Dokter baru saja selesai memeriksa Young Hoon. Dokter kelihatan kecewa dengan perkembangan Young Hoon beberapa hari ini.
"Sebaiknya Tuan Joo jangan terlalu banyak pikiran. Jangan terlalu memaksa untuk mengingat semuanya. Ini tidak baik untuk Anda," ucap Dokter menasehati Young Hoon.
Young Hoon mendengus kesal, "Bagaimana jika Anda ada di posisi saya? Aku tak ingin mengingat semuanya, aku hanya ingin mengingat istriku! Apa itu salah?"
"Tidak. Itu tidak salah. Anda akan mengingatnya. Namun, semuanya butuh waktu. Bersabarlah sedikit, Tuan. Jika dipaksakan, tidak baik untuk Anda."
"Pergilah. Aku tak ingin mendengar omong kosongmu!" usir Young Hoon. Ia terlalu frustasi karena tak juga mengingat Yuna. Bukan hanya tentang Yuna tapi juga tentang alasannya menyembunyikan keadaannya dari Yuna. Dan kenapa ia bersikap begitu jahat meninggalkan Yuna lalu ia melupakan gadis itu. Ia merasa bersalah sekarang.
Young Hoon beranjak dari ranjangnya setelah dokter meninggalkannya. Ia menghampiri jendela, matanya dengan cepat menangkap goresan tangannya beberapa hari yang lalu. Ia menjulurkan jemarinya, menyentuh tulisan yang ia buat. Dadanya terasa sesak dan matanya mulai panas. Mulutnya bergerak membentuk kata maaf tanpa suara. Ia tak ingat apa yang sebenarnya ia lakukan pada Yuna. Ia hanya merasa bersalah dan harus meminta maaf. Maaf untuk meninggalkan gadis itu, maaf untuk menyembunyikan keadaannya dan maaf untuk melupakan gadis itu.
Young Hoon memejamkan matanya. Dalam bayangannya, gadis itu menangis karena dia. Gadis itu tersakiti atas sikapnya. Gadis itu terluka karena terlalu merindukannya. Dadanya makin sesak saat ia membayangkan hal itu hingga air matanya jatuh begitu saja.
Suara pintu yang terbuka membuatnya cepat-cepat menghapus air matanya.
"Kenapa lama sekali, Halmoni? Padahal aku ingin sekali jalan-jalan. Kau bilang aku tak boleh jalan-jalan seorang diri. Aku ingin mengingat Yuna lebih banyak lagi. Siapa tau aku akan melihat wajahnya saat jalan-jalan," cerocos Young Hoon tanpa mengalihkan pandangannya. Ia masih berusaha menghapus airmatanya, tak mau Halmoni melihatnya.
Satu detik, dua detik dan detik-detik berikutnya tak ada jawaban. Young Hoonpun membalikkan tubuhnya. Matanya membelalak lebar. Seseorang yang berdiri di pintu itu bukan Halmoni. Melainkan gadis cantik, iya cantik sangat cantik. Gadis itu menatap Young Hoon dengan tatapan yang tak bisa Young Hoon mengerti. Sendu dan sedih mungkin itu bisa melukiskan tatapannya. Oh, tidak mungkin lebih.
Melihat mata gadis itu membuatnya sedih sekaligus berdebar. Kenapa jantungku berdebar seperti ini? Kenapa ini?Kenapa dia menatapku seperti itu?. Matanya, mata coklat gadis itu tertutupi sesuatu. Sesuatu yang mungkin ia tahannya sejak melihat Young Hoon dan kini sudah susah karena telah menumpuk. Detik berikutnya apa yang ia tahan lolos juga dari matanya, ia menangis.
Young Hoon kebingungan saat airmata gadis itu jatuh, karena saat itu juga hatinya terasa sakit. Ia ingin berlari memeluk gadis itu, menenangkannya. Memberitahu bahwa ia merasa sakit melihat gadis itu menangis. Young Hoon tak mampu menahannya, ia benar-benar berlari dan memeluk gadis itu. Saat Young Hoon berhasil merengkuh gadis itu, saat itu juga beberapa bayangan muncul lagi di otaknya. Young Hoon mengerat pelukannya, ia juga bisa menghirup aroma tubuh gadis itu, aroma yang tak asing untuknya. Jantungnya tetap tak bisa berdetak normal.
"Oppa.."
Young Hoon makin mengeratkan pelukannya. Suara itu adalah suara gadis yang terus datang kedalam mimpinya. Tak salah lagi, ia sedang memeluk Yuna. Yuna, istrinya.
"Yuna..."
"Iya, ini aku Oppa. Ini aku,Yuna. Ini aku..." ucapnya masih terisak.
Dadanya kini bertambah sesak. Mungkin dalamnya terkoyak, rasa bersalahnya makin besar. Ini mungkin sangat menyakitkan untuk Yuna. Aku menyembunyikan penyakitku darinya dan aku lupa padanya. Pasti sangat menyakitkan. Pemikiran itu terus berputar-putar di kepala Young Hoon. Ia tak mampu membendung airmatanya, ia menangis.
"Maaf...maafkan aku," ucapnya penuh penyesalan.
Yuna tak menjawab, ia justru melepas pelukannya. Dan menatap kedua mata Young Hoon. Ia bisa melihat kesedihan dan penyesalan dari kedua mata suaminya.
"Gumawo, Oppa kau masih hidup. Kau masih berdiri dengan kedua kakimu. Kau tak benar-benar meninggalkanku. Gumawo...gumawo kau biarkan ku melihatmu kembali..."
Mendengar ucapan Yuna airmata Young Hoon mengalir lebih deras dari sebelumnya. Jari-jari lentik Yuna bergerak menghapus airmata Young Hoon. Ia tersenyum dan itu membuat Young Hoon makin merasa bersalah. Makin membuat dadanya sesak. Bagaimana bisa ia melupakan istrinya? Bagaimana bisa?
"Jangan menangis, Oppa. Aku menangis karena aku senang melihatmu. Aku senang masih bisa memelukmu. Jangan merasa bersalah atas semua yang terjadi. Jika sekarang kau tak mengingatku, maka aku akan melukiskannya lagi. Aku akan melukiskan sebanyak mungkin sampai kita tua nanti. Kita bisa memulai semuanya dari awal."
Young Hoon mengangguk pelan dan memeluknya. Dan bayangan-bayangan itu muncul lagi, kini Young Hoon bisa melihat wajahnya. Iya, itu Joo Yoo Na... istrinya. Wanita yang ia nikahi hampir dua tahun yang lalu. Wanita yang mengubah banyak hal dalam hidupnya dan menjadi bagian terpenting dalam hidupnya.
ㅡㅡㅡㅡㅡ
Hai semua..
The Most Beautiful Mistake akan segera berakhir. Part berikutnya adalah part ending. Jadi, saya sebagai penulis amatir ingin mengucapkan terima kasih untuk para pembaca yang setia dan sabar baca tulisan amatiran ini. Apalagi ini tulisan saya pas jaman SMA tanpa sensor tanpa edit ulang. Tanpa kalian mungkin cerita ini hanya tulisan lalu. Tanpa pembaca. Tanpa vote. Tanpa komentar. Terimakasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Most Beautiful Mistake
General FictionYuna seorang vokalis band papan atas diblantika musik Indonesia yang sedang merasa bosan dengan hingar bingar dunia entertaint memutuskan untuk pergi berlibur. Namun, apa jadinya jika liburan indah yang ia harapkan malah justru membawa skandal yang...