Remember When

1.1K 58 0
                                    

Hujan megguyur Jakarta. Yuna duduk di ruang tengah. Kedua kakinya di lipat di depan dadanya dan tangannya memeluk kakinya. Matanya tak berkedip menatapi air yang berlomba-lomba sampai ke bumi. Air yang kembali menghidupkan bumi setelah kematiannya. Air yang menumbuhkan biji-bijian yang beraneka rupa. Air yang sangat di butuhkan oleh seluruh makhluk hidup di bumi ini. Entah sejak kapan ia menyukai hujan, tapi ia bahagia saat hujan. Hujan membuatnya mengingat banyak hal. Hujan seperti pencerah untuk benang memori yang kusut. Hujan mengingatkannya pada suaminya, Joo Young Hoon.

Iya, Joo Young Hoon sebuah nama yang sedari tadi terus berputar-putar di otaknya. Hanya dia, membuat rindunya makin membuncah. Sudah satu bulan suaminya pergi dan kepergiannya kali ini benar-benar menyiksanya. Dari ratusan pesan dan email yang ia kirimkan pada lelaki menyebalkan itu hanya satu yang berbalas. Ini di atas kata gila dan sinting, lelaki menyebalkan itu mengacuhkannya hanya karena pekerjaan? Sungguh konyol! Namun, Yuna berusaha menikmatinya, terus berkata pada dirinya Young Hoon memang sangat sangat sibuk jadi ia tak punya waktu membalas email. Sebuah penghibur yang yang berujung menyakitkan untuknya, itu sama saja suaminya menomor sekiankan dirinya. Sama saja berkata bahwa dirinya bukanlah prioritas untuk suaminya. Sama saja dirinya bukan lagi hal yang berharga di mata lelaki yang menikahinya 18 bulan yang lalu.

Ini pertama kalinya Young Hoon mengacuhkannya sampai separah ini. Biasanya suaminya itu tetap mengirim pesan meski hanya berisikan jangan lupa makan, jaga diri baik-baik atau aku merindukanmu. Yuna menghela napas kasar, berusaha menepis pikiran buruknya. Berusaha menyakinkan dirinya bahwa lelaki yang sangat ia rindukan itu akan segera pulang. Ia pasti sedang menyelesaikan semuanya dan akan segera kembali ke sisinya. Kini Yuna mulai mengurai benang memorinya, memori dan kenangannya bersama lelaki yang mengisi relung hatinya. Yang Yuna sendiri tak tahu sejak kapan pria itu mengisinya.

Ia ingat saat pertama kalinya ia bertemu dengan pria itu, sungguh menyebalkan dan seenaknya sendiri. Ia tersenyum mengingatnya, betapa konyolnya waktu itu. Kenapa tidak, bagai aktor dan aktris mereka berakting sebagai sepasang kekasih. Lalu berujung pada pernikahan yang awalnya tak pernah ia inginkan, sebuah kegilaan yang sulit di terima logika. Namun, itulah kenyataan. Kenyataan ia menikahi pria yang baru beberapa hari ia kenal. Dan tak di sangka pria itu terus memegang komitmennya, berusaha memenuhi kewajibannya sebagai suami dan terus berada di sampingnya meski ia sendiri tak menjalankan fungsinya sebagai istri. Tapi, Joo Young Hoon terus dengan prinsipnya tak peduli Yuna mengacuhkannya tak menganggap keberadaannya atau bahkan malah membencinya ia tetap berada di samping Yuna. Keteguhannya itulah mampu merobohkan dinding kesombongan, keangkuhan dan menaklukkan Yuna.

Yuna jatuh hati, jatuh hati pada suaminya. Entah sejak kapan ia tak tahu. Namun, ia masih terus saja bungkam. Ia menutup rapat mulutnya, ia terlalu gengsi mengakui perasaannya. Akhirnya iapun menyerah. Ia mencintai pria itu dengan sangat. Ia robohkan segala kegengsiannya dan membiarkan pria itu mengisi hatinya dengan kehangatan. Mengisi hari-harinya dengan kebahagiannya. Meski kadang terjadi sedikit pertengkaran dan membuahkan airmata. Tapi Yuna bahagia selama itu Joo Young Hoon, ia akan bahagia.

"Wooiii, malah melamun!" suara kakaknya mengejutkannya dan membuyarkan memori yang sedang ia urai.

"Iiiihh, apa-apaan sih ka!" protes Yuna.

Re An berdehem untuk menggoda Yuna,"Yang lagi kena malaria,,, eits malarindu."

Yuna melotot kearah kakaknya yang menganggu acaranya.

"Iiih, atut. Awas matanya lepas! Lagi kangen berat ke si payah yah?"

"Kakak!" rajuk Yuna memukul lengan Re An.

"Oke, ke Young Hoon."

Yuna tersenyum lalu mengangguk.

"Kasian banget ini adeku yang paling unyu."

The Most Beautiful MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang