "Dengarkan baik-baik dan anggukkan kepalamu jika jawabannya ya, mengerti?"
Ava mengangguk.
"Bagus."
Sebastian menghela nafas terlebih dahulu sebelum memulai sesi penjelasannya pada Ava. "Pernahkah kau dengan sengaja mengatakan kalimat buruk untuk menyakiti hati seseorang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Survive From Sebastian
FantasySetelah meninggal karena bunuh diri dan dihidupkan lagi sebagai Ava Eulalie-seorang figuran novel yang dibunuh pada bagian prolog karena memergoki aksi pembunuh berantai yang tak lain dan tak bukan ialah Pangeran Mahkota Sebastian Calliope. Kini ia...