27. Ilusi

39 4 0
                                    

Meskipun begitu dekat dengan Pak Johan membawa banyak keuntungan, salah satunya adalah bagaimana aku bisa meminjam buku-buku koleksinya. Ada sangat banyak buku kedokteran, novel klasik hingga buku populer lain di dalamnya. Sebagai pecinta buku tentu saja ini membuatku sangat haus. Beruntung, Opa Josh sempat tidur sore di kamarnya –barangkali karena kelelahan –hingga aku punya sedikit waktu untuk membaca.

"Berapa lama Anda mengoleksi semua buku ini?"

Pak Johan yang juga sedang duduk di sofa usang di seberangku menjawab, "Sebenarnya, Mama dan Kristina lah yang mengoleksi semua ini. Saya hanya menambahkan sedikit buku dalam beberapa tahun terakhir."

"Termasuk buku-buku kedokteran ini?"

Alih-alih mengangguk seperti dugaanku, Pak Johan justru menggeleng. "Itu justru koleksi Kristina."

"Benarkah?" Aku tertawa kecil, entah bagaimana. Maksudku, Kristina punya selera yang bagus juga.

Namun, Pak Johan melanjutkan, "Awalnya saya bertanya-tanya kenapa Papi sangat terobsesi dan menganggap Anda sebagai Kristina, Dokter Maya. Hanya saja, setelah diperhatikan ..., Anda memang mirip mendiang kakak saya."

"Maksud, Dokter?"

"Anda ...." Pak Johan memenggal kalimatnya sebentar, menarik napas lalu tersenyum. Butuh beberapa detik sebelum dia menghela napas itu lewat mulut. "Melihat Anda duduk dan membaca di kursi itu benar-benar mengingatkan saya pada Kristina." Senyumannya semakin lebar. "Dulu, saat Kristina sering belajar di kursi itu. Dia terobsesi masuk fakultas kedokteran. Hal tersebut membuatnya tak punya banyak waktu untuk saya. Dan karena usia saya masih sepuluh tahun, melihat betapa besar cita-cita dan ambisi Kristina, tidak banyak yang bisa saya lakukan. Maksudnya ...., itulah kenapa saya selalu kesal karena dia tidak lagi punya waktu bermain dengan saya."

Berbeda dengan Opa Josh yang selalu menceritakan Kristina dengan perasaan duka dan menganggap seolah anaknya masih ada, Pak Johan justru ..., bernostalgia. Ini persis bagaimana aku menggambarkan Eyang dalam perjalananku. Aku tahu dia bukan lagi milikku tetapi ..., sesakit apapun itu, dia pernah menjadi bagian dari diriku.

"Apakah ini artinya Dokter Johan ingin bilang kalau Opa Josh menganggap saya Kristina karena ..., saya jadi dokter?"

Pak Johan menggeleng. "Papi bertemu puluhan dokter perempuan sepanjang hidupnya tetapi baru kali ini dia menemukan Kristina."

"Lalu?"

"Entahlah. Ini sulit dijelaskan tetapi ..., terlalu banyak kesamaan antara Anda dan Kristina." Pak Johan malah tertawa sekarang. "Mungkinkah ini karena Anda terlihat lembut seperti seorang kakak? Bukan maksud saya ingin mengatakan kalau Anda ..., saya hanya ...."

"Sayangnya, saya memang seorang kakak."

"Oh ya?"

Harusnya pertanyaan ini membuatku bangga, tetapi entah bagaimana ..., aku bahkan taky akin apakah aku cukup pantas disebut sebagai seorang kakak. "Saya anak sulung," jelasku.

"Berapa adik yang Anda punya?"

"Dua."

"Laki-laki?"

"Keduanya perempuan."

Kulihat Pak Johan tersenyum. "Mungkinkah ini semacam aura seorang kakak perempuan?"

"Mungkin."

"Oh iya, omong-omong apakah kita pernah bertemu sebelumnya?"

"Di panti. Sekali."

"Bukan! Bukan! Selain di panti, maksud saya. Sebelumnya."

"Sebelum?" Aku mengerutkan kening, bingung.

Sebuah Usaha Maya {TAMAT/Revisi}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang