35. Ignore Her

13.1K 1.5K 525
                                    


Hari-hari berlalu sejak kejadian itu, Sebastian menjadi jarang—ah, malahan hampir tidak pernah mendatangi Ava lagi. Pemuda itu selalu saja memiliki kesibukan terlebih saat Ava menghampiri untuk sekedar memberi sapaan, Sebastian akan langsung berbicara dengan Redrick dan pergi menghadiri pertemuan.

"Istri Pangeran Zafar kelihatannya ingin membicarakan hal penting denganmu, Yang Mulia." Sindir Redrick merasa kalau Sebastian sengaja menghindari Ava.

Terbukti saat raut wajah pemuda itu berubah jadi sinis setelah mendengar penuturan darinya. "Oh ya? Aku sedang sibuk mengatur keuangan dan melaporkan perkembangan lahan melalui utusan Ratu Charis. Aku tak punya waktu untuk berbincang diluar pekerjaan."

Redrick menggeleng-gelengkan kepalanya dan berkomentar, "ini salah, bukankah sebelumnya anda yang mengejar-ngejar perempuan itu?"

"Kau salah paham." Tegas Sebastian menjawab, "jika tak tahu apapun sebaiknya tutup saja mulutmu!" desisnya menambahkan.

"Anda malah ngamuk," cibir Redrick.

Tak ada respon lagi dari Sebastian, pemuda itu langsung pergi dengan tumpukan berkas di tangan. Sebastian benar-benar membuat dirinya sibuk dengan tugas Kerajaan di siang hari dan hobi 'tidak biasanya' saat malam hari. Ia tidak memberi celah bagi dirinya sendiri untuk menemui Ava.

Di ujung lorong Ava terlihat menunggu Sebastian lewat, mereka saling tatap. Ava ingin bicara namun Sebastian melengos pergi duluan, meninggalkan gadis itu tanpa sepatah kata.

Ketika berbalik, Ava melihat Zafar. Pemuda itu sudah tidak pergi kemana-mana lagi atau membuat ulah, akhir-akhir ini dia seolah ingin berdamai dengan Ava dan bersikap baik. Tapi, siapa tahu? Ava sendiri bimbang dan tidak bisa langsung percaya setelah semua yang Zafar lakukan padanya terlanjur menyakiti hati.

"Aku ingin mengajakmu sarapan bersama di halaman belakang." Ujar Zafar menyampaikan maksud kedatangannya menemui Ava. "Jika kau sudah selesai dengan urusanmu, maukah--"

"Aku sudah selesai." Potong Ava cepat, urusan yang Zafar maksud adalah urusannya tadi saat menunggu Sebastian di lorong dan terasa agak memalukan karena ia diabaikan.

Zafar mengangguk. "Baiklah, berarti?"

Ava turut mengangguk dan berjalan mengikuti pria itu. Sesekali mereka berbincang, sesekali Ava menjawab, dan sesekali Ava memilih diam sampai mereka akhirnya tiba di halaman belakang yang terdapat sebuah meja dan sepasang kursi berhadapan dengan banyak sekali makanan diatasnya.

Disela-sela makan, Zafar berbicara. "Apa kau sudah memutuskan yang kuminta?"

"Belum." Jawab Ava singkat, "aku belum sempat memikirkannya."

Zafar mengangguk. "Kau masih marah?"

Ava menggeleng, kapan ia pernah marah mengenai tingkah laku Zafar? Tidak pernah sepertinya dan tidak tertarik juga. Ia menikah dengan pria itu karena permintaan terakhir Brianna, dan permintaan terakhir dari wanita baik hati yang sekarat... Ava akan merasa bersalah seumur hidup jika melanggarnya.

"Aku tidak menuntutmu mengambil keputusan secepatnya, aku..." sisa ucapan Zafar mengganjal di ujung lidah, dia menarik nafas dan menghelanya lalu bicara. "Aku hanya mengingatkan."

Untuk kedua kali Ava mengangguk, "aku mengerti." Zafar tidak perlu mengingatkannya setiap waktu tentang itu, ia bukan orang yang pelupa.

"Kurasa aku sudah selesai." Ucap Ava lalu bangkit, ia menyempatkan diri untuk memberi hormat pada Zafar kemudian berlalu meninggalkan halaman belakang tanpa mengatakan apa-apa lagi.

Kepalanya masih terasa pusing, terasa benar-benar pusing karena tak bisa tidur semalaman. Seminggu penuh ini tidak ada lagi Sebastian yang menghampiri, membuat Ava merasa frustasi dan pada akhirnya menunggu pemuda itu di kamarnya seperti yang waktu itu pernah Sebastian katakan.

How To Survive From Sebastian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang