3.

106 6 2
                                    


"Davin, suruh Nasywa turun. Waktunya sarapan," titah Latifa pada Davin yang sedang menyantap sarapan paginya.

Davin menghela nafas sedikit kesal, anak bungsu akan selalu kalah dari cucu pertama.

"Say6 aja Granny," ujar Yusya mengurungkan niatnya duduk di kursi sebelah Davin.

Davin mengangguk"Iya kau saja."

"Nggak usah, kamu kan tamu." tolak Latifa halus, ia menatap Davin tajam"Davin!" tekan wanita paruh baya itu.

"Tidak apa-apa! saya juga belum makan." Yusya beranjak pergi meninggalkan meja makan lalu menuju ke arah tangga, belum sempat ia melangkah naik ke anak tangga seorang gadis berlari turun melewati anak tangga, tidak menghitung waktu lama hingga gadis itu berdiri di depan Yusya.

Yusya membelalakkan matanya terkejut, hampir saja ia bertabrakan dengan orang di depannya ini, yang membuatnya tidak kalah terkejut adalah pakaian orang itu.

"Kak, untuk sementara pakai mobilku saja." Gadis itu menyodorkan kunci mobilnya pada Yusya, dengan tangan yang ragu, Yusya mengambil kunci mobil tersebut.

Yusya mengerutkan keningnya berusaha mencerna apa yang sedang terjadi, dari suaranya Yusya tahu itu adalah Nasywa tapi dia ragu, itu sebabnya dia menatap mata Nasywa berusaha menebak kalau gadis di depannya ini adalah adiknya.

Alasan Yusya terkejut adalah karena Nasywa mengenakan gamis berwarna cokelat susu + khimar dan cadar yang berwarna senada dengan gamisnya.

Ya! Kain kecil yang menutupi wajah Nasywa berhasil membuat Yusya ragu tidak yakin dengan apa yang ia lihat. Bukankah kemarin Nasywa tidak mengenakan cadar? kenapa sekarang malah pakai? Apakah ia mendapat hidayah untuk menutupi wajahnya dalam semalam? Lalu bagaimana cara ia memberitahu keluarga mereka di Makassar? Seperti

"Apa yang kau pakai?" Tanya Yusya masih setengah melamun.

"Apa?" Nasywa menatap dirinya di cermin yang ada disamping tangga sedetik kemudian dia terkejut.

"ini...ini.... Maaf kak aku akan menjelaskannya nanti. tolong rahasiakan ini dari siapapun yang di Makassar, please." Nasywa berucap dengan sekali tarikan nafas.

"Aku sudah terlambat. Aku akan menemuimu setelah pulang nanti! ya?" sambung Nasywa menatap Yusya dengan penuh harap.

Setelah melihat Yusya mengangguk, Nasywa berlari kecil meninggalkan rumah"Granny, pung, aku pamit nah. Assalamu'alaikum," teriakan Nasywa perlahan menghilang seiring tubuh gadis itu yang juga menghilang dibalik pintu.

Yusya berjalan ke ruang makan dengan keadaan yang masih shock. Pikirannya masih tertuju pada Nasywa. Sesaat ia terpana melihat gadis itu yang menutup setengah wajahnya dan hanya memperlihatkan iris matanya yang berwarna cokelat.

"Kau kenapa? seperti melihat hantu saja?" tanya Davin saat Yusya duduk disampingnya.

"Nasywa udah pergi."

"oh yeah, Granny lupa, kemarin dia izin mau ke dauroh."

"Sepagi ini?"

"Katanya ada syaikh datang dari Madinah, jadi dia tidak akan ada di rumah sampai sore," jelas Latifa lalu berjalan pergi meninggalkan meja makan menuju ke teras.

Davin mengangguk paham, sedetik kemudian dia menatap Yusya"Kau lihat?"

"Apa?"

"Nasywa mengenakan cadar."

"Kau tahu?"

"Tentu saja, kami serumah!"

"Sejak kapan?"

Walaupun pertanyaan Yusya bisa mencakup hal umum tapi Davin tahu ke arah mana pembicaraan mereka.

"Mungkin dua tahun? awalnya sembunyi-sembunyi karena takut tidak diijinkan, sekarang Alhamdulillah sudah mulai berani, tiap ke kajian selalu pake cadar."

Yusya semakin mengerutkan keningnya"Keluarga di Makassar tidak ada yang tahu?!" ini lebih ke pernyataan dibandingkan pertanyaan.

Tentu saja Yusya heran karena selama ia di Makassar tidak permah ada yang mengungkit hal ini bahkan setiap kali orang tua Nasywa mengirim foto di gurp keluarga, tidak pernah sekalipun Nasywa mengenakan cadar.

Davin mengangguk"Dia takut ditentang."

"Memangnya kenapa bisa terpikirkan memakai cadar?"

Kali ini Davin yang mengerutkan keningnya"Apanya yang kenapa? Dia niatnya ibadah," sewot Davin.

NOTE : Davin dan Yusya sangat akrab. seharusnya Yusya m3manggil Davin pung karena sesuai urutan keluarga Davin adalah om Yusya. Namun, karena Yusya lebih tua jadinya panggilan itu dihilangkan malah Davin yang memanggil Yusya kakak. Sedangkan Yusya memanggil Davin harus dengan panggilan lengkap Andi Davin, untuk menghormati gelar juga posisinya di keluarga sebagai adik dari omnya.

"Maksudnya pemicunya apa? Tidak mungkin dia tiba-tiba suka pake cadar?"

"Katanya ingin terhindar dari fitnah. Setiap dia pulang kajian selalu ada cowok yang entah Bagaimana bisa dapat Instagramnya, terus ajak ta'aruf, ajak ketemu sampe paling parah ajak nikah, tentu saja, kecantikan keponakanku memang sering bikin pangling. mustahil dibiarkan begitu saja oleh para cowok yang haus fisik," jujur Davin tidak menafikan kecantikan keponakannya itu yang sedikit melewati batas, dengan lesung pipit di kedua pipinya, hidung kecil tapi tidak termasuk pesek ditambah matanya yang berbentuk bulan sabit ketika tersenyum adalah ciri khas Nasywa.

"Awalnya mama tidak setuju dengan alasan nanti nyari jodoh susah, terus mama bilang jangan terlalu fanatik beragama, terus apalagi ya pokoknya banyak, tapi dia tidak nyerah, dan memilih menggunakan cadar secara sembunyi-sembunyi, tapi ya tetep saja ketahuan granny terus dia jelasin pakenya cuma di kajian karena dia ambil pendapat ulama yang bilang cadar itu sunnah¹ jadi boleh dilepas pasang, Alhamdulillah mama setuju."

"Terus?"

"Terus sejak saat itu dia ganti Instagram, ganti nomor telfon, dan pas mau ke kajian dia tidak mau pake mobilnya, dia selalu menggunakan mobil yang ada di rumah atau menumpang di mobil temannya."

Yusya mengangguk-anggukan kepalanya. otaknya membayangkan perjuangan Nasywa selama ini demi menjaga dirinya. Yusya speechless, tidak menyangka ternyata pemikiran dan penjagaan Nasywa se-luar biasa ini. Padahal selama ini dia sering melihat status dan postingan-postingan Nasywa di Instagram yang menggambarkan menggambarkan sedikit perjuangannya hanya saja ia tidak ngeh, Yusya pikir itu hanya kata-kata sembarangan yang ditulis oleh Nasywa.

To Be Continued....

1. Seluruh badan wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam. Dalam suatu riwayat, juga telapak tangan luar. Demikian juga suaranya. Namun bukan aurat jika dihadapan sesama wanita. Jika cenderung menimbulkan fitnah, dilarang menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki" (Ad Durr Al Muntaqa, 81)

Karena Islam mengajarkan tidak perlu menunda sesuatu karena ingin sempuna sekali. Jika hanya bisa meraih setengahnya maka jangan ditinggalkan semuanya. Sesuai dengan kaidah fiqhiyah,

ما لا يدرك كله لايترك كله

"sesuatu yang tidak bisa dicapai seluruhnya jangan ditinggal seluruhnya"

Jadi sebenarnya hukum dari membuka pasang cadar ada pada khilafiyah yang dipilih oleh wanita tersebut. Jika ia berada dalam sisi Imam Hanafi dan Maliki, maka tidak mengapa jika ia membuka pasang cadar. Tapi jika ia berada dalam khilafiyah Imam Syafií dan Hambali maka hendaklah ia tidak membuka pasang cadarnya karena seperti mempermainkan agama.

Leave It To AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang