Oppa...oppa
Seorang gadis yang memanggilku, ia tersenyum manis. Sangat manis. Namun, sayang aku tak dapat melihat wajahnya dengan jelas. Suaranya tak asing bagiku. Suara yang cukup memabukkan untukku. Suara yang membuat jantungku berdetak lebih kencang. Ia berkelebat lalu menghilang dari hadapanku. Lalu muncul gambaran lain.
Yakso. Aku akan menunggumu pulang. Karena itu cepatlah kembali padaku....
Iya, aku akan segera kembali padamu jika semuanya sudah selesai.....
Young Hoon perlahan membuka matanya, kemudian menyadari semua tadi hanya mimpi. Young Hoon bertanya-tanya, siapa dia? kenapa terus muncul di mimpiku? Young Hoon menatapi langit-langit putih yang terus menyambutnya tiap pagi selama satu bulan ini. Langit-langit ini juga yang saat pertama kali dilihatnya begitu tersadar dari komanya. Dari Halmoni, ia mengetahui bahwa ia baru saja menjalani operasi pengangkatan tumor di otaknya dan koma lebih dari dua minggu. Young Hoon tak mengingatnya, efek dari operasi yang dilakukannya membuat ia kehilangan sebagian ingatannya. Namun, ini tak akan berlangsung lama, itulah yang dikatakan oleh dokter. Dan sekarang, ia masih harus dirawat untuk memastikan penyakitnya benar-benar sembuh. Ia menjalani pengobatan yang melelahkan.
Young Hoon menyibak selimutnya. Merasa pusing. Ia turun dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi. Menyalakan kran dan membasuh wajahnya. Dingin, itulah yang ia rasakan. Ia kembali teringat pada mimpinya. Dan kembali muncul pertanyaan, siapa dia? Kenapa memanggilku Oppa? Apa dia orang yang penting dalam hidupku? Sepertinya demikian, meski itu mimpi tapi detak jantungku nyata. Apa dia Ji Sup? Tapi sejak kapan ia memanggilku Oppa? Dan aku bukan lagi apa-apanya selain sahabatnya. Jika itu bukan Ji Sup lalu siapa?
Ditatapnya pantulan dirinya di cermin yang terletak di hadapannya. Rambutnya mulai tumbuh, walau masih sangat pendek, mungkin sekitar setengah senti. Dipandanginya wajah tirus yang terlihat cukup buruk karena pucat dan kusut setelah tidur yang melelahkan. Ia kembali menyentuh air yang mengalir dari kran dengan kedua tangannya, pandangannya beralih pada sebuah cincin yang melingkar di jari manis tangan kanannya. Sejak ia terbangun dari komanya ia merasa penasaran dengan cincin itu. Ia teringat kembali pada mimpinya, dan mungkin cincin itu akan menjawabnya.
Ia lepaskan cincin itu perlahan. Ini pertama kalinya ia melepaskannya. "Mungkin gadis yang terus menghampiriku dalam mimpi adalah pemilik cincin ini. Mungkin dia bagian terpenting yang hilang dari memoriku," pikir Young Hoon. Cincin itu sudah terlepas sempurna dari jarinya. Diamatinya dengan seksama, ada sebuah nama terukir di sana 'Yoon Yoo Na'. Jantungnya berdetak lebih cepat dari sebelumnya saat ia baca nama itu. Seperti sebuah mantra, tak jua kembali normal. Siapa kau? Kenapa hanya menyebut namamu jantungku sudah melompat tak karuan?
Kini matanya beralih pada kalung yang melingkar di lehernya. Bentuknya sangat aneh, seperti tanduk rusa. Setelah diamati baik-baik, ternyata itu dua huruf Y yang menyatu di bagian batangnya. Dibaliknya kalung itu, terukir sesuatu di sana. Y love Y itulah yang terukir di bagian atas dan di bawahnya 20112011. Hampir dua tahun yang lalu, tanggal apa ini? Young Hoon mencoba mengingat-ingatnya, hasilnya nihil. Ia tak ingat, hanya kelebatan-kelabatan yang membuatnya pusing. Young Hoon memutuskan untuk berhenti memaksa otaknya, hari ini cukup ia tahu bahwa Yoo Na mungkin sesorang yang penting untuknya.
**************
Young Hoon kembali terbangun setelah bermimpi seorang gadis yang wajahnya tak kunjung bisa dilihatnya. Gadis yang ia yakini sebagai Yoon Yoo Na. Jantungnya kembali berpacu kencang saat nama itu terlintas di benaknya. Ia mencoba menyebutkan nama itu dan jantung bereaksi sangat cepat. Ia tersenyum sendiri karenanya. Siapa sebenarnya gadis ini? Otaknya mungkin melupakannya tapi jantung Young Hoon tak lupa padanya. Mungkin dulu seperti inilah jantungku berdetak untuknya. Mungkin dulu seperti inilah jantungku berdetak saat aku di sampingnya. Mungkin itulah yang terjadi. Kenapa aku bisa lupa pada orang penting sepertinya. Ah, kanker sialan! Kenapa kau membuatku lupa bagian terpenting hidupku? Geram Young Hoon dalam hati.
Young Hoon mengalihkan pandangannya saat mendengar pintu terbuka. Halmoni baru datang rupanya.
"Kau sudah bangun, Nak," sambutnya lembut.
Young Hoon tersenyum, " Halmoni, Yoo Na itu siapa? "
Mata Halmoni membelalak, "Kau mengingatnya?"
"Belum sepenuhnya. Dia terus datang ke mimpiku dan aku yakin dia penting untukku. Karena itu aku bertanya padamu."
"Ini bagus, nak," katanya sambil memeluk Young Hoon.
Young Hoon makin bingung saat Halmoni menghambur memeluknya. "Apa karena aku mengingat nama itu?"
"Iya, tentu saja. Kau tahu betapa sedihnya hati Halmoni saat tau kau kehilangan sebagian memorimu? Dan kau lupa pada Yuna. Lebih menyakitkan lagi kau malah menanyakan tentang Ji Sup bukan Yuna."
"Aku bertanya tentang Ji Sup karena aku terus memimpikan seorang gadis yang wajahnya tak juga ku lihat. Tapi aku ingat aku telah putus dengannya, Halmoni. Aku hanya ingin memastikan siapa yang terus datang itu. Aku juga sadar kalau yang datang itu bukan Ji Sup. Lalu siapa Yuna itu?"
"Dia wanita terpenting dalam hidupmu setelah ibumu. Karena dia kau banyak berubah. Kau tentu ingat kelakuanmu setelah putus dengan Ji Sup kan? Tapi kau jadi manis karena dia."
"Kenapa dia tak datang menjenggukku?" tanya Young Hoon penasaran.
Halmoni menelan ludahnya susah payah. Lidahnya terasa kelu. Namun, melihat Young Hoon yang memandangnya penuh harap membuatnya membuka mulut, "Kau sendiri yang meminta kami untuk menyembunyikan keadaanmu darinya," lirihnya.
Young Hoon terdiam. Ia sedih sekaligus kecewa. Jika gadis itu penting untuknya kenapa ia harus bersikap seperti itu?
"Baguslah, itu lebih baik daripada dia tau aku tak ingat padanya, " ujarnya sedih.
Halmoni mengelus kepala Young Hoon lembut, mencoba menenangkannya.
"Tenang saja dia pasti mengerti. Dia itu istri yang baik."
Young Hoon membelalakan matanya tak percaya dengan yang ia dengar. Istri?
***************
Young Hoon terduduk diatas kursi rodanya. Ia berada di dekat jendela. Memandangi matahari yang akan tenggelam. Sesekali ia memejamkan matanya, mencoba mengingat-ingat sesuatu yang mungkin telah ia lakukan. Memandangi matahari yang tenggelam rasanya bukanlah hal yang asing untuknya, rasanya hampir sama seperti saat ia memandangi langit dan bintang-bintang. Sesuatu yang sudah biasa ia lakukan. Hanya saja ia merasa kehilangan. Ada yang kosong dan ia tak tahu apa. Ia mendongkakkan kepalanya, menatapnya lebih tajam. Dan dengan perlahan ia menutup matanya. Ia melihat dirinya duduk bersama seorang gadis, gadis yang begitu cantik dengan semburat jingga yang menerpa gadis itu. Mereka sedang memandangi matahari yang tenggelam di atas sebuah bangunan. Aku ingin menghabiskan semua sore disisa hidupku bersamamu. Itu kata yang ia ucapkan pada gadis di sampingnya. Perlahan, mata Young Hoon terbuka. Ia mengingatnya, meski samar. Pantas saja ia menyukai langit di sore hari. Memandangi matahari tenggelam adalah hal yang selalu ia lakukan sejak ia tersadar dari komanya.
Young Hoon bangkit dari duduk. Ia mengerakkan jari telunjuknya di atas kaca.
Aku memang belum mengingat semua tentangmu. Tapi aku tahu, aku mencintaimu...
Joo Yoo Na.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Most Beautiful Mistake
General FictionYuna seorang vokalis band papan atas diblantika musik Indonesia yang sedang merasa bosan dengan hingar bingar dunia entertaint memutuskan untuk pergi berlibur. Namun, apa jadinya jika liburan indah yang ia harapkan malah justru membawa skandal yang...