His Past and His Present

1.4K 77 0
                                    

Keluarga besar Yuna dari Jogjakarta telah tiba di Jakarta, mereka akan menyinap beberapa hari di rumah kedua orang tua Yuna sampai selesainya acara pesta pernikahan Yuna. Young Hoon senang karena saudara-saudara Yuna mudah di ajak bicara, ia juga mulai belajar bahasa Jawa. Bukan hanya itu ia bisa mengorek masa lalu Yuna, itung-itung ada informan gratisan. Saat bercanda saudara Yuna akan menyebutkan kebiasaan buruk, aneh dan orang yang pernah Yuna sukai. Dari situ Young Hoon jadi tambah mengenal Yuna. Young Hoon sedang asyik bermain catur bersama Bagas, sepupu Yuna.

"Hei, paman Chae Jin dan keluarganya akan tiba hari ini," seru Re An yang tiba-tiba muncul.

"Wahh,,, itu bagus. pukul berapa mereka akan tiba?" tanya Yuna tak sabar.

"Aku tidak tahu tepatnya, paman merahasiakannya."

" Paman Chae Jin? Maksudmu Yoon Chae Jin?" tanya Young Hoon.

"Iya. Dia saudara laki-laki ayah yang ada di Seoul. Tapi darimana kau tahu?" jawab Yuna heran.

"Yes, kudamu mati," teriak Bagas.

"Ahh,,,, sial!" maki Young Hoon.

"Heh, Yuna... ternyata suamimu payah, yah?" ledek Re An.

"Apa? Enak saja! Hyeong pun tak bisa bermain catur, kan?"

"Weiitss, jangan salah. Kalau aku bermain pasti menang dari tadi lah... masa sudah hampir satu jam belum ada yang menang? Kau benar-benar payah, Young Hoon!"

"Itu namanya hebat, hyeong! Karena kami seimbang."

"Alah... kau payah! Kau bisanya Cuma mencuri hati Yuna, kan?"

"Waahh, hyeong salah besar! Justru itu hal tersulit dalam hidupku, itu seperti mencari jarum di dalam tumpukkan jerami. Sulit sekali... aku sendiri sampai bingung, sebenarnya hati Yuna terbuat dari apa? Batu saja kalau ditetesi air terus menerus juga akan berlubang. Tapi hati Yuna... huuuhh, ya, ampun," ucap Young Hoon panjang lebar.

Yuna yang duduk di samping Young Hoon hanya terdiam. Perasaannya campur aduk.

"Sekak!" teriak Bagas girang dan mengangetkan semua yang ada.

"Hah? Bagaimana bisa?" protes Young Hoon.

"Hei, jangan protes bung! Lihatlah baik-baik. Kau mati!" terang Bagas.

"Yuna...Yuna... kasihan sekali dirimu. Menikah kok dengan pria macam Young Hoon yang bermain caturpun tak bisa. Malangnya nasibmu,de," ledek Re An.

"Hyeong, ini gara-gara kau yang sedari tadi meledekku!"

"Yuna, kehadiranmu tak berguna. Kau di sisinya tapi dia malah kalah."

"Sayang, jangan dengarkan ucapan kakakmu yang jomblo itu, yah. Kehadiranmu adalah anugrah dalam hidupku. Kau berharga lebih dari apapun yang kau tahu. Aku tak akan berjalan sejauh ini kalau kau tak berarti untukku. Kau tahu, itu kan? Percayalah padaku," ucap Young Hoon bersunguh-sungguh.

Yuna mengangguk dan kemudian tersenyum.

"Huuuhh... Yuna, jangan percaya kata-katanya. Dia hanya sedang menggombal."

"Heh, enak saja! Mau nggombal kek bukan kek yang terpenting itu kenyataannya, Hyeong. Eh, kapan kakak bawa cewek ke rumah, hah? Masa kalah saing sama adiknya? Jangan sampai Young Hoon junior terlahir tapi kakak belum juga menikah!"

Wajah Yuna memerah mendengar ucapan Young Hoon dan Re An tertawa terbahak namun dalam hatinya juga bersedih. Di usianya yang hampir kepala tiga belum juga menemukan seseorang yang tepat untuknya.

"Itu bagus! Yuna beri aku lima duplikat kalian ya? Okay?"

"Apa? Lima? Enak saja!" gerutu Yuna.

The Most Beautiful MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang