Sorry....

1.5K 80 6
                                    

Suasana makan malam keluarga Yoon terasa berbeda dari biasanya. Lebih hening dari biasanya padahal biasanya Young Hoonlah yang paling banyak bicara, ia biasanya menanyakan tentang makanan yang terhidang. Tapi malam ini ia diam dan menikmati makanannya. Ayah dan ibu saling bertatapan bingung. Apalagi mereka melihat mata Yuna yang bengkak, pasti ada sesuatu yang terjadi. Sementara Re An hanya diam karena ia tahu Yuna dan Young Hoon baru saja bertengkar hebat di base camp dan dia tidak tahu harus bersikap seperti apa. Ayah berdehem, ia ingin mencairkan suasana.

"Akhir pekan ini bisakah kalian kosongkan jadwal?" tanya ayah hati-hati.

"Memang ada apa, Yah?" jawab Re An cepat.

"Ayah, merencanakan kita sekeluarga pergi ke Yogya dari hari jum'at sampai minggu," sahut ibu antusias.

"Jinjja ? Wah... asyik. Kita pergi ke pantai Indrayanti ya, Yah?" seru Re An yang tak kalah antusiasnya dengan ibunya.Young Hoon hanya mengerutkan keningnya, ia berusaha mengingat sesuatu tentang Yogya.

"Di Yogya, itu... ada... em... Malio..Malio.." ia berusaha mengingatnya tapi sulit untuknya.

"Malioboro," sahut Yuna.

"Ah, iya itu. Malio...boro," ucap Young Hoon girang. Setidaknya ia sedikit tahu tentang topik yang sedang dibicarakan. Biasanya dia tidak tahu sama sekali dan itu membuatnya terlihat bodoh. Wajar saja , karena ia baru mulai belajar lebih jauh lagi tentang Indonesia.

"Kau ingin ke sana, kan? Kalau begitu kosongkan jadwalmu. Dan kita bersenang-senang di Pantai dan Malioboro? Bagaimana?" kata Re An.

"Ah, itu bisa diatur."

"Bagus," ucap Re An dan ia mengangkat tangannya untuk mengajak Young Hoon ber high five. Tangan Re An pun disambut oleh Young Hoon, dan setelahnya mereka tertawa.

"Baiklah, kita akan berangkat kamis sore. Kau yang memesan tiketnya, Re," perintah ayah.

"It's okay. Serahkan padaku," ucap Re An bangga.

"Ah, aku jadi tidak sabar bertemu dengan Eyang Kakung," lanjut Re An.

"Eyang Kakung itu siapa?" tanya Young Hoon penasaran. Kata yang baru didengarnya itu benar-benar aneh untukknya.

"Eyang itu panggilan untuk orang tua dari orang tua kita. Eyang kakung itu sama seperti Harabeoji dan Eyang Putri itu sama dengan Halmoni. Mereka adalah orang tua dari ibuku. Dan kita akan mengunjunginya sekaligus bersenang-senang. Mengerti?" terang Re An dengan penuh kesabaran. Ia tahu pasti bukan hal mudah harus hidup di tempat dengan bahasa, budaya dan makanan yang berbeda. Ia sendiri merasa kesulitan saat harus tinggal beberapa hari di Korea padahal ada darah Korea yang mengalir di tubuhnya.

"Oh, jadi begitu yah?" ujar Young Hoon sambil mengangguk-anggukan kepalanya. Ia mengerti sekarang.

*******

Ini sudah hampir tengah malam. Ia sudah mulai mengantuk dan parahnya Ayah mertuanya belum juga menggerakkan bidak caturnya. Ia ingin undur diri tapi merasa tidak enak dengan pria paruh baya di hadapannya.

"Ah, Ayah menyerah, Nak," ucap pria paruh baya itu. Ia mendengus, sedikit kesal karena di kalahnya untuk kesekian kalinya oleh menantunya.

"Ayah, yakin?" gumam Young Hoon. Ia sudah benar-benar mengantuk.

Ayah mendengus, "Iya. Lihat, kau saja sudah ngantuk. Sudah sana pergi tidur," serunya. Young Hoon bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah tangga. Matanya sudah tidak bisa diajak kompromi. Dengan setengah sadar ia menaiki anak tangga. Ia tertegun begitu sampai di depan pintu kamarnya. Ia mendengar suara petikan gitar.

The Most Beautiful MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang