"Ava!" begitu melihat Ava akan melangkah keluar dari istana, Serophine berteriak memanggil nama gadis itu lalu menangkap lengannya dan menyeretnya kembali ke dalam.
"Bu--"
Plak!
Tamparan keras mendarat di pipi Ava sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya yang hendak mempertanyakan mengapa Serophine memanggilnya dengan nada kasar pula.
Ava memegangi pipi sambil bicara dalam hati, "apa semua keturunan keluarga ini suka menampar seenaknya?"
Namun sebisa mungkin Ava mengendalikan diri walau hatinya terluka dengan sangat perih. Ava tetap berusaha tegar dan bertanya. "Boleh aku tahu maksud dari tamparan ini, Bu?"
"Kau tidak sadar suamimu tidak pulang selama seminggu?" tanya Serophine dengan nada dingin. "Kau istrinya, kau dinikahkan untuk bertanggung jawab atas dirinya, bukan untuk hidup enak di istana secara percuma!"
"Hidup enak?" Ava semakin terluka mendengar tudingan Serophine yang menganggap hidupnya enak. "Menjadi istri kedua dari seorang pria yang hanya mencintai mendiang istri pertamanya, ibu sebut sebagai hidup enak?"
"Ya!" tandas Serophine dengan nada marah dan mata melotot. "Kau memiliki segalanya disini itu sebabnya kau menjadi semena-mena dan malas!"
"Ibu..." tegur Annelise berpura-pura seakan empati pada Ava. "Ibu terlalu keras memarahi, kakak."
"Terlalu keras? Kalau perlu kutampar seratus kali gadis yang tidak becus mengatasi suaminya sendiri ini!"
"Bagaimana bisa ibu mengatakan hal demikian jika tidak tahu situasinya?" balas Ava menatap tajam, kedua matanya jadi memerah dan berair karena emosi.
"Ibu kandungku bahkan tidak pernah menamparku saat marah, ayah kandungku bahkan lebih memilih menangis saat aku bersikap kasar kepadanya dibanding memukul atau membuangku kejalan sementara wanita ini..." tangan Ava terkepal saat mencurahkan segala perasaan kalutnya dalam hati. "Siapa kau yang berani menamparku begitu saja dan bilang bahwa hidupku enak?"
Serophine terkekeh sumbang. "Jangan pura-pura bodoh! Kau tahu dari mana suamimu. Kau tahu itu!"
Ava mengusap mata basah lalu berujar menjawab, "Kemana pun dia pergi, aku tak merasa berhak untuk melarangnya. Dia punya kaki."
"Sekarang kau menunjukkan sifat aslimu? Sifat miskinmu?" Serophine sudah menduga sedari awal Ava hanya berpura-pura baik di hadapan semua orang. "Kau sudah lepaskan topeng munafikmu?"
"Ibu..." Annelise berusaha menghentikan omongan jahat Serophine, "sudah hentikan, jangan lukai hati Kak Ava lebih jauh lagi."
"Tidak usah membelah gadis itu!" tegas Serophine menanggapi bujukan Annelise.
"Brianna sakit tapi masih bisa mengendalikan suaminya dengan benar sedangkan kau yang sehat secara fisik? Apa yang bisa kau lakukan!?" cecar Serophine sinting.
Tangan Ava semakin terkepal, "tidak boleh menampar balik, bisa-bisa aku dipenjara atau langsung dipenggal disini." Ucapnya mengingatkan diri sendiri dalam hati walau ingin sekali melakukannya dengan keras sampai tulang rahang wanita itu bergeser kalau perlu.
"Pangeran Zafar menolakku sebagai istrinya, dia tidak menganggap keberadaanku. Apa ibu menutup mata soal itu?"
"Aku tidak peduli!"
"Maka aku juga tidak." Balas Ava menekankan kalimatnya.
"Sial, kau..." Serophine menarik rambut Ava begitu gadis itu akan menjauh, entah mengapa dia merasa deja vu dan malah teringat dengan wajah ibu dari Zafar yang memiliki kata-kata serupa dan nada bicara yang hampir mirip.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Survive From Sebastian
FantasySetelah meninggal karena bunuh diri dan dihidupkan lagi sebagai Ava Eulalie-seorang figuran novel yang dibunuh pada bagian prolog karena memergoki aksi pembunuh berantai yang tak lain dan tak bukan ialah Pangeran Mahkota Sebastian Calliope. Kini ia...