After Story : I Run to You

1.8K 71 0
                                    



Hari sudah sore tapi masih ada setumpuk berkas yang belum ditandatangani oleh Young Hoon. Membubuhkan tanda tangan mungkin hal yang mudah. Namun, sebagai direktur tak ada salahnya jika berpikir lebih bijak sebelum membubuhkan tanda tangan. Young Hoon tidak ingin tanda tangannya menjadi neraka bagi karyawannya. Rasanya penat sekali. Dipijitnya pelipisnya. Ia butuh penyegar otak. Dan parahnya penyegar otaknya sedang berada di Indonesia. Iya, Yuna ada di negara kepulauan terbesar di dunia itu. Four Fox sedang mengadakan Farewell Consert. Jadi, Yuna ada di sana untuk beberapa lama. Menyebalkan! Tapi mau bagaimana lagi? Young Hoon merindukannya. Ah, gadis itu benar-benar membuatnya gila. Padahal tadi siang Young Hoon sudah menelponnya.

Diketuk-ketukkannya penanya di atas meja sambil berpikir apa yang harus ia lakukan untuk menghilangkan penatnya. Membuka email mungkin? Ah, ide yang bagus,pikirnya. Sudah lama ia tak membukanya. Terakhir sekitar satu tahun yang lalu sebelum mengikuti program penyembuhan kanker. Ia telah membuka fasilitas email yang ada. Namun, ia terdiam menyadari bahwa ia lupa alamat beserta passwordnya. Young Hoon berusaha menggali ingatannya . Sekarang ia mengingat alamat emailnya namun password ia tak kunjung ingat. Ia memutar otaknya, memasukkan beberapa hal yang mungkin menjadi passwordnya. Namanya, gagal. Yuna, gagal. Tanggal lahirnya, gagal. Tanggal lahir Yuna, gagal. Arrggghh... ia mengacak rambutnya, kesal karena tak mengingatnya. Padahal itu adalah akunnya sendiri. Kanker otak sialan! Kenapa harus mengambil sebagian ingatanku? Dan kenapa harus mengambil ingatan yang penting bukan yang tidak penting saja? Makinya dalam hati.

Young Hoon bangkit dari duduknya. Meninggalkan komputernya yang masih menampilkan layanan email yang belum juga ia bisa buka. Ia berjalan menghampiri jendela, berdiri di sana dan memandangi jalanan di bawah sana yang mulai padat oleh para karyawan yang mulai meninggalkan kantor. Ia menutup matanya dan sebuah bayangan berkelebat. Ia ingat saat dirinya dan Yuna berdiri di tempat ia berdiri sekarang. Sedikit berdebat karena masalah Ji Sup dan di sini juga Yuna untuk pertama kalinya menciumnya terlebih dahulu. Ia membuka matanya perlahan lalu tersenyum geli. Young Hoon memang mulai mengingat sedikit demi sedikit. Ia kembali menutup matanya, memfokuskan dirinya. Sebuah senyuman mengembang di wajahnya. Young Hoon berlari kecil kearah mejanya lalu segera menekan deretan angka di atas keyboardnya. 20112011. Bingo! Senyumnya makin lebar.

Ia mengerutkan keningnya saat berhasil membuka emailnya. Ada lebih dari tiga ribu email yang masuk dan semuanya dari Yuna. Young Hoon mengamati dengan seksama tanggal yang tercantum, waktu yang sama dengan waktu ia meninggalkan Yuna untuk mengobati penyakitnya. Dengan tangan bergetar ia mengarahkan kursornya pada email pertama Yuna. Ia juga ingin tahu apa yang terjadi pada Yuna selama ia meninggalkan gadis itu. Dengan dada yang mulai sesak, ia terus membuka email-email yang belum ia baca. Ia bertekad untuk membaca semuanya. Meski terasa begitu menyakitkan ia akan membaca semuanya. Young Hoon tak tahu sudah berapa ratus email yang ia baca, ia juga tak peduli dengan ruangannya yang sekarang gelap. Ia terlalu malas untuk menyalakan lampu, bahkan ia tak peduli sekarang malam mulai beranjak larut. Matanya memanas dan berkaca-kaca, dadanya makin sesak. Dan akhirnya, airmatanya meleleh. Ia kembali menutup matanya, membiarkan airmatanya menetes dan berharap ia bisa menghilangkan sedikit sesak yang terus saja bertambah.

Young Hoon menarik napas panjangnya, mengarahkan kursornya pada email terakhir. Ia sudah menghabiskan lima jam terakhir untuk membaca semua email yang Yuna kirimkan dengan airmata berlinang tentunya. Ia tak sanggup membayangkan bagaimana kacaunya gadis itu karena kehilangan dirinya, bagaimana kalutnya gadis itu karena tak ada kabar darinya dan betapa lelahnya gadis itu menanti kabarnya. Ia menghapus airmatanya kasar, memfokuskan penglihatannya pada email terakhir yang Yuna kirimkan.

Hai, Oppa. Apa kabar? Kau pasti bosan membaca emailku kan?

Aku tahu itu. Ini mungkin yang kesekian ribunya aku kirimkan untukmu.

The Most Beautiful MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang