Aku tidak masalah kalaupun harus dikira sebagai Kristina, jika itu mampu membuat Opa Josh membaik. Lagipula, aku tidak setiap hari bersamanya dan hanya datang dua hari sekali untuk pemeriksaan rutin. Dan selama seminggu pertama ini, meskipun para perawat selalu menyebutnya sebagai biang masalah tapi aku belum pernah sama sekali punya pengalaman buruk dengannya. Sebab setiap kali kami bertemu, kondisinya selalu dalam keadaan stabil. Malah dia memberiku rangkaian bunga kering yang dibuatnya sendiri. Meskipun pemberian itu sebenarnya bukan untuk Maya, melainkan Kristina.
"Bagaimana, Kristina? Kamu suka kan?" Matanya berbinar-binar saat memberikan benda itu padaku.
Itu adalah bunga mawar kering yang dirangkai sedemikian rupa hingga membentuk sebuah jepit rambut cantik. Belum pernah aku mendapatkan yang seperti ini sebelumnya, maksudku ..., lihatlah! Di usia dan kondisinya sekarang, Opa Josh ternyata masih punya kemampuan berkarya dengan sangat baik. Dan sepertinya, menggali kembali kreativitas akan bisa memulihkan mentalnya.
"Terima kasih, Opa. Ini bagus sekali," jawabku.
Bu Anggi yang menemaniku siang itu hanya bisa menatap dengan senyuman lebar. Aku tahu persis betapa susahnya beliau saat ini, sebab di antara para perawat lainnya tidak ada yang mau mengurus Opa Josh. Mereka benar-benar melemparkan semua tanggung jawab pria tua ini ke Bu Anggi. Tega sekali mereka.
"Kalian keterlaluan," kataku saat jam makan siang di kantin pegawai. "Kasihan lho Bu Anggi, beliau sampai nggak bisa ikut makan siang bareng kita."
Devara yang duduk di sebelahku menusukkan garpu ke papaya kupas di piring makan siangnya. Dia sungguh masih belum selesai dengan diet ketatnya. "Ya mau gimana lagi, Mbak May? Kami nggak tahan. Kemarin saja aku diludahi."
"Diludahi?"
Semua mengangguk kompak.
Kak Ayu yang duduk di sebelah Dokter Arumi menyahut, "Itu belum seberapa di banding yang dia lakukan ke Bu Juwar."
"Memang Ibu diapakan?" tanyaku pada perempuan paruh baya yang sedang makan rawon pedas dengan muka letih itu.
"Dia dijambak sampai rambutnya rontok waktu lagi mandiin," ungkap Tantri.
"Hah? Serius?"
"Ya serius lah, Maya!" Bu Juwar melepaskan kerudungnya, memperlihatkan pitak yang tersisa di kepalanya. "Aku benar-benar nggak sanggup megang dia. Seumur-umur kerja di panti ini, dari sejak baru buka sampai sekarang ..., baru sekarang dapat pasien separah ini. Ya, aku tahu kalau ngurus orang tua memang sulit tapi ini beda. Ibaratnya, semua tantangan bertahun-tahunku dikumpulkan jadi satu pun tetap nggak bakal bisa menyaingi kesulitan ngurus dia."
"Terus, gimana?" Dokter Arumi bertanya dengan serius.
Para perawat saling pandang, lalu menghela napas panjang bersamaan.
"Kami akan bikin aduan ke Dokter Wahyu," ujar Tantri. "Kalau begini terus, kami bisa gila."
"Lagian, kasihan ke Oma dan Opa lainnya. Kemarin saja, waktu aku bawa ke ruang santai ..., dia nyaris mau berantem sama Opa Ferry." Mas Dono, perawat lainnya datang sambil membawa piring berisi agar-agar dari dalam kulkas. "Untungnya ada Mas Galang yang bantuin aku memisahkan mereka."
Opa Ferry adalah pasien lama kami. Beliau merupakan mantan anggota mariner dan tinggal di sini berdua dengan istrinya. Beliau sangat ramah serta bersahabat dengan Opa Hadi. Tak bisa kubayangkan kalau beliau berkelahi dengan Opa Josh, sudah pasti Opa Ferry akan membuanya babak belur dalam sekali tonjok. Karena meskipun sudah delapan puluh lima tahun, tetapi tubuh Opa Ferry masih sangat bugar. Beliau bahkan aktif berolahraga tiga kali seminggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Usaha Maya {TAMAT/Revisi}
ChickLitBukannya tak mau menikah, Maya hanya takut bernasib sama dengan kedua orang tuanya. Dia melihat bagaimana perbedaan status ekonomi membuat ayah dan ibunya membangun keharmonisan semu, bagaimana salah satu dari mereka perlahan menjadi monster mengeri...