"Sebastian..." Ava tersenyum menatap pemuda tampan di hadapannya, genap dua hari mereka menghabiskan waktu di penginapan sampai akhirnya Sebastian mengajak Ava untuk pulang.
"Apa kita benar-benar harus pulang?"
Sebastian mengangguk. "Istanaku akan berantakan dalam tiga hari tersisa, aku harus kembali dan mempersiapkan perjanjian untuk diajukan pada pria sinting itu supaya tidak terlalu merugi." Ucapnya menjelaskan."Uhm, baiklah..." Ava tidak memiliki pilihan lain selain setuju.
Sebastian turun dan menghampiri pemilik penginapan untuk membayarkan sejumlah uang padanya lalu setelah mengambil sepotong roti, Sebastian menggandeng Ava dan membawanya keluar.
"Perjanjian macam apa yang akan kau buat dengannya?" tanya Ava penasaran.
"Mungkin seperti aku bersedia atas pengakuisisian Orpheus namun aku masih ingin memerintah sebagai Raja? Uhm, bukankah itu lebih baik dibanding peperangan karena jika berperang sudah dipastikan kita akan kalah."
"Ah, aku mengerti." Ava mengangguk-angguk lalu disepanjang perjalanan yang keduanya tempuh dengan berjalan kaki sesekali mereka berhenti untuk membeli makanan maupun minuman ringan serta bersantai sejenak.
"Ava," Sebastian tiba-tiba memanggil namanya disaat Ava sibuk meminum tetes terakhir dari jusnya.
"Ya? Kenapa?"
Sebastian tersenyum tulus. "Terimakasih karena tidak pergi meninggalkanku padahal aku sempat menjauh darimu karena mengira kau tidak akan menerima sisi monsterku. Bahkan setelah aku menyakitimu di waktu pertama kali kita melakukannya... kau tidak memaksa pergi setelah kutemukan kembali. Terimakasih."
Ava bingung harus merespon apa selain tersenyum lalu dipeluknya Sebastian erat-erat. Membiarkan aroma tubuh dan kehangatan pemuda itu memenuhi dirinya lagi seolah tidak ada hari esok untuk berpelukan seperti ini.
Hingga pada sore menjelang malam keduanya sampai di depan istana namun dari kejauhan entah mengapa mereka melihat serombongan orang berlalu lalang dengan obor di tangan dan pedang. Hampir semua orang memegang pedang maupun senjata tajam lainnya.
Ava menatap Sebastian heran, "ada apa?"
Diantara orang-orang itu terlihat Zafar, pria itu tersenyum ke arah mereka dan melambaikan tangannya sehingga Sebastian atau Ava tidak merasa curiga namun di sepuluh langkah saat mereka mendekat barulah Ava menyadari bahwa itu bukan senyuman bahagia melainkan kepuasan tersendiri yang menyiratkan akan sesuatu hal berbahaya."Sebastian..." Ava memegang tangan pemuda itu seraya melangkah mundur teratur, firasatnya sangat buruk. "Kurasa kita sebaiknya pergi."
"Aku juga berpikir begitu." Sahut Sebastian menyadari ada yang aneh dengan rombongan orang-orang, mereka dalam jumlah banyak dan marah. "Sesuatu telah terjadi saat kita tidak disini."
"Ayo pergi!" ajak Ava berlari duluan sambil menarik tangan Sebastian.
"Sebastian, ayo pergi!" seru perempuan itu lagi namun Sebastian mematung di tempat.
Pemuda itu melihat banyaknya anak panah di atas langit seolah akan menghujaninya dan Ava. Tanpa pikir panjang Sebastian segera berlari menyusul Ava, memegang erat tangan kanan perempuan itu dan berlari berdampingan.
"Apalagi yang kalian tunggu?" Zafar berseru mengompori, "tidakkah kalian melihat dosa yang mereka lakukan? Perempuan itu menghabiskan malam bersama pemuda lain yakni adikku sendiri. Yang sialnya lagi, adikku itu merupakan pembunuh berantai yang selama ini kalian cari-cari!"
"Sebastian!" Ava berteriak memanggil ketika pegangan tangan mereka terlepas karena Sebastian mendorongnya dengan keras agar tidak tertancap oleh hujan panah namun hal itu membuat Ava jatuh ke dataran yang lebih rendah dan berguling-guling.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Survive From Sebastian
FantasySetelah meninggal karena bunuh diri dan dihidupkan lagi sebagai Ava Eulalie-seorang figuran novel yang dibunuh pada bagian prolog karena memergoki aksi pembunuh berantai yang tak lain dan tak bukan ialah Pangeran Mahkota Sebastian Calliope. Kini ia...